49. Kabar Buruk

172 12 0
                                    

Kamu percaya takdir, kan? Itulah alasan mengapa kita pernah dipertemukan, diberi kesempatan jatuh cinta, lalu dipaksa untuk saling melepaskan.

***

Baru sekilas Laily memutar pesan suara itu, ponselnya langsung mati. Baterainya memang sedari tadi sudah menipis. Apa dayanya sekarang? Yang dibuat bertanya-tanya oleh pesan suara dari Aish.

Laily dapat menilai, suara itu sangat familiar. Tanpa berpikir panjang pun Laily bisa menebak itu Aldy. Teka-teki terus bermunculan di otaknya.

Seorang ojek online berhenti tepat di hadapannya. "Atas nama Laily?"

"Iya, maaf ya, Pak, ponsel saya lowbat," ujar Laily sembari menunjukkan ponselnya yang layarnya mati.

"Tidak masalah."

Laily tersenyum dan langsung memakai helm yang diberikan tukang ojek online itu. Ia harus segera sampai di rumah.

***

Pyarr.

Bunyi pecahan gelas itu membuat gadis yang tengah tertidur di sofa kian terlonjak kaget.

"Astaga! Lo nggak papa?" tanya Melati panik.

"Gak papa, tangan gue gak bisa diem, Mel." Aldy meringis, tangannya seperti tremor.

"Seharusnya kalo lo butuh bantuan lo bilang gue, Dy! Lo nggak bisa sok kuat terus!" Melati langsung membereskan pecahan gelas itu dengan hati-hati.

Aldy yang melihat itu hanya bisa tersentuh. Sudah banyak kebaikan Melati dan keluarganya selama ini padanya. Yang diberikan secara cuma-cuma. Padahal Aldy cuma orang asing.

"Sorry, Mel, gue nggak bisa berbuat banyak buat lo. Sorry juga gak bisa bahagiain lo."

Melati menatap Aldy datar. "Gue nggak nuntut balasan, Dy. Gue lakuin itu juga buat lo." Hampir saja Melati menitikkan air mata, namun sebisa mungkin ia tahan. Ia hanya tak sanggup melihat kondisi Aldy saat ini.

"Sampai saat ini, gue masih gak bisa bales perasaan lo buat gue, Mel," ungkap Aldy jujur. Mau dipaksa seperti apa pun. Aldy juga tidak bisa memaksakan perasaannya. Hatinya sudah terisi satu nama, hanya dia, dan akan selalu dia.

"Gue ngerti. Gue juga gak mau egois dan menang sendiri."

Aldy tertawa renyah. "Udah ikhlas, ya? Cepet banget, udah nggak suka gue karena gue udah jelek ya? Udah botak juga," ujarnya dengan nada menggoda.

Melati tahu, Aldy bercanda hanya untuk menghiburnya. Melati tak mengharap Aldy bercanda seperti ini, tapi suasana mereka tidak lebih menegangkan dari yang tadi. "Lo sempet-sempetnya bercanda, Dy!"

"Hidup itu dibawa funny aja, Mel. Seberat apa pun cobaan lo hari ini, semua pasti terasa ringan jika lo enjoy."

Kalimat sederhana dan bisa membuat hati Melati tenang. Ini yang Melati sukai dari cowok seperti Aldy. Selalu bisa membuatnya nyaman. Melati tidak bisa membayangkan jika Aldy benar-benar pergi dari hidupnya. Pasti ia terasa hampa dan kosong.

"Gue emang gak minta banyak hal, tapi tetap di sisi gue, bisa, kan, Dy?" tanyanya menatap Aldy, menanyakan sesuatu yang sudah pasti jawabannya tidak mungkin.

Aldy tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Mel, bantuin gue bangun dong, gue mau ke kamar mandi nih."

Melati mengangguk, ia dengan membantu Aldy bangun dengan telaten dari posisi berbaringnya.

Aldy kemudian bisa berjalan sendiri menuju kamar mandi. "Gak usah diawasin, sana pulang, mandi biar wangi. Lo di sini terus kucel." Aldy tertawa mengejek.

AlLy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang