EPILOG

363 14 0
                                    

Tahu nggak? Apa yang paling dinanti-nanti tapi pas hari itu terjadi ada kesedihan sendiri.

Tak terelakkan. Pas zaman sekolah pengen aja hari itu cepat terjadi dan waktu hari itu tiba rasanya seolah ingin kembali ke masa di mana hari ini masih jauh dari kata datang.

Kelulusan.

Ya, perpisahan itu pasti akan terjadi. Setelah 3 tahun mengemban ilmu bersama, hari kelulusan pasti akan tiba.

Sedihnya, SMA adalah masa-masa terakhir sekolah sebelum melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan menjadi orang yang benar-benar dianggap dewasa oleh masyarakat.

Berpisah sama temen dekat itu yang enggak enak. Kayak harus memulai sesuatu yang baru lagi. Emang sih, kehidupan itu gak bisa cuma stagnan di tempat dan hanya mengandalkan lingkungan yang itu-itu aja. Tapi ya, masa depan itu terus berlanjut, gak akan maju jika cuma mau diam di tempat yang sama. Dunia itu luas, dan kamu gak akan ngerti jika nggak ngelakuin apa pun.

Satu sekolah ramai pada coret-coret baju mereka sama pilok. Seriusan. Padahal hal ini gak dibolehin sama sekolah. Gak terkecuali Melati sama Laily.

"Gak kerasa ya hari ini bakal tiba."

"Bener, Mel, kek tiga tahun berasa cepet banget. Dulu gue ngeharapi ini sih, tapi sekarang kek gak mau aja kita pisah. Lucu ya?"

Mereka larut dalam tawa. Kondisi lingkungan sekolah masih riuh sih. Apalagi setelah dinyatakan kelulusan anak kelas dua belas beberapa menit yang lalu.

Obrolan demi obrolan terus tercipta antar Laily maupun Melati, seperti ada saja topik yang dibahas dalam percakapan mereka.

"Eh, Mel, gue salut loh sama lo yang buat cerita kehidupan anak kuliah. Kok bisa sih." Mata Laily berbinar saat mengatakan itu.

"Bisa aja, di google banyak referensinya."

Laily manggut-manggut masih dengan raut takjub. "Oh, iya, cerita lo yang kemarin belum sampai ending, kan? Lo udah nulis lanjutannya?" tanya Laily bersemangat.

"Katanya gak suka nama Aldy."

"Gue kepo alurnya!"

"Nih baca." Melati menyodorkan ponselnya. "Gue ke kantin dulu beli minum."

"Okey."

***

Kesempatan udah gak ada. Perpisahan yang tak bisa dikatakan manis. Semua terlambat. Jika di dunia ini memang ada mesin waktu, Laily mau kembali ke masa lalu. Di masa dia menyadari semuanya dari awal dan memahami sosok Aldy sepenuhnya.

Laily gak pernah menyesali pertemuannya dengan Aldy, ia malah berterima kasih, sungguh, ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan sosok seperti Aldy meski tidak bisa bersama.

Terpukul? Tentu saja. Terlihat dari dua hari ini yang ia habiskan di apartemen seharian dan jarang membuka ponsel. Percuma saja, tak ada lagi chat ataupun telepon dari Aldy.

Fakta-fakta dua hari yang lalu juga masih terus berputar di otaknya.

"Gue emang suka sama Aldy."

"Tapi, jangan salah paham, gue waktu itu pindah ke Jakarta cuma ikut nyokap gue pindah kerjaan."

"Gue deket sama Aldy karena nyokap gue itu dokternya Aldy."

"And, ya, meskipun gue suka Aldy dan sekeras apa pun gue mencoba. Hati Aldy bukan buat gue, tapi buat lo ... Laily."

Pertahanannya luruh. Laily kehilangan kata-katanya lagi.

"Aldy gak pernah benci lo. Dia cuma gak suka sama nyokap lo dan cara bokapnya memperlakukan dia. Dia tulus dan gue tahu itu."

AlLy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang