Teruntuk kamu, yang menjadikanku seorang pendendam. Ketahuilah! rasa kecewa ini teramat dalam. Dan sulit untuk teredam.
***
Aldy memasuki kawasan komplek rumahnya. Gerimis sore ini membuat bajunya sedikit basah dan rambutnya yang berantakan sedikit lembab. Memakirkan sepeda motornya dengan benar, kemudian memasuki rumahnya.
Aroma masakan yang sangat harum masuk ke indra penciumannya. Aldy sudah tahu siapa yang melakukan ini. Yang memasak makanan untuknya belakangan ini. Aldy melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menemui orang itu.
"Hai," sebelum Aldy memanggilnya, perempuan itu sudah membalikkan badannya menghadap Aldy dan menyapanya seperti biasa.
"Masak apa, Mel?"
"Kesukaan kamu kayak biasanya," kali ini ia menampipkan deretan giginya yang rapih kemudian tersenyum simpul.
"Makasih ya," balas Aldy kemudian menepuk puncak kepala Melati seperti biasa. Bagi Aldy itu merupakan hal biasa, tapi entah bagi Melati. Bisa saja perlakuan Aldy padanya dianggap istimewa.
Melati sadar, ia terlalu lancang masuk ke dunia Aldy. Tidak seharusnya ia melangkah sejauh ini. Entah apa yang dipikirannya Melati, hingga hasratnya ingin memiliki Aldy seutuhnya. Tapi, Melati sadar siapa yang seharusnya di posisi itu. Bukan dirinya melainkan seseorang.
"Boleh peluk?" pinta Melati pada Aldy yang hendak mencicipi makanan yang ada di atas meja. Aldy termangu sejenak, menimang-nimang permintaan Melati. Bukan pertama kalinya itu dilontarkan oleh Melati tapi sudah berkali-kali sejak satu tahun yang lalu.
Aldy mengangguk ragu, kemudian Melati mendekat dan memeluk Aldy erat sangat erat seakan-akan Aldy tidak boleh pergi dan hanya miliknya seorang. Aldy hanya diam tanpa berniat membalas pelukan erat Melati. "Miss you, Dy."
Hatinya kembali teriris. Oksigen ditempatnya tiba-tiba menipis. Seringkali ia dengar kata yang manis. Tapi, hatinya malah bertambah kritis. Dengan pertahanan yang kian mengikis, Aldy hanya bisa membalas dengan kalimat yang kelewat manis. "Nothing without you, thank you for everything. Miss you too, Mel."
***
Hari kedua Ospek. Laily berangkat pagi sekali. Bukan berniat menjadi mahasiswi teladan, hanya saja ia tidak ingin telat dan menjadi pusat perhatian orang. Laily melepas helm dan segera membayar ojek online yang ia pesan. Azmy tidak bisa mengantarya pagi ini karena ada urusan lain. Entah apa itu, Laily tidak mau memusingkannya.
Kampus tampak lengang. Mungkin karena ini masih sangat pagi. Baru saja Laily akan melangkahkan kakinya, sebuah suara memanggil namanya dengan amat nyaring. Laily mengenal suara ini. Tak asing dan sangat familiar. Ragu. Laily menengokkan kepalanya ke belakang. Dan benar saja, orang itu memang dia.
"Laily!"
Gadis itu berjalan setengah berlari dan ingin menghamburkan pelukan hangat pada Laily. Laily yang melihat itu refleks mundur tiga langkah. Gadis itu ikut berhenti kemudian menatap Laily heran.
"Melati?" tanya Laily ragu.
Melati mengangguk antusias. Ia senang melihat Laily disini. Temannya semasa SMA. Melati ingin mendekat tapi lagi-lagi Laily mundur lagi. "Kenapa lo ngejauh sih, Ly?" tanya Melati heran. Ada apa dengan sahabatnya itu?
Laily menggeleng, enggan untuk menjawab. Melihat Laily yang masih diam seribu bahasa. Melati segera mengganti topik obrolan. "Lo disini tinggal sama siapa, Ly?"
"Lo juga kuliah disini?" tanya Laily mengabaikan pertanyaan Melati. Melati menganggukkan kepalanya pasti. "tapi kemarin gue nggak liat lo?" tanya Laily lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlLy [COMPLETE]
Teen Fiction-Sequel 18 Words- ° ° ° ° Entah mengapa takdir mempertemukan kita kembali dan sepertinya semesta ingin melanjutkan kisah kita yang sempat terhenti.