"Pagi, Laily," sapa Aldy yang tak sengaja berpapasan dengan Laily di gerbang masuk kampus.
Cewek itu tak acuh kemudian melangkahkan kakinya dengan santai menuju kelas. Seolah-olah Aldy tak berada di sana.
"Pagi-pagi kok udah bete aja? Kenapa? Ada masalah?" Laily tidak menjawab dan melengos begitu saja.
"Itu Laily kenapa sih? Emang gue ada salah?" tanya Aldy berpikir keras. Kira-kira seperti apa bentuk kesalahan yang ia buat. Sampai-sampai Laily tak mempedulikannya.
Aldy mulai mensejajarkan langkahnya. "Gue salah apa sama lo?" tanya Aldy to the point. Ia teramat penasaran atas perubahan sikap Laily. Bukannya hubungan pertemanan mereka baik-baik saja?
Laily melirik Aldy sekilas. Mungkin lima detik, kemudia ia tak peduli lagi.
"Jawab, Lai! Gue salah apa?" Aldy menahan Laily dengan menarik lengan gadis itu.
"Gausah pegang-pegang." Laily menyentakkan tangan Aldy kasar. Gadis itu menghindar.
Aldy terdiam di tempat. Terpaku sejenak. Memikirkan. Memangnya dia salah apa? Sampai merubah Laily seperti dulu lagi?
"Cewek sukanya kode-kodean. Gue gak ngerti."
***
Laily ingin menikmati indahnya pemandangan tumbuhan hijau di sekitar fakultasnya. Tiba-tiba ....
Pluk.
"Sepatu siapa ini?" Sepasang sepatu mengenai kepalanya. Ia mndongakkan kepalanya ke atas. Orang itu lagi!
"Lai, itu sepatu gue. Lempar ke atas lagi," ujar Aldy dari atas. Entah apa yang pria itu lakukan di atas sana. Duduk-duduk di atas dinding pembatas. Apa dia tidak takut jatuh dari gedung lantai empat?
"Ogah!" Laily membuang sepatu itu asal.
"Lai, lempar ke sini. Malah dibuang."
"MALES. AMBIL AJA SENDIRI!"
"Lah, kan lo yang deket?"
"Tapi itu bukan sepatu gue! Jadi bukan urusan gue! Ngerti?!" teriak Laily agar Aldy bisa mendengar jelas. Kenapa ia jadi emosian sekali?
"Ayolah, Lai. Nolong orang dapat pahala dari Tuhan, loh. Yakin gak mau nolongin gue?" ujar Aldy sok-sokan padahal aslinya.
"Emang di dunia ini orangnya cuma lo doang apa?!" Laily berujar sinis bahkan tersenyum remeh. Dia juga masih bisa menolong orang lain. Tak hanya Aldy saja.
Laily masih bisa kok sedekah kepada pengemis, membantu nenek-nenek menyebrang, membantu Ellin mengerjakan tugas, masih banyak hal-hal kecil yang Laily lakukan untuk mendapat pahala.
"Kali aja dunia lo hanya seputar gue doang," ujar Aldy diakhiri dengan kekehan pelan.
"IDIH! NGAREP!"
"Kan gue bilang kali aja. Kali aja, Lai. Kali aja." Aldy sengaja menegaskan kata 'kali aja' berulang-ulang. Hal itu membuat kuping Laily panas.
"Unfaedah banget ngomong sama lo!"
"Lah itu sepatu gue lempar dulu ke sini," teriak Aldy berharap gadis itu tidak mengabaikannya.
Laily tersenyum penuh arti. Ia mengambil sepatu usang Aldy.
"Nah, gitu dong. Lempar ke sini!"
Bukannya melempar ke atas, gadis itu malah membuangnya kasar ke bawah. Ia tendang-tendang bergantian dengan kaki kanan dan kaki kirinya bak bermain sepak bola.
Dan .... goal!
Sepatu Aldy masuk ke selokan.
"Ops! Sorry, Dy." Laily menutup mulutnya terkejut dengan raut wajah yang tidak bersalah. Padahal sudah jelas ia melakukan itu dengan sengaja.
"Ya ampun ini cewek." Aldy menggelengkan kepalanya melihat ulah Laily barusan.
"Dah, Aldy. Selamat membeli sepatu baru," ujarnya sebelum berlalu pergi.
***
Laily berjalan terburu-buru sedari tadi sambil mendekap beberapa bukunya. Aldy mengerjarnya dan tak berhenti memanggil namanya berkali-kali membuat Laily semakin jengah.
"Lai," panggil Aldy untuk yang kesekian kalinya.
"Apasih?! Gausah ikutin gue!" hardik Laily membuat Aldy terdiam.
"Lo kenapa sih? Aneh banget."
"Gak."
"Tuh kan. Aneh." Aldy menuding-nuding Laily dengan telunjuknya. "Uring-uringan gak jelas gitu."
Laily mengedikkan bahu tak acuh. Malas saja berdebat dengan Aldy kali ini. "Udah ya, gue mau pulang. Bye!"
"Hei, tunggu." Aldy mencekal tangan gadis itu supaya stay di tempat. "Gue anter."
"Gak perlu. Terima kasih," ujar Laily sinis.
"Why?"
"Nothing."
"Udahlah gue anter aja." Aldy menarik tangan Laily hendak menuju parkiran motor. Baru beberapa detik, ia hempaskan tangan Aldy kasar.
"Gue pulang sendiri."
"Selama ada gue, kenapa harus sendiri?"
Haha, lucu sekali pria ini. Memangnya dia siapa? Laily tertawa hambar.
"Urusin aja Melati lo sana!"
"Kok bawa-bawa Melati?" tanya Aldy bingung. Ia jadi heran. Setiap sikap Laily berubah, gadis itu selalu menyangkutpautkannya dengan Melati. Something wrong?
"Aldy," sapa wanita lembut dari belakang mereka.
"Baru aja diomongin. Orangnya nongol."
"Hah? Siapa?" Aldy menoleh ke belakang mendapati Melati.
"Dah ya. Gue balik!" Laily pergi dari sana. Biarkanlah Aldy bersenang-senang dengan bungga kebanggaannya itu. Mengabaikan rasa sesak yang tiba-tiba menyelinap di dalam dada.
Otaknya tak mampu untuk melupa, lidahnya kelu untuk berucap. Getaran itu masih ada, seenak datang memenuhi ruang rasa. Benar kata lagu, perasaan itu harus dibunuh, bukan semakin ditumbuh.
Laily harus pasrah, jika dia harus memilih dia. Hidup memang serangkaian algoritma rumit yang membuat pening. Sudahlah, Aldy itu tidak penting. Tidak usah diambil pusing.
Bye, harapan! Selamat tinggal kenangan!
***
TBC!
BigLuv,
ALnDMy04
KAMU SEDANG MEMBACA
AlLy [COMPLETE]
Teen Fiction-Sequel 18 Words- ° ° ° ° Entah mengapa takdir mempertemukan kita kembali dan sepertinya semesta ingin melanjutkan kisah kita yang sempat terhenti.