11

966 131 13
                                    

Ku kira kau hanya secarik kertas kosong, tapi ternyata aku masih harus membubuhinya dengan tulisan.

Mungkin bisa tinggalkan komentar atau vote kalian.

Hwaa
Akhirnya bisa update lagi, seneng gak? Maaf ya buat penantian yang lama ini.
Btw aku mau sedikit jujur :v dihari aku hiatus kemarin, aku malah maraton Anime Another dong. Dan mikir, kok aku gak ngerasa jijik atau kasian ya sama karakter yang mati.

Jawabannya adalah, karena aku udah lulus didikan lord Isayama. Kematian chara AOT jauh lebih menyakitkan bung!
Udh ya, kpn" curhat lagi

Selamat membaca 💖

Gadis bersurai hitam itu menyeret koper besarnya dengan tertatih, rasanya seluruh tubuhnya remuk redam hari ini. Karena dengan kejamnya Levi menyuruh Mikasa untuk segera bersiap, padahal sejak pagi dirinya tak sempat hanya untuk sekedar istirahat. Sebab rapat penting yang di adakan.

Levi menatap Mikasa lewat kaca mata hitamnya, tak ada secuil pun perasaan iba melihat gadis itu beberapa kali mendesah lelah menyeret koper besarnya.

Adapun Levi malah berdecak pelan, membuat Mikasa menahan kesalnya yang mungkin sebentar lagi akan memuncak.

"Mana koper mu, wahai Pak Levi yang terhormat?" Tanya Mikasa menatap bingung pada bosnya itu.

Levi melipat kedua tangannya di dada, "Aku tidak butuh koper,"

Mikasa memicingkan matanya, "Lalu kau akan memakai setelan itu selama di Bali? Kau jorok sekali," ujar Mikasa meringis.

"Ada banyak pusat perbelanjaan di sana, jika mau aku hanya perlu menggesek kartu kreditku saja." Ujar Levi sombong.

Mikasa memutar matanya jengah, Levi dan kesombongannya adalah paket komplit.

"Setidaknya bawa beberapa potong pakaian, dalaman misalnya." Ujar Mikasa lagi.

Levi berdecak, "Merepotkan,"

"Hah?! Pakaian dalam merepotkan menurutmu?! Jadi kau tidak memakainya?" Tanya Mikasa heboh.

Levi menyentil pelan dahi Mikasa, membuat gadis itu memekik.

"Kau terlalu banyak bertanya, cepat kemarikan kopermu." Ujar Levi memberi isyarat menggunakan tangannya.

Dahi Mikasa berkerut, "Untuk apa?! Aku tidak mau mengikuti jejakmu,"

"Ck! Cepatlah, sebentar lagi pesawat kita akan berangkat." Decak Levi kesal.

Mikasa tak percaya begitu saja, "Kau sudah menjual jet pribadimu, heh?"

Levi memutar matanya jengah, dan meraih paksa koper Mikasa.

"Jadi benar? Kau sudah menjual jet pribadimu? Hahaha akhirnya kau jatuh miskin," tawa Mikasa mengejek Levi.

Levi hanya bergumam pelan, membuat keyakinan Mikasa akan ucapannya barusan adalah benar. Tapi untuk apa Levi menjual jetnya?

"Hah, sepertinya aku harus segera resign. Kau pasti tidak mampu menggajih banyak karyawan, ya-,"

"Selamat datang, tuan Ackerman. Selamat menikmati perjalanan, kami akan memastikan perjalanan anda nyaman dan aman." Ujar salah seorang pramugari, memotong ucapan Mikasa.

Mikasa mendelik kaget, bersamaan dengan kekehan Levi yang seperti paham apa yang sedang di rasakan oleh Mikasa.

Pria itu berjalan mendahuluinya, menuju sebuah sofa lebar yang mampu menampung dua orang. Sedangkan Mikasa masih bergelut dengan pertanyaan yang terus berputar di otaknya.

You Deserve MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang