13

900 122 1
                                    

Siapapun tak tahu, bahwa perasaan ini diam-diam mengkhawatirkan mu.

Aku update!!!
Maaf ya, karena aku sibuk banget nyiapin hari raya Galungan. Jadi beberapa hari ini wattpad harus terbengkalai, dan yang paling bikin kesel tuh aku sempet sakit gigi. Sumpah pas itu lagi mood banget nulis, tapi karena sakitnya gak nahan banget aku jadi bad mood lagi :(
Tapi semoga kalian tetep sehat, dan jangan lupa baca cerita ini✨

Selamat membaca.

Mikasa menatap bangunan besar yang berdiri di atas sebuah bukit di Jimbaran, Bali.

Gadis itu berdecak kagum kala matanya dapat melihat isi pulau dewata itu dari ketinggian sini. Levi membangun sebuah resort di tempat yang sangat indah, di tambah pemandangan yang dapat memanjakan mata.

Mikasa memuji dalam hati, selera Levi dalam pemilih tempat untuk membangun memang tidak bisa di ragukan lagi.

"Mikasa!"

Levi berteriak, memanggil Mikasa yang malah sibuk menikmati pemandangan.

Mikasa menoleh kearah Levi, pria itu menatapnya seolah Mikasa telah mencuri barang berharga pria itu.

"Apa yang kau lakukan? Aku tidak membawamu kesini untuk mencuci mata!" Ujar Levi tajam.

Mikasa mendengus, ia melangkah pelan mendekati Levi yang masih menatapnya mengintimidasi.

"Tidak usah berteriak!" Geram Mikasa.

"Lalu bagaimana aku harus memberitahu mu? Lewat pesan tertulis?!" Sarkas Levi.

Mikasa berdecih pelan, "Apa pekerjaanku kali ini, tuan Levi?" Tanyanya memutar mata.

Levi memberikan sebuah buku pada Mikasa, gadis itu segera meraihnya.

"Catat apa yang aku katakan, jangan lewatkan satu kalimat pun." Titah Levi.

"Baiklah, tuan. Apa aku perlu mencatat berapa kali kau marah? Atau berapa kali kau menghirup udara?" Sarkas Mikasa.

Levi mendelik sebal, "Jangan memancing emosiku,"

Mikasa menjentikkan jarinya, "Memancing, itu ide bagus."

"Lupakan saja! Sekarang ikuti aku, dan jangan lupakan perintahku tadi." Final Levi.

Mikasa mengangguk patuh, berjalan mengikuti Levi sambil terus mengumpati pria itu.

Keduanya melangkah memasuki sebuah gedung hampir jadi, lumayan besar dan sedikit lebih megah dari resort Levi sebelumnya.

Mikasa terus mencatat, menyalin dengan teliti setiap perkataan Levi. Tak satupun ia lewatkan, pria itu terus mengoceh sengaja membuat Mikasa kesal. Dan bodohnya lagi, Mikasa tidak menyadari jika Levi beberapakali mengulang kalimat yang sama.

"Sampai kapan kau akan berbicara?! Tanganku lelah!" Keluh Mikasa, membuat Levi menatapnya datar.

"Sudah berapa lembar?" Tanya Levi.

Mikasa mengangkat dua jarinya, "Dua,"

Levi mengangguk, "Masih ada tiga lembar lagi,"

"APA?! Kau jangan bercanda! Tanganku sakit dan aku lelah berdiri, tega sekali kau membiarkanku menulis sebanyak ini. Kenapa tidak melakukan dokumentasi saja?! Sehingga kau tidak perlu repot-repot membaca tulisan jelek ku." Omel Mikasa.

Levi memijat kepalanya, menutupi bibirnya yang berkedut menahan tawa.

"Bukannya sudah menjadi tugasmu?" Tanya Levi kemudian.

You Deserve MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang