37

1.3K 179 10
                                    

"Wei WuXian... sampai kapan kau mau tidur!''

Teriakan Jiang Cheng dari lantai bawah memenuhi seisi rumah. Suaranya bahkan lebih memekakan telinga di banding suara knalpot motor bobrok milik salah satu temannya yang menghasilkan banyak asap penambah polusi.

Jiang YanLi sampai menjatuhkan spatula yang sedang di pegangnya untuk membalik ikan yang tengah dia goreng di atas wajan, mengelus dada sambil menggeleng kepala, sementara Jiang FengMian yang sudah duduk santai di depan meja makan sambil menyeruput kopi terbatuk kecil. Untung saja tidak sampai menyemburkan cairan hitam itu dari mulutnya.

Sang kepala keluarga itu hanya menggeleng pelan sambil mengelus dada dengan kelakukan anak lelakinya itu.

"Jangan berteriak, kau membuat malu saja''

Jiang Cheng mengaduh begitu merasakan belakang kepalanya dipukul. Tidak keras, tapi karena tidak siap, efek kaget membuat pukulan itu cukup membuatnya mengaduh sembari mengusap bagian kepalanya yang sudah menjadi korban ibunya.

Yu ZiYuan memandang Jiang Cheng dengan mata menyipit. Sudut bibir wanita itu berkedut, jelas sekali ingin mengomel tapi wanita itu mencoba menahan semua ceramah dan nasihat baiknya. Biarlah dia simpan dulu dan akan dia tumpahkan saat waktunya tepat nanti.

Lalu kenapa bukan sekarang waktu yang tepat. Pagi yang tenang, bukankah akan lebih meriah jika diisi dengan omelan dari seorang Yu ZiYuan. Alasannya tentu saja karena ada satu orang yang bukan anggota keluarga Jiang yang kini berdiri di belakang Nyonya Yu.

Jiang Cheng sendiri heran, kenapa pagi - pagi begini, Lan WangJi sudah berkunjung ke rumahnya. Bukannya dia tidak tahu kalau pria itu tampaknya sedang mendekati saudara tirinya itu. Terlihat dari intensitas kunjungannya ke rumah mereka.

Maksudnya, ini memang aneh. Ah,.. Jiang Cheng sendiri pusing bagaimana menjelaskannya. Ini sudah hampir setengah bulan berlalu sejak Wei WuXian keluar dari rumah sakit dan sudah sebulan sejak kejadian mengerikan yang mereka alami. Wei WuXian di rawat di rumah sakit selama seminggu, selama itu juga Jiang Cheng tahu jika tuan muda kedua Lan ini tidak pernah bisa terlalu lama pergi dari sisi Wei WuXian.

Diam - diam Jiang Cheng memperhatikan. Bagaimanapun seingat Jiang Cheng saudara angkatnya itu tidaklah terlalu akrab dengan Lan WangJi. Mereka kenal, tapi hanya sebatas kenal, lalu ngobrol layaknya teman biasa dan, dan hanya itu. Mungkin hubungan mereka hanya karena mereka secara tidak sengaja terlibat dalam peristiwa aneh bersama - sama. Selain itu Jiang Cheng tidak tahu kejadian apa yang membuat mereka dekat.

Juga Jiang Cheng belum bertanya, kenapa bisa Wei WuXian berada di GuSu saat seharusnya anak itu menemui dosen mereka dan dalam keadaan tidak baik pula saat disana. Ini membingungkan, sungguh sangat membingungkan, kenapa Wei WuXian malah memilih pergi dengan Lan WangJi ke GuSu saat dia ada masalah dan bukannya pulang atau setidaknya bicara dengannya.

Orang tuanya juga sepertinya juga enggan untuk menjelaskan. Jadilah Jiang Cheng hanya bisa menduga - duga. Yang dia tahu cuma, Wei WuXian sepertinya kerasukan roh jahat saat itu hingga mengamuk dan membuat Jin GuangShan tewas. Tapi bisakah itu menjadi kesalahan Wei WuXian, tentu saja tidak bisa langsung menimpakan masalah itu begitu saja pada Wei WuXian. Lagipula Jin GuangYao, sebagai anak Jin GuangShan juga sepertinya tidak berniat untuk mengungkit masalah ini. Dokter yang memeriksa Jin GuangShan mengatakan jika penyebab pria tua itu meninggal adalah serangan jantung. Bisa jadi begitu jika mengingat betapa kacaunya peristiwa di JinLin Tai saat itu.

Jiang Cheng memutar bola matanya tanpa sadar, sembari berdecak, tidak suka ibunya menegurnya apalagi di depan orang asing. Bagi Jiang Cheng, Lan WangJi masih orang asing.

"Akan kulihat anak itu dulu. Silahkan duduk'' Nyonya mempersilahkan tamunya duduk.

Lan WangJi hanya mengangguk singkat. Jiang Cheng melirik dengan mata disipitkan, tidak ada senyum di wajahnya saat pemuda itu memilih melenggang pergi.

A Soul that Wanders in Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang