"Hal yang mustahil untuk bisa menyingkirkan keluarga Wen dalam waktu sebulan. Mereka kepercayaan raja''
"Bagaimanapun caranya, keluarga Wen harus disingkirkan sebelum mereka mengadukan pada raja apa yang sudah kita perbuat''
"Ayah benar, keluarga kita harus menjadi tangan kanan raja menggantikan keluarga Wen''
"Aku tidak setuju Ayah''
"Kau berani menentang Ayahmu ini?''
"Maaf Ayah, tapi memang benar kita tidak akan bisa menyingkirkan keluarga Wen. Sebelum berhasil menyingkirkan mereka, aku yakin keluarga Wen lebih dulu menghabisi keluarga kita''
"Kalau memang tidak bisa menggunakan cara biasa, maka akan kugunakan cara lain, meski harus menentang aturan langit tidak akan kubiarkan keluarga Wen melebihi keluarga kita apalagi sampai menghancurkan keluarga kita''
●⚬⚬●
Dering nyaring alarm dari ponsel memenuhi penjuru kamar sempit dimana seorang pemuda tidur. Ranjangnya berantakan dengan sprei yang tergulung tidak beraturan. Selimut teronggok mengenaskan di kaki tempat tidur. Beberapa potong baju dan celana tergeletak begitu saja di lantai sementara si pemilik kamar masih betah menikmati mimpi indahnya. Sesekali terdengar gumaman tidak jelas. Ada jejak liur di sudut bibir pemuda yang tengah tidur dengan mulut sedikit terbuka. Ponsel masih menjerit - jerit berusaha membangunkan si pemilik, tapi rupanya suaranya masih belum mampu menembus mimpi yang tengah dialami pemuda itu.
Beberapa detik berlalu dan suara alarm berhenti. Suasana kamar kembali tenang. Wei WuXian, sosok yang masih saja tertidur itu masih betah saja mengarungi mimpi.
Lima menit kemudian alarm kembali bersuara. Menjerit kencang seolah marah pada sang pemilik ponsel yang susah sekali untuk terjaga. Wei WuXian mengeratkan pelukan pada bantal di tangannya. Tidak peduli meski flatnya terbakar, Wei WuXian tidak ingin tidurnya terganggu. Jarang - jarang dia punya kesempatan tidur lebih panjang. Jadi jika bisa memperoleh kesempatan langka itu, Wei WuXian tidak akan menyia - nyiakannya.
"Berisik...'' teriaknya dengan suara khas bangun tidur.
Tanpa perlu bersusah payah membuka mata Wei WuXian mengulurkan lengan, meraba - raba bagian atas meja di samping tempat tidurnya dengan tangan kanan, mencari benda tipis persegi yang masih saja berusaha membangunkannya.
Begitu tangannya berhasil mendapatkan benda canggih itu, tanpa melihat Wei WuXian meraba - raba layarnya. Dia sudah terlalu biasa melakukan ini, jadi tanpa perlu melihatpun jarinya sudah hapal di bagian mana layar harus disentuh agar suara berisik itu segera berhenti.
Mendesah lega, Wei WuXian meletakan sembarangan ponselnya di dekat bantal begitu berhasil mematikan alarm. Matanya masih terpejam, tapi ada senyum puas di wajahnya. Mengeratkan rangkulannya ke bantal yang ada dipelukannya Wei WuXian mencoba kembali tidur.
"Ah... sial''
Usaha Wei WuXian untuk tidur kembali sia - sia. Yang ada dia justru dikagetkan dengan deringan ponsel yang keras karena tanpa sadar Wei WuXian meletakan ponselnya di dekat telinga. Pemuda itu bangun, duduk di atas tempat tidur dengan satu tangan menggaruk kepala, tangan yang lainnya menyambar ponsel yang masih menjerit - jerit dengan layar menampilkan sebuah nama yang membuat dahinya mengerut. Matanya masih setengah terpejam, namun dia masih bisa melihat dengan jelas siapa orang yang sudah menelponnya pagi - pagi. Yang sebenarnya sekarang sudah tidak terlalu pagi karena jam hampir menunjukkan pukul delapan, tapi bagi Wei WuXian yang akhir - akhir ini jarang memiliki kesempatan untuk tidur sampai puas, jangankan jam delapan, Wei WuXian berniat bangun saat jam makan siang nanti. Lumayan, sekaligus menghemat uangnya karena tidak perlu membeli sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Soul that Wanders in Time
RandomWei WuXian baru menyadari bahwa jiwanya tidak sepenuhnya lengkap tanpa kehadiran Lan WangJi di hidupnya. Disc: MDZS by MXTX