43

952 118 12
                                    

Hampir sebulan waktu terlewati penuh tekanan untuk Lan XiChen dan juga pamannya. Dengan punggung tegak dan langkah kaki stabil juga senyum yang semakin terlihat samar di wajahnya, Lan XiChen memberi sapaan sekedar sopan santun pada beberapa perawat dan dokter yang akrab mengenalnya belakangan ini.

Bolak - balik mengunjungi rumah sakit, tentu saja para pekerjanya mulai akrab dengan kemunculan pria tampan ini. Hanya sekedar sapaan atau sekilas senyum sudah menjadi kebiasaan mereka. Lan XiChen menarik napas dalam begitu tangannya berada di atas pegangan pintu. Sering dia berharap saat dia membuka pintu ada orang yang menyambutnya. Tidak masalah jika hanya tatapan tanpa ekspresi atau keterdiaman sepanjang waktu, selama Lan XiChen bisa melihat sosok adiknya bergerak, hidup dan baik - baik saja, menghabiskan waktu dengan dia sendirian yang mengoceh sementara Lan WangJi menanggapi dengan gumamam sederhanapun tidak masalah.

Sayangnya setiap kali Lan XiChen membuka pintu itu, pemandangan yang dilihatnya masih sama. Lan WangJi terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam rapat. Tarikan napasnya teratur. Tidak ada alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuhnya, hanya ada selang infus yang terpasang di tangannya. Di lihat sekilas, Lan WangJi seolah sedang tidur. Tapi tentu saja tidak mungkin seorang manusia tertidur begitu lama tanpa sekalipun terbangun meski hanya sebentar.

Lan XiChen menarik kursi di samping ranjang adiknya untuk dirinya duduk. Berdiam selama satu atau dua jam sambil berbicara sendirian di samping Lan WangJi sudah menjadi rutinitas Lan XiChen belakangan ini setelah menyelesaikan pekerjaannya. Pria itu bercerita segala hal yang dia alami, juga memberitahu Lan WangJi perubahan apa yang terjadi di dunia selama adiknya itu tidur.

Setidaknya sekarang ini dia menjadi sedikit lebih tenang, meski awalnya dia begitu ketakutan sekaligus marah dengan apa yang adiknya pilih. Bukan hanya dia yang ketakutan dengan kondisi Lan WangJi, pamannya bahkan mengeluarkan hampir semua benda peninggalan leluhurnya untuk mencari cara menyelamatkan satu keponakannya itu.

Lan XiChen sedikitnya mulai mengerti dan menghargai pilihan adiknya, tapi tentu saja sebagai kakak dia juga akan mengusahakan yang terbaik untuk Lan WangJi.

"Apa yang kau inginkan agar kau mau kembali, huh?'' Lan XiChen menghela napas lelah entah untuk yang keberapa kalinya.

Orang bilang terlalu banyak menghela napas akan mengurangi kebahagiaan, jadi apakah karena dia terlalu banyak melakukan itu makanya Lan WangJi tidak juga bangun. Ada senyuman getir di sudut bibir pria itu, merasa bodoh sekaligus tidak berguna karena tidak bisa melakukan apa - apa untuk adiknya.

Lama waktu berlalu, suara pintu terbuka mengalihkan Lan XiChen dari pemikiran yang justru membuatnya semakin lelah. Sosok pamannya muncul dari balik pintu. Pria tua terlihat lelah. Kerutan di dahinya semakin dalam dan matanya sedikit cekung dengan dihiasi lingkaran hitam di sekitarnya. Terlihat sekali jika Lan QiRen tidak mendapatkan tidur yang baik akhir - akhir ini.

"Bagaimana?''

Setiap kali melihat pamannya, selalu ada sedikit harapan di hati Lan XiChen untuk adiknya, meski lebih sering kecewa karena pria tua itu belum juga menemukan cara untuk menolong Lan WangJi.

"Tidak ada cara selain yang sudah kuberitahu padamu,'' Lan QiRen menggeleng penuh penyesalan.

"Tapi Paman, itu tidak mungkin,'' Lan XiChen memandangi wajah tenang Lan WangJi yang layaknya orang yang tengah tertidur ''WangJi bahkan rela melakukan semua ini demi dia. Jika nanti dia berhasil selamat tapi orang yang dia perjuangkan harus pergi, Lan WangJi akan menyalahkan kita, atau bahkan menyalahkan dirinya sendiri,''.

Lan QiRen sendiri juga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Jalan keluar yang dia katakan pada keponakannya itu juga tidak mungkin terjadi. Dia bukan keluarga Jin yang akan mengambil jalan apapun untuk menyelamatkan diri dan ini membuatnya tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

A Soul that Wanders in Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang