Meski dirinya hanyalah seorang dosen yang mengajar mata kuliah bahasa asing, Jiang FengMian juga seorang yang memiliki insting yang kuat, dia cukup peka dengan keadaan sekitar dan apa yang terjadi di lingkungannya.
Jiang FengMian merasa aneh saat beberapa hari belakangan ini istrinya terlihat resah. Yu ZiYuan, meski terlihat masih bersikap seperti biasanya, masih angkuh dan arogan, tapi di mata Jiang FengMian, yang sudah hidup bersama hampir dua puluh lima tahun segala hal kecil apapun perubahan tidak akan luput dari pengamatannya.
Beberapa hari ini istrinya itu lebih sering keluar rumah. Biasanya memang begitu, tapi yang dilakukannya paling hanya mengobrol dengan Nyonya Jin atau mengajak putrinya berbelanja. Yu ZiYuan tidak punya banyak teman akrab. Sejak muda kebanyakan orang tidak tahan dengan sikapnya. Jiang FengMian ingat saat mereka masih kuliah, satu - satunya orang yang bisa dekat dan tahan dengan segala sikap wanita itu hanya Cangse SanRen.
SanRen menjadi satu - satunya temannya. Dan jika bukan karena SanRen juga dirinya tidak akan bisa mengenal Yu ZiYuan.
Sekilas kenangan masa lalu itu berkelebat di kepala Jiang FengMian. Pria itu melepas kaca mata bacanya dan memijat pangkal hidungnya keras. Tugasnya mengisi materi kuliah baru saja selesai. Para mahasiswa yang mengikuti kelasnya keluar satu per satu dengan tertib. Merapikan kertas dan buku di mejanya sebentar, Jiang FengMian menenteng bawaannya dan keluar dari ruangan paling terakhir.
Hari ini dia hanya mengisi dua kelas, jadi memiliki waktu istirahat yang cukup banyak. Jiang FengMian berniat untuk menjenguk Wei WuXian, tadi pagi Jiang Cheng memberi tahunya jika putra angkatnya itu hampir saja celaka. Wei WuXian hampir tertimpa balok kayu yang jatuh saat melintas di sekitar proyek pembangunan jika saja tidak ada yang menolongnya.
Wei WuXian memang anak yang hiperaktif, ceroboh dan teledor. Jiang FengMian jelas tahu hal ini. Itu sebabnya dia selalu merasa khawatir setiap Wei WuXian tidak berada di sekitarnya atau tidak memberinya kabar untuk beberapa lama. Sifat terlalu protektifnya ini kadang sering disalah artikan oleh istrinya yang selalu menganggap dirinya lebih menyayangi anak orang lain dibanding anak sendiri.
Pria paruh baya itu mengendarai mobilnya dengan tenang. Jalanan cukup ramai, padahal sudah lewat jauh waktu makan siang. Jiang FengMian sendiri belum mengisi perutnya sejak pagi. Hanya segelas kopi dan sepotong roti yang sempat dia nikmati. Perutnya terasa tidak enak, asam lambungnya mungkin naik. Jiang FengMian menepikan mobilnya di sebuah kedai mie, berniat membeli untuk dia bawa ke tempat Wei WuXian juga untuk dirinya sendiri.
Pria itu sedikit memainkan kunci mobilnya saat memasuki kedai, duduk di bangku plastik setelah memesan. Menghabiskan waktu tunggunya dengan memandangi jalanan. Mobil - mobil berseliweran tanpa henti. Orang - orang menyeberang di tempat yang di sediakan, dan mulai bergerak saat rambu penanda menyala. Seorang pria berdiri di pinggir jalan. Tepat di seberang kedai dimana Jiang FengMian berada. Penampilannya rapi dengan setelan jas dengan kancing terbuka dan tanpa dasi. Jiang FengMian tertarik untuk mengamatinya, sekedar mengisi waktu. Sebuah mobil berhenti tepat di depan pria itu, dan dengan santai pria itu memasuki mobil.
Jiang FengMian berdiri dari bangku plastiknya. Bukan karena mengenali pria itu, tapi dia merasa mengenal mobil yang berhenti dan membawa pria itu. Pria di seberang jalan segera memutar, menaiki mobil dari sisi satunya lagi, tidak lama mobil itu melaju pergi.
Semua kejadian itu tidak luput dari pengamatan Jiang FengMian. Pikiran dan dugaan aneh muncul di otaknya. Pria itu mengambil ponsel, menelpon seseorang yang seharusnya sedang berada di rumah sekarang, menunggu lama tapi panggilannya tidak juga terjawab.
"Tuan....''
Jiang FengMian sedikit terlonjak saat seseorang menepuk bahunya dari belakang. Pelayan kedai berdiri di belakangnya, menyerahkan pesanan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Soul that Wanders in Time
RandomWei WuXian baru menyadari bahwa jiwanya tidak sepenuhnya lengkap tanpa kehadiran Lan WangJi di hidupnya. Disc: MDZS by MXTX