18

2K 245 11
                                    

Lan XiChen menyeruput cairan teh di cangkirnya yang hampir kosong saat akhirnya mendapati Lan WangJi keluar dari kamarnya. Sulung Lan itu sudah menunggu lebih dari setengah jam sejak adiknya membawa pemuda Wei itu masuk ke kamarnya. Tentu saja Lan XiChen tidak berpikir macam - macam.

Pemuda yang mereka tolong itu terlihat tertekan. Lan XiChen baru sekali bertemu pemuda itu saat di rumah sakit, dia belum punya gambaran apapun yang sedang terjadi. Lan XiChen sudah menawarkan untuk mengantar Wei WuXian pulang, tapi pemuda itu hanya diam saja dengan Lan WangJi yang selalu memeluk bahunya. Dan akhirnya keduanya sepakat untuk membawa Wei WuXian ke GuSu, keduanya duduk di belakang, membiarkan Lan XiChen menyetir sendirian menahan rasa ingin tahunya. Dia akan menanyakan itu nanti setelah mereka sampai di GuSu.

Awalnya Lan bersaudara itu berniat langsung menemui pamannya, tapi karena mendadak mereka harus membawa Wei WuXian, keduanya memilih untuk ke rumah peninggalan orang tua mereka. Pamannya pasti tidak akan suka jika mereka membawa orang asing ke kediaman utama Lan.

Sesampainya di tujuan Wei WuXian masih enggan untuk bicara dan Lan WangJi menghormati itu. Dia bahkan merelakan kamarnya untuk di tempati Wei WuXian. Sedikit lega karena sekarang pemuda itu bisa beristirahat.

"Bagaimana?''

Lan XiChen mendorong satu cangkir teh ke depan adiknya. Teh yang sudah hampir dingin tapi Lan WangJi tidak memedulikannya. Pria itu menerima suguhan kakaknya dan meminumnya hingga cairan di dalamnya tinggal setengah.

"Apa yang terjadi padanya?''

Lan XiChen menggeser duduknya mendekati Lan WangJi yang berada tidak jauh darinya.

"Dia tertekan''

Satu alis Lan XiChen terangkat. Tentu saja dia bisa melihat hal itu. Yang ingin dia ketahui adalah penyebabnya.

"Aku tahu. Maksudku kenapa?''

Lan WangJi menatap lekat kakaknya. Dia jelas ragu untuk mengatakan apa yang sudah diceritakan Wei WuXian setelah perjuangannya untuk membujuk pemuda itu agar mau bercerita. Sesuatu yang cukup membuatnya khawatir.

"Kak, apa kau percaya padaku?'' Lan WangJi memajukan sedikit kepalanya, tatapannya begitu intens menatap kakaknya.

"Tentu saja. Aku selalu percaya padamu WangJi'' sahut Lan XiChen. Tidak ada keraguan sama sekali dalam ucapannya membuat Lan WangJi sedikitnya merasa lega.

"Kalau begitu Kakak harus percaya pada Wei Ying''

"Wei Ying?''

Lan WangJi mengangguk dengan sepenuh hati. Ada tekad di mata emasnya yang jarang sekali di lihat Lan XiChen. Terakhir kali Lan XiChen melihat tekad yang begitu besar di mata emas milik adiknya mungkin saat kedua orang tuanya masih hidup, itu sudah lama, bertahun - tahun yang lalu.

"Ya, pada Wei Ying'' pandangan Lan WangJi terarah ke pintu coklat yang tertutup rapat, dimana di dalamnya Wei WuXian berada.

Lan XiChen mengikuti arah pandang adiknya, lalu kembali menatap Lan WangJi, beberapa kali sulung Lan melakukan itu. Lan XiChen menghela napas, menghabiskan cairan dalam cangkir yang memang tinggal sedikit. Kalau Lan WangJi sudah memutuskan Lan XiChen mau mengatakan apa lagi.

"Apa yang dikatakannya?''

"Kau belum mempercayai Wei Ying'' sahut Lan WangJi.

"Aku mempercayaimu. Aku percaya apa yang kau yakini. Bukankah itu sama saja?''

Lan WangJi tentu sadar, dia tidak bisa memaksa kakaknya untuk percaya pada Wei WuXian. Kakaknya tidak mengenal pemuda itu, pun dirinya sebenarnya juga tidak sedekat itu dengan Wei WuXian hingga dia harus membela sebegitu kerasnya. Lan WangJi hanya tahu jika dirinya dan Wei WuXian memiliki ikatan yang belum selesai. Dan mungkin tidak akan pernah selesai.

A Soul that Wanders in Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang