Happy Reading!
Revised
"Naresha."
Ravindra mencoba untuk mengingat wajah Naresha. Dia seperti pernah bertemu Naresha sebelumnya, namun entah dimana. Naresha yang diperhatikan malah kesal sendiri. Dia kembali menunduk.
"Doyan banget nunduk," sindir Ravindra datar. Apa enggak sakit tuh lehernya?
Naresha berdecak keras. "Serah gue lah. Ngapain ngatur-ngatur, hah?!"
Ravindra langsung memijit pelipisnya. Pemuda itu bingung, langkah apa yang harus dia ambil selanjutnya. Aborsi beberapa kali terlintas di otaknya. Itu pilihan yang paling memungkinkan sekarang.
"Gue akan pikirin bakal gimana selanjutnya. Buat saat ini lo harus sembunyiin kehamilan lo. Ada mual-mual gak?" tanya Ravindra serius.
Naresha menggeleng lemah. "G-gak ada. Aneh ya? Apa gue gak hamil ya?"
Seperti ada secercah harapan di tengah ketidakpastian. "Ada kemungkinan testpack yang lo beli gak akurat, besok gue antar lo ke dokter kandungan. Kita cek kesana aja. Kan aneh juga, baru sekali lakuin tiba-tiba hamil." ujarnya.
"Gak malu apa sama dokternya?! Ya, lo sih masa bodo. Tapi, gue gak mau dikira ikut pergaulan bebas," ujar Naresha pelan.
"Jadi lo mau biarin kita kayak gini? Kalo lo gak hamil gimana?"
Naresha menghela napasnya. "Yaudah..." ucapnya pasrah.
"Gue mau pulang sekarang. Nanti tentang cek kandungannya lewat chat aja, gue udah capek." ujar Naresha lemas. Setelah marah-marah lama, akhirnya moodnya berubah lagi sekarang. Rasanya dia sudah kehilangan semua energinya untuk menangis.
"Gue yang anterin lo pulang," ujar Ravindra tiba-tiba.
"Gak usah!" tolak Naresha berani. "Gue gak tau lo bakal ngapain lagi. Gue gak berniat jadi cewek tolol lagi buat kedua kalinya!"
"Ck, serah lo," Ravindra langsung pergi meninggalkan Naresha. Lebih baik seperti ini daripada Naresha kelelahan marah-marah. Yang terpenting, kesehatan mental gadis itu harus dijaga agar tidak hancur semakin dalam.
Sedangkan, Naresha menatap ke arah perutnya dengan perasaan benci. Dia sangat benci janin sialan yang bersemayam di perutnya itu.
****
"Bagi korek dong," pinta Gevano kepada Ravindra.
Ravindra menyalakan rokoknya dulu sebelum memberikan korek kepada Gevano. Saat ini keempat cowok pentolan SMA Taruna itu sedang berada di rooftop sekolah. Bolos pelajaran tentunya. Sebenarnya, mereka ke sekolah tuh buat apa, ya?
"Panas banget cok, kayaknya matahari makin deket aja ya ke bumi." ujar Arka sambil mengipas wajah gantengnya dengan tangan. Maksudnya, lebih ke wajah sok gantengnya sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVINDRA [END]
Teen FictionKeputusan Ravindra untuk melupakan masalahnya di club malam itu, benar-benar sebuah kesalahan besar. **** Ibunya bunuh diri dan ayahnya suka melakukan kekerasan, membuat Ravindra tumbuh menjadi remaja yang tak terkendalikan. Tapi dunianya seakan ju...