CHAPTER FOUR.

128 20 6
                                    

"Tidak ada istilah garis takdir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak ada istilah garis takdir. Aku percaya orang yang pada akhirnya bersama kita, adalah orang yang kita pilih".
~Kim Jin Wook~
💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Judul lagu multimedia : Younha - A Drop of Tear Ost. kdrama Faith.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Kim Jin Wook sesungguhnya tidaklah seperti yang selama ini dirumorkan oleh orang-orang.

Dia bukanlah manusia berhati es yang tak memiliki perasaan sama sekali. Justru sebaliknya, semasa remaja dulu, ia dikenal sebagai sosok pemuda ringan tangan serta selalu peka pada sekitar.

Orang tua di lingkungannya tahu betul betapa baik hatinya lelaki tersebut. Ia bahkan rela membuang waktu belajarnya demi ikut membantu membangun rumah seorang kakek tetangga yang atapnya ambruk, akibat terkena badai ketika musim hujan lebat melanda. Dan kebetulan si kakek hidup seorang diri.

Namun, ia mulai berubah sejak kematian kedua orang tuanya, serta mengemban tugas mendadak menjadi pengganti mendiang ayah dan ibunya bagi si adik. Tapi bukan berarti hati Jin Wook lantas membatu, ia memiliki cara lain untuk menunjukkan kepeduliannya.

Itu sebabnya, ketika ia melihat penjahat kabur yang menjadi target timnya tengah menyandera seorang perempuan, ia memutuskan untuk bergerak dengan cepat.

Sejujurnya Jin Wook sempat bingung, ketika kapten Choi meminta semua anak buahnya untuk meletakkan senjata mereka, Jin Wook merasa ada yang aneh. Kemudian, saat melihat lebih seksama sosok sandera Jung Hae Mi, lelaki itu langsung tersadar. Kalau tawanan, target mereka sepertinya sedang sakit.

Jin Wook mengamati kulit putih wanita yang nampaknya seusia dengannya tersebut semakin memucat. Bibir tipis berwarna merah muda ranum miliknya bergetar hebat, seperti orang kedinginan. Lalu ia bisa mendengar, meski suaranya amat lirih juga terpatah-patah, tapi perempuan tersebut sepertinya mengalami sesak nafas.

Jin Wook makin yakin kalau sandera mereka memang mempunyai riwayat penyakit, atau sedang sakit.

Keyakinannya semakin diperkuat oleh ucapan yang terlontar dari mulut si sandera.
Perempuan itu jelas-jelas berkata kalau usianya tak akan lama lagi.

Dan Jin Wook akhirnya sadar, itu bukanlah jenis kalimat ancaman asal, bukan juga sejenis rasa pasrah yang biasa diidap para sandera ketika ditawan oleh penjahat. Sebaliknya, perempuan tersebut berusaha menunjukkan keberaniannya melalui kemarahan pada kata-katanya barusan.

Jin Wook mulai dilanda kepanikan, ia berusaha mengenyahkan bayangan kejadian beberapa bulan lalu saat ia masih ditempatkan di Busan. Ia mencoba fokus.

[COMPLETED] The Voice of the Spring: #01. Dwilogy the Season of the Voice. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang