CHAPTER FIVE.

125 17 5
                                    


💗💗💗💗💗💗💗💗.

Sebetulnya part ini adalah kesatuan dengan part sebelumnya namun karena terlalu panjang jadinya saya bagi 😂😂😂.
Selamat membaca semuanya. Semoga suka.

🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆🌆

Sepanjang hidupnya, Kim Jin Wook selalu menakar segala sesuatu dengan logika. Mulai dari pilihan hidup hingga masalah perasaan. Akan tetapi, saat ini, ia tak bisa menalar apa yang tengah ia rasakan dengan jernih.

Untuk pertama kali sejak sekian lama, Kim Jin Wook bisa begitu peduli pada kondisi korban (atau saksi) dari kasusnya. Bukannya dulu dia tidak perhatian, hanya saja, dia selalu berusaha membuat batasan demi profesionalisme. Namun kali ini, entahlah.

Dia tak bisa menjelaskan memakai logika mengapa ia berdiri di depan sebuah kamar rawat inap kelas VIP, nyaris selama satu jam hanya demi menunggui seseorang yang bahkan tak ia kenal seumur hidupnya.

Jin Wook sendiri bingung mengapa ia tidak pergi saja setelah memastikan satu kali kalau kondisi saksinya sudah dalam keadaan terkontrol, bahkan setelah egonya yang tinggi selangit itu baru saja dihantam oleh perbuatan seseorang.

Lee Seung Heon jelas-jelas tidak menyukainya. Ketika dirinya dan Choi Sang Hoo datang untuk mengecek kondisi Yoon Ha Na, pria itu segera keluar dari dalam UGD, membentak Jin Wook serta memaki bahkan mengancamnya.

"Nama anda Kim Jin Wook bukan. Jika hal buruk sampai terjadi pada Ha Na ke depannya, jangan harap hidupmu di Kepolisian bisa tenang dan damai"

Melayangkan tatapan penuh amarah diikuti tekad dalam sorot matanya.

Jin Wook bisa saja membalas ucapannya, membela diri atau bahkan berkata kalau sikap atasan barunya tersebut sangat tidak profesional. Namun ia menahan diri. Bukan karena takut, melainkan, Jin Wook memahami tindakan lelaki tersebut.

Jika Jin Wook berada di posisi Seung Heon, dan  Yoon Ha Na adalah adik perempuannya, ia pasti akan melakukan hal serupa. Atau bahkan lebih parah lagi.

Sang Ho meminta Jin Wook agar bersabar, setelah mendapatkan kepastian situasi kesehatan Ha Na, Sang Ho mengajak pria tersebut kembali ke kantor untuk membuat laporan resmi. Akan tetapi, Jin Wook justru menjawab.

"Timjangnim kembalilah dulu, aku akan berada di sini untuk sementara".

Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Jin Wook, kali ini berasal dari dorongan hatinya.

Sang Ho seakan memahami perasaan juniornya, dan memutuskan kembali sendiri ke kantor tanpa Jin Wook.

Lalu di sanalah dia. Terus menunggu dari proses Ha Na dipindahkan ke UGD ke kamar rawat inap. Diam-diam mengamati di balik celah di sudut tirai kaca jendela luar yang  cukup untuk netranya melihat.

Wanita itu terbaring lemah di atas ranjang pasien. Wajah cantiknya pucat pasi, selang ditanam bukan hanya di satu tangan melainkan dua sekaligus. Nafasnya masih terdengar berat serta putus-putus. Ada satu alat yang diletakkan dekat leher serta dadanya untuk mengamati pergerakan detak jantungnya.

Lidah Kim Jin Wook terasa pahit, dan dia tahu tidak ada kaitannya dengan kopi yang terlalu banyak ia minum tiap pagi. Ada rasa pedih aneh merambat di ulu dadanya.

[COMPLETED] The Voice of the Spring: #01. Dwilogy the Season of the Voice. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang