CHAPTER EIGHTEEN.

87 14 4
                                    

Ketika membuat part ini, saya membayangkan lagu Arcadenya Duncan bakal cocok banget untuk menggambarkan dari sisi Jin Wook. Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Warm and Regards 💕
.
🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌

" Izinkan aku menggenggam tanganmu, meski ini untuk terakhir kalinya" - Kim Jin Wook-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Izinkan aku menggenggam tanganmu, meski ini untuk terakhir kalinya"
- Kim Jin Wook-


🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌

Kim Jin Wook selalu tahu kalau batas keberaniannya terkadang di ambang kewarasan, dia sadar kadang kala tingkahnya bagai seorang manusia yang tidak takut pada apapun, itu sebabnya Jin Wook memilih profesi sebagai seorang polisi. Dia dipandang sangat pantas menjalani pekerjaan tersebut akibat sifat keras kepala, namun gigih dan selalu mengedepankan logikanya.

Tapi semua itu rupanya tak bisa dia aplikasikan secara keseluruhan pada hidupnya, sebab ada satu hal dalam dunia Jin Wook yang kini mulai terjungkir balik serta sulit di nalar secara logis. Hal itu bernama. Yoon Ha Na.

Sejak awal, segala macam insiden yang terkesan bersifat terlalu kebetulan selalu mempertemukan mereka. Dalam berbagai situasi serta kondisi.

Yoon Ha Na dijadikan sandera oleh penjahat yang kebetulan ia kejar. Kemudian penjahat tersebut mencoba bunuh diri dan dirawat di tempa sama dengan Yoon Ha Na, mereka kembali bertemu. Kejadian-kejadian berikutnya sebetulnya lebih seperti rancangan yang Jin Wook pilih sendiri. Semestinya dia bisa memilih tidak menjadikan Ha Na saksi dalam kasusnya, namun Ha Na bersedia dengan senang hati.

Lalu. Pada suatu siang itu ketika keduanya kembali bertemu untuk pertemuan berikutnya sebuah kalimat meluncur dari bibir mungil Ha Na.

"Mari kita berteman. Kim Hyeongsa".

Ini pertama kalinya sejak sekian lama seorang lawan jenis mengajak dirinya untuk berkawan. Selama ini hubungan yang terjalin antara Jin Wook serta perempuan single lainnya lebih ke arah rekan kerja, dan jikapun ada keinginan dari pihak bersangkutan untuk meminta lebih, Jin Wook akan selalu menolaknya. Semua dikarenakan orang itu. Namun kali ini....segalanya tampak berbeda.

Yoon Ha Na. Wanita bermata sendu dan berwajah pucat, yang memiliki hati secantik parasnya, namun bernasib kurang beruntung karena penyakit kronis bawaan sejak lahir, tengah menatapnya. Senyum tulus terbit melalui bibir mungil tipis merah muda itu. Sepasang iris hazel perempuan tersebut dipenuhi sorot keyakinan.

Jin Wook tak langsung menjawab permintaan Ha Na saat itu, akan tetapi ekspresi Ha Na entah kenapa terus terbayang dan melekat dalam benak si letnan. Mengikutinya ke manapun dia pergi. Mau itu ke kantor, saat tengah berada di lapangan dalam proses meringkus penjahat, dan puncaknya adalah ketika berada di rumah.

Menurut adik perempuannya, Jin Wook mendadak jadi suka aneh. Melamun sendiri di depan kaca. Salah memasukkan garam ke dalam kopi buatannya. Dan terakhir nyaris membakar dapurnya sendiri. Merasa tidak tahan lagi, si adik memutuskan untuk bicara padanya pagi itu, saat mereka hendak berangkat bekerja.

[COMPLETED] The Voice of the Spring: #01. Dwilogy the Season of the Voice. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang