CHAPTER TWENTY EIGHT.

77 13 3
                                    

"Makanlah apa yang ingin kamu makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makanlah apa yang ingin kamu makan. Cintailah sepuasnya orang yang kamu cintai. Hiduplah seakan ini hari terakhirmu".
- Kim Jin Wook -

🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌

Lee Seung Heon mendatangi Kim Jin Wook tepat sebelum shift mereka berakhir, mengajak lelaki itu bicara berdua saja di halaman belakang kantor. Keduanya menjadi dekat belakangan, meski banyak orang curiga kalau Jin Wook menjilat si wakil sub.unit, namun rekan-rekan satu tim si Letnan dua merasa lega karena keduanya sudah berbaikan. Itu artinya mereka tak akan mendapat pelototan tajam lagi setiap tengah membuat kesalahan atau bahkan ketika melakukan hal benar.

Seung Heon menawarkan sekaleng kopi hitam dingin pada Jin Wook, pria itu menerimanya diikuti jutaan ekspresi bercampur jadi satu. Tampak jelas di kedua matanya. Mereka duduk pada sebuah bangku kayu berpelitur.

Keduanya duduk dalam posisi berbeda, namun sama-sama memandang lurus ke depan. Terdengar suara dentingan logam ketika mereka membuka penutup kaleng secara berbarengan, lalu menenggak minuman tersebut pada satu momen sama. Ada keheningan sempat menggantung di udara hingga Lee Seung Heon jadi orang pertama berbicara.

"Besok Ha Na keluar dari rumah sakit pukul sebelas siang" tukas Seung Heon.

"Ya. Saya sudah tahu" jawab Jin Wook. Terdengar tenang.

Seung Heon meletakkan kaleng kopi miliknya di antara mereka. "Kamu akan menjemputnya kan? Aku sangat sibuk sampai sore karena persiapan rapat regional".

Jin Wook menolehkan kepalanya, ada rasa terkejut menyelip di hati. Kadang Jin Wook suka bingung pada sikap atasan sekaligus seniornya tersebut, dia jelas-jelas yakin sejuta persen kalau Lee Seung Heon menaruh rasa mendalam pada Yoon Ha Na, akan tetapi pria itu justru mendukungnya. Apakah ini bagian dari sebuah rencana atau?.....

Lee Seung Heon memalingkan muka, menatap Jin Wook tepat di kedua iris mata. Saat itulah Jin Wook menyadari, kalau Seung Heon tak memiliki maksud lain dibalik semua tindakannya.

Jin Wook selama ini selalu bertahan hidup dengan insting kuat serta tepat, selama 34 tahun dia sangat jarang salah menilai seseorang. Sekarang, Jin Wook begitu yakin kalau Seung Heon memang tulus terhadap ucapan juga tindakannya. Meski begitu, dia penasaran.

"Jangan buat Ha Na menunggu. Dia telah menanti selama bertahun-tahun untuk bertemu seseorang sepertimu, jadi jangan kecewakan dia. Terlebih, kita sama-sama tahu bagaimana kondisinya sesungguhnya...".

Jeda sejenak. Seung Heon mengalihkan pandang sesaat. Jin Wook bisa menangkap kilat sedih di kedua mata lelaki itu. Hal sama yang selalu ia rasakan setiap mengingat fakta soal kondisi Yoon Ha Na.

"Kamu pasti paham maksudku" Seung Heon kembali meletakkan atensinya kepada Jin Wook.

"Ara. Besok, saya memang berencana untuk mengantarnya pulang" jawab Jin Wook.

[COMPLETED] The Voice of the Spring: #01. Dwilogy the Season of the Voice. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang