Bab 12

64 24 5
                                    


Masjid Harun Aliyah Kota Citra Graha Banjarbaru menjadi tempat bertemu antara Syafi'i dan Ardi--ketua BlackDark dari masa SMAnya hingga masa bangku kuliah sekarang. Dikata geng legendaris ini mati? Jawabannya salah besar. Mereka tetap ada dan masih berdiri kokoh. Kabar itu hanya pengalihan sementara selama pengusutan tragedi 367 dua tahun lalu.

Mesjid dengan nuansa kekinian yang di apit beberapa rumah itu tampak lenggang. Mereka duduk di pelataran mesjid setelah sempat masuk menunaikan salat tahyatul mesjid. Sebelum sampai ke mesjid yang dibangun oleh Bapak Harun ini ada danau sedang dengan pemandangan cukup hijau. Seluruh bangunan yang berdiri kokoh di sekelilingnya sangat tertata rapih. Kota kecil yang berada di dalam lingkup Kota Banjarbaru.

Tak jarang Kota kecil ini dijadikan spot foto oleh anak muda sekitarannya. Selain rapih, lingkungannya pun ramah dan bersih. Tak jauh dari mesjid itu berdiri, ada sebuah bangunan yang sudah mulai setengah terbentuk.

Bangunan itu nantinya akan dijadikan rumah sakit besar, dan sudah banyak dana yang terkumpul untuk melanjutkan pembangunan bangunan kesehatan itu. Kabarnya pun sangat didukung oleh guru-guru setempat. Apalagi konsep kamar rawat inapnya dan brangkar-brangkarnya bakal langsung dibikin menghadap arah kiblat, memudahkan orang yang sakit untuk beribadah.

"Kesibukan lo sekarang apa, Fi?"

Jika Syafi'i kerap memegang benda keramat yang menjadi bahan makanannya sehari-hari, kali ini ia memasukkannya ke dalam tas. Ia tahu bagaimana bersikap dengan panutannya.

Ia berdua nampak kompak dengan jaket hitam bermotif air terjun di punggung. Air sendiri bermakna lembut dan dingin. Semua anggotanya patuh dan tak ada yang membuat onar kecuali ada yang memang cari masalah.

"Gue tetep di belakang Di, gue nggak mau."

Tertolak lagi, itulah definisi suruhan Ardi. Sudah beberapa kali ia menyuruh Syafi'i mengambil tempatnya. Tapi tetap saja cowok tinggi kurus itu bersikeras menolak.

"Lo ada masalah?"

Sedikit menampilkan ekspresi terkejut, Syafi'i tertawa hambar. "Gue nggak pernah punya masalah. Kecuali gue anggap masalah."

Ardi maupun Syafi'i menatap lurus kepada pagar tinggi berwarna hijau pudar, siang ini cuaca sangat cerah hingga langit menampakkan warna biru yang sangat indah dipadukan awan putih tebal. Sesuatu yang sangat lumrah dinikmati, tapi tak pernah bosan.

Lama terdiam membiarkan angin meniupi keduanya. Ardi menoleh mendapati Syafi'i tersenyam-senyum.

"Ngapain lo senyam-senyum?"

Tertangkap basah, dibahas pula! Apes. Syafi'i mengatup mulutnya dan hanya menjawab lewat tatapan.

"Jangan irit ngomong deh Fi, lo bukan motor babehnya Anggia." Ardi mengutarakan perasaannya seadanya. Cowok dengan mata bercelak hitam itu melepas jaket. "Gerah juga ternyata."

Kelakuannya diikuti oleh Syafi'i. Mereka berdua meletakkan jaket kebanggaan BlackDark di bahu. Kesan tajam dan mencekam sangat erat pada Ardi, apalagi cowok kuliahan itu memakai hiasan celak mata, membuat pandangannya semakin tajam. Sedangkan Syafi'i tampak santai dengan sorot mata sayu.

"Gue punya sifat yang dikenal budak HP di sekolah. Tau lah kenapanya. Mereka tuh menilai gue apa adanya. Emang anak-anak tengil sih." Syafi'i tertawa garing. "Gue nggak bisa tiba-tiba jadi ketua. Yang ada anak BD bubar. Masa orang kayak gue naik? Apa kabar temen sekelas gue nanti?"

"Lo sih 2 tahun nggak sekolah. Makanya lo berteman sama bocah. Tapi bocah-bocah gitu kalau berantem adu fisik men." Ardi merangkul Syafi'i.

"Ya mau gimana? Udah terjadi. Liat mereka bucin-bucinan berasa menampar bro. Nggak kepikiran dulu gue kayak gitu juga."

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang