Bab 37

34 14 35
                                    

-Bab 37 MadSya-

Dari hujan kubelajar semua akan indah meski tidak bersama mentari.

Kadang, ada sesuatu yang rasanya tiba-tiba. Tapi percayalah, itu semua sudah ditetapkan oleh Allah pada Lauhul Mahfudz-Nya.

(Muhammad Syafi'i)

-Bab 37 MadSya-

Warung bakso

Shofia dan Maria berlari hingga berhenti di tengah-tengah warung bakso. Mereka menggosok-gosok baju yang basah karena hujan semakin lebat menghantam bumi.

"Mang, numpang berteduh." Shofia meminta izin pada pemilik warung yang baru keluar dari rumah. Mamang bakso itu menyangka ada pelanggan. Tapi ternyata hanya orang berteduh. Ya sudahlah. Rezeki sudah diatur oleh Allah, pikirnya. Ia pun berbalik hendak masuk.

"Mang ... baksonya dua mangkok," ujar Maria sembari mengedarkan pandangan. Warung sederhana berbalut kayu rotan dengan meja dan bangku plastik tersusun rapi. Derasnya hujan membuat sebagian bangku yang tersusun dekat dinding menjadi basah. Maria tersenyum iba dengan tempat ini. Demi sesuap nasi dari kalangan bawah itu sangat berarti.

Senyum Mamang bakso mengembang sempurna. Alhamdulillah. Ia pun mengangguk dan mempersilahkan keduanya untuk menunggu. "Silahkan masuk ke pelatar ding, di sini basah."

Maria menarik Shofia agar duduk lesehan di atas pelataran yang dihiasi satu meja dengan alas karpet.

"Tapi aku nggak bawa uang, Mar. Kamu aja ya." Shofia mengulum bibirnya sambil cengar-cengir.

"Ah kamu kayak sama siapa aja. Aku kan anak sultan. Gampang, daripada masuk angin, mending kita makan yang berkuah-kuah."

"Ngerepotin loh inih." Shofia mengambil tempat di sebelah Maria yang sudah menyandarkan punggung ke dinding.

"Udahlah. Mau kagak aku traktir."

"Mau sih mau. Tapi kagak sering juga."

Shofia itu orangnya sungkan dan sering kepikiran jika dibelikan ini-itu oleh teman terdekat. Ia belum terbiasa dengan pergaulan anak zaman sekarang yang katanya 'kalau ada yang gratisan kenapa ditolak?' . Ia sadar bukan dari kalangan berada, jadi tidak boleh memanfaatkan keadaan.

"Eh, Kak Filza lanjutin kuliah di mana?" Maria merubah topik obrolan.

"Katanya sih kemarin udah survey UI. Mungkin dia mau ke sana. Horang berduit mah bebas ya 'kan," jawab Shofia diiringi kekehan. Huh orang berduit sangat enak sekarang. Ia terdiam singkat memikirkan dirinya yang jajan saja kadang-kadang. Mungkin lulus SMA dengan paket beasiswa sudah sangat tinggi untuk ukuran masyarakat Shofia.

"Orang berduit nggak ngejamin juga Shof. Tapi sekarang semuanya butuh duit. Gitu doang sih." Maria mengeluarkan uang untuk membayar makanan mereka.

Mamang bakso mendekati mereka dan menyerahkan dua mangkuk bakso yang berisi setengah.

"Lho Mang ... kok setengah doang? Harusnya 'kan penuh."

Mamang bakso yang dikisar 30 tahunan itu nyengir sembari menggaruk dahinya yang tak gatal. "Ini kan emang porsi di sini. Harganya juga lima ribu doang."

"Lima ribu?" ulang Maria.

Mamang bakso mengangguk.

Shofia memilih diam saja karena tak enak jika menengahi Maria yang sudah bersedia meneraktirnya. Gadis itu menahan senyumnya saat ditatap oleh Maria.

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang