Bab 36

41 15 43
                                    

-Bab 36 MadSya-

Penderitaan itu bukan oleh sebab kepergian orang yang kita cintai, melainkan sebab hati kita yang ikut pergi bersama orang yang kita cintai.

(Suara Hati All Admin Mutiara Aswaja Ma'is - Ustadzah Syarifah Zahratusyifa Al-Atthos Lc.)

-Bab 36 MadSya-

  Setelah bel terakhir berbunyi, semua siswa perlahan meninggalkan tempat duduknya.  Awan kelabu menghitam sudah setia bertengger manis di atas sana, membuat sebagian dari siswa SMA Trisakti 1 cepat-cepat ingin sampai tanpa kebasahan.

Angin sedang berhembus menggoyang dedaunan menghiasi suara khas sebelum hujan turun. Perlahan suara guntur dan derap halilintar mewarnai siang itu.

Semuanya berbondong-bondong pulang menyisakan beberapa satpam, beberapa anak yang kebagian piket dan Syafi'i yang enggan berdesakan.

Laki-laki itu keluar setelah kelas benar-benar sepi, hanya tinggal dirinya dan beberapa orang yang bertugas membersihkan kelas. Luka di keningnya mengering tanpa harus diobati. Luka-luka itu sudah biasa ia dapatkan. Bahkan dulu, ia pernah mengalami luka sayatan di punggung dan dibiarkan hingga sembuh secara perlahan.

Suara guyuran hujan menghentikan langkah Syafi'i di koridor SMA Trisakti 1. Ia menatap sendu pada hujan yang turun dengan deras. Ingin ia mengeluarkan HPnya untuk mengusir rasa bosan. Akan tetapi kilat semakin membabi buta, ia pun mengurungkan niat dan berakhir bersandar pada tiang di dekat mading.

Syafi'i menghela napas dan memasukkan kedua tangannya pada saku hoodie. Ia mengedarkan pandang pada beberapa anak murid yang sedang menyapu sembari menggerutu kesal karena hujan membuat mereka berlama-lama di sekolah.

Syafi'i mengatup mulutnya dan memilih duduk. Ia mengeluarkan secarik kertas, pulpen serta tipe x untuk menulis sesuatu di sana. Tangannya menari lincah di atas kertas hingga tak menyadari Filza sudah berdiri di hadapannya.

Filza bersedekap dada. Laki-laki berstatus Ketua Osis itu menatap tak suka pada apa yang dikerjakan oleh Syafi'i. Menurut pemikirannya, jika Syafi'i tak memegang HP, Syafi'i akan menulis surat untuk Shofia. Sebegitu tak bergunanya 'kah Syafi'i itu?

"Ekhem."

Syafi'i menghentikan pergerakan tangannya dan mendongak. Detik itu juga kertas yang ia tulis dirampas oleh Filza.

"Tumben lo belajar." Filza memperhatikan beberapa angka di kertas itu. Menurutnya angka itu dari bagian rumus-rumus Fisika atau Matematika. Ia mengembalikan kertas itu setelah ia remas. "Jangan bilang lo bakal nulis surat keenam? Kalau lo berani, gue jamin keluarga lo kena akibatnya."

Filza melempar kertas itu tepat pada wajah Syafi'i. Syafi'i hanya menatapnya sendu tanpa tertarik ingin bicara. Sudah berulang kali kubilang, Syafi'i itu terlalu sulit untuk berbicara selain pada Shofia.

Filza menarik lengan Syafi'i hingga cowok itu berdiri dari duduknya. "Pulang bareng keluarga gue yuk ... eh, keluarga kita." Filza menarik-narik Syafi'i layaknya seorang adik yang memaksa kakaknya. Mereka memang kakak-adikkan?

Mobil sedan putih menghalau mereka dari kejauhan pandang. Seorang gadis langsung turun dari mobil itu dan langsung berlari menghindari ribuan rintik hujan yang turun. "Abaaaang!"

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang