Bab 39

39 15 36
                                    


-Bab 39 MadSya-

Ada banyak luka yang ditebar hanya untuk memastikan kau layak hidup dan bersyukur.

(Maryam367)

-Bab 39 MadSya-

  "Pagiku cerahku, kuntilanak bersinar, kugendong beban hidupku ... di pundak. Selamat pagi semua, kuntilanak bernyanyi berdendang tak menentu terserah aku."

"Ketika mempimu yang begitu indah tak pernah terwujud, ya sudahlah. Apapun yang terjadi, Syafiq selalu ada untukmu. Janganlah kau bersedih nangis aja tak apa-apaaa. Apapun yang terjadi, kukan selalu ada untukmu."

Begitulah suasana di rumah Syafi'i pagi itu. Siapa lagi kalau bukan kembaran si ubin masjid yang bernyanyi lagu anak TK dan lagu dari Bondan Parakoso berjudul Ya Sudahlah. Suaranya melengking naik tanpa mempedulikan telinga tetangga yang sakit karena Syafiq sangat semangat pagi ini.

"Dengarkanlah bernyanyi lalalala ayeyeye. Yeah!"

Syafiq keluar dari kamarnya dengan seragam rapih. Seperti SMA Trisakti 1, SMA Bakti Bangsa pun sedang melakukan ujian kenaikan kelas. Tas ia tenteng dengan tangan kanan.

"Lapor komandan! Syafiq hari ini harus berangkat pagi-pagi karena mengikuti ujian sejarah!"

Saniyah yang berpapasan dengan anak yang satu itu hanya bisa menggeleng sembari terus melangkah ke ruang depan. Ia membawa sepiring donat hasil mahakaryanya dan segelas teh. "Kasian Pak Amat setiap pagi dengar lagu kagak jelas kamu Fiq."

"Ayemah Ibu. Yang penting diri sendiri dulu bahagia."

Di sofa Syafi'i berbaring miring menghadap meja. Beberapa kali hembusan napasnya memberar, tatapan menerawang ke berbagai arah tapi tak bisa menemukan titik terang kenapa pikirannya sekalut ini. Permasalahan sekolah, beasiswa, ibu dan Syafiq belum tahu dia dikeluarkan, Shofia, ayahnya. Ah dan yang paling miris, beberapa akun pribadinya dibobol oleh orang tak bertanggung jawab. Hampir semua aktivitas HPnya Syafi'i dikendalikan oleh orang lain membuat dirinya harus mematikan benda itu untuk menghindari hujatan berlanjut.

"Kamu nggak sekolah?" tanya Saniyah pada Syafi'i. Ia meletakkan piring itu di meja. Merasa tak dijawab, Saniyah menyentuh pundak Syafi'i yang sedikit panas.

"Fi'i ... kok belum mandi, kamu sakit?" Saniyah mempertanyakan hal lain setelah sadar anaknya belum siap-siap ke sekolah.

"Fi'i mah gitu Ibu."

"Gitu gimana?" perjelas Saniyah.

"Sakit kali." Syafiq ikut-ikutan mencek suhu tubuh Syafi'i. Sedikit lebih tinggi dari tubuhnya. "Kalau sakit bilang Fi'i. Kebiasan diam mulu jadi gini deh."

Sebuah benturan menghantam hati Syafi'i atas perkataan Syafiq yang bicara tentang keformalan seorang Syafi'i. Tapi ia malah menjabarkannya pada beberapa masalah yang sedang ia hadapi. Andai bisa menyelesaikan masalah tanpa perasaan, mungkin rasa-rasa lain tak akan bermunculan.

"Baik-baik aja 'kan?" tanya Saniyah mulai cemas.

Syafi'i tersenyum layu. Baik-baik saja membuatnya menjadi pribadi tertutup. "Ya, Fi'i baik-baik saja. Fi'i cuma nggak datang aja ke sekolah hari ini."

"Alamak! Bukannya seluruh siswa wajib hadir di ujian kenaikan? Jangan bilang lo mau tinggal di kelas 2? Pikirin umur Fi'i."

"Fiq, mending kamu berangkat sekarang. Jajannya jangan berlebihan ya," pesan Saniyah.

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang