-Bab 41 (Flashback) MadSya-
Satu-satunya yang menguatkan kita ketika terpuruk adalah keyakinan yang kuat bahwa sesuatu sudah ditakdirkan Allah dan kehidupan akan tetap berjalan dengan semua kejadiannya.
(Habib Umar bin Hafiz)
-Bab 41 (Flashback) MadSya-
kediaman Albian Filza BiantaraHari Minggu memang diluangkan oleh Qusyairi di rumah saja menemani seluruh keluarga tercintanya. Baik hanya di rumah ngobrol atau akan jalan-jalan bersama. Karena kesibukan Qusyairi yang fullday tak jarang keluarga mereka mengadakan kesepakatan-kesepakatan kecil untuk menghabiskan waktu bersama.
Gadis 14 tahun, Albian Hafna Biantara, baru saja dijemput oleh temannya untuk menyelesaikan tugas kelompok yang akan dikumpulkan Senin besok.
Jadinya, kedua orang tua itu hanya duduk-duduk santai diselingi obrolan seputar kerjaan, aktivitas rumah, anak, dan beberapa ungkapan diri sendiri selama hidup.
Sedangkan Filza masih bergelung di kamar karena sangat lelah semingguan ini beraktivitas. Hari Minggu untuknya hari tidur dari jam 8 pagi hingga jam 2 siang. Maklum, acara kesehariannya memang agak padat.
Merasa haus, Filza turun ke bawah untuk mencari air. Tak terbesit ingin menguping, Filza menyelonong ke arah dapur. Dania dan Qusyairi pun tak memperhatikan sekitar sehingga tak tahu jika Filza sudah bangun.
Filza membawa gelas berisi penuh air dan melewati tangga lagi yang di bawah sana masih dalam keadaan ngobrol ringan.
"Kakak ada silaturahmi ke sana? Bagaimana sekarang mereka, Kak? Apa masih sama saja?" tanya Dania pada Qusyairi. Jika mereka hanya duduk berduaan, maka sapaan Ayah dari Dania akan berubah menjadi Kakak.
Mereka? Filza memelankan langkah dan berhenti di atas tapi masih bisa mendengar mereka berbicara.
"Ya, kita sering membahasnya jika berdua. Masa lalu yang rumit untuk kita berempat," jawab Qusyairi santai.
Berempat? Masa lalu? Bukankah hanya bertiga? Ayah bundanya dan ibunya Syafi'i saja kan? pikir Filza.
"Dulu kita terlalu makan omongan tetangga hingga kita berdua memutuskan pergi dari mereka dan hidup bersama," urai Dania dengan tersenyum hambar. Sehambar masa lalunya dengan Malik.
"Ya, kita yang salah dan anak-anak kita yang jadi korban. Kita orang tua macam apa coba? Meninggalkan anak-anak dan keluarga yang menyayangi kita."
Mereka saling menguatkan sebelum percakapan lebih pilu dari yang mereka rasa.
"Dan kita dengan entengnya menuduh mereka selingkuh dan kita pergi bersama. Sedangkan mereka memilih hidup masing-masing dengan beban anak. Memikirkan itu, mungkin aku nggak mungkin kuat saat mengasuh Filza dan Hafna, Kak. Tapi ya mau gimana juga seorang anak harus punya figur ayah dan ibu. Anak-anak kita di sana kayaknya berat deh. Egois sekali."
"Untuk masa lalu memang sesulit itu di beberapa kategori orang arogan kayak kita. Tapi sekarang kita saling mencintai, bukan? Mereka hanya bagian masa lalu kita berdua. Kalau kita ingin kembali pada masa lalu, bagaimana dengan buah cinta kita, Hafna?"
"Selama 17 tahun pisah, baru satu kali aku liat ayah dan anakku, itupun di rumah sakit. Sebenarnya aku sayang nggak sih sama anak itu?"
"Sayang kok. Buktinya kamu menyayangi Hafna, dia juga 'kan perempuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MadSya [Selesai]
Teen Fiction●Bismillah, follow akun Author terlebih dahulu.● -MadSya- Yang diam bukan berarti tak bergerak. Bagaimana jika pengagum rahasiamu berkeliaran di sekitarmu? Si-kaya saja bisa memiliki kisah cinta. Maka si miskin pun juga memiliki hal yang sama. Muham...