Bab 21

39 19 10
                                    

Halaman belakang sekolah terlihat sepi dengan dedaunan yang berserakan di tanah. Sebagian diterpa angin hingga daun-daun kering itu terangkat ke atas dan mendarat lagi.

Shofia berduduk di kursi besi panjang dengan dua buah kotak lebih besar dari tangannya. Kotak-kotak itu ia hias dengan dua pita berbeda.

Ia tersenyum kecil memperhatikan dua kotak yang akan segera mendarat pada pemilik aslinya. Mengingat Syafi'i akan datang. Hal pertama yang harus ia ucapkan adalah ...?

Shofia menjawil hidungnya beberapa kali. "Gimana ya?" Ia berpikir keras untuk menemukan topik yang pas dengan keadaan Syafi'i yang dingin.

Ia tersenyum lagi mengingat beberapa moment kebersamaannya dengan Syafi'i. Meski tak terkesan spesial, moment itu ia simpan dalam ruang otaknya dengan rapi sebagai kenangan masa SMAnya.

30 menit berlalu dengan kesunyian membuat Shofia beberapa kali mengecek HPnya, atau lebih tepatnya mengecek nomor HP Syafi'i.

Mana ya? batinnya.

Mata teduh itu berubah sayu dan lelah dengan keadaan sekarang. Apa dia nggak mau nemuin aku? Bukannya mau perhatian atau apa! Ini cuma buat ngasih ucapan selamat ulang tahun doang kok.

"Ini termasuk murahan kali yak jadi perempuan? Lha iya, Astaghfirullah!" ujaran itu tak ayal membuat Shofia berhenti menunggu Syafi'i.

Bosan menunggu, Shofia meletakkan dua barang kecil dan menuliskan sesuatu di sampingnya. Ia melirik kecewa dengan keputusan yang dibuat Syafi'i, tak menemuinya.

"Ya, mau gimana lagi. Ya udah deh, lebih baik pulang."

Melirik sekilas benda kecil di bawah sana. Dua kotak yang menjadi alasannya untuk bertemu Syafi'i. "Tunggu aja kali ya, 5 menit lagi?" ucapnya ragu-ragu. Ia pun kembali duduk menatap dedaunan berdansa ditiup angin. Kakinya bergerak gelisah tapi tak membuat mulut kecilnya menyumpah-serapah.

Tak jauh dari sana, ada Syafi'i masih bersembunyi dan memperhatikan dari kejauhan apa saja yang dilakukan oleh gadis itu. Ia bersembunyi dengan hiasan senyum getir.

Bukannya ia tak ingin kesana, tapi hati kecilnya berontak jika terus mengiyakan ajakan tersebut. Tak enak hati kepada Tuhannya.

5 menit setelah perkataan Shofia tak terjadi apa-apa. Syafi'i masih di tempatnya dan Shofia masih duduk di bangkunya lelah.

Shofia dirundung kecemasan mendalam hingga berani menelepon ke nomor Syafi'i. Telepon sang lelaki itu bergetar, ia tersenyum getir dan hanya mengabaikannya. Meski ini yang terbaik, Syafi'i juga tak tega melihat Shofia terlalu lama menunggunya. Ia terlihat seperti pacar yang menunggu kekasihnya serta takut kekasihnya selingkuh di belakangnya.

Kisahnya tak seperti itu. Bahkan, menyapa dan saling bicara saja di antara keduanya hampir tak ada kesempatan. Apalagi tentang pengungkapan rasa?

Dengan segala tenaga yang tersisa, Shofia perlahan bangkit dan meninggalkan halaman belakang. Dapat dipastikan, ia sangat sedih karena tak bisa bertemu dengan Syafi'i dan tak dapat mengutarakan niat baiknya. Yaudah deh, dia kan katanya nggak bisa bersosialisasi sama manusia. Akunya sih geer!

Setelah kepergian Shofia. Syafi'i keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri sesuatu benda yang tergeletak di bangku sana. Semakin dekat, semakin jelas benda kecil itu. Sebuah kotak kecil berpita merah dan biru, di sisi kanannya ada tulisan kecil.

Syafi'i mengangkat keduanya dan membaca tulisan tangan Shofia. Tulisan yang rapi juga khas. "Selamat milad." Ia menggoncang-goncangkan keduanya. Terdengar suara benturan kecil dari isi tersebut. "Untuk Syafi'i." Ia juga membaca kotak kecil dengan pita merah. "Untuk Syafiq."

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang