Bab 11

65 23 0
                                    


-Bab 11 MadSya-

Aku berbeda, jangan samakan aku dengan orang lain. Begitupun rasaku kepada kamu. Jika kamu merasa tak pantas disukai, maka aku orang pertama yang menyukai kamu, Fia.
(Muhammad Syafi'i)

Orang yang paling bahagia bukanlah orang yang memiliki hal-hal yang terbaik, tetapi mereka yang mampu berusaha menjadikan yang terbaik untuk segala yang ada di hidupnya.
(Grup Kalam Mutiara)

-Bab 11 MadSya-

Di pagi yang cerah, Shofia sudah menginjakkan kaki pada koridor SMA Trisakti 1. Tak lupa tangannya menenteng sekeranjang nasi kuning yang akan dititipkan di warung Bu Nur.

Berjilbab sepinggang dengan almameter biru tua sudah menjadi seragam wajibnya di sekolah. Mereka tau betul siapa Shofia, gadis 17 tahun dengan modal beasiswa mampu menduduki bangku Osis. Sesuatu yang jarang sekali terjadi pada SMA Trisakti 1.

Pagi ini suasana koridor tampak berbeda. Segerombol anak lelaki kompak memakai jaket hitam bermotif air terjun. Sebagian dari mereka menyampirkan di bahu, sebagian memakainya dengan resleting terbuka, sebagian lagi melingkarkannya di pinggang dan leher. Jaket hitam couple itu sontak membuat Shofia memicingkan mata, kabar apa yang Shofia tak tau hingga mereka kayak pentolan sekolah yang suka tawuran.

"Shof ... nasinya dong, buat sahur." Kaum lelaki mulai menggoda siswi-siswi yang berlalu lalang di hadapan mereka.

"Ingat puasa," cetus Shofia tanpa menoleh kepada lelaki itu.

"O iya, puasa. Lah lo sendiri kenapa bawa nasi, kalau ingat bulan puasa?"

"Aku kan jualan untuk orang yang nggak puasa. Itung-itung nambah pendapatan buat beli takjil," guraunya sembari berlalu dari sana.

"Nitip seblak, Shof, enak kayaknya pas berbuka makan sablak."

"Sebaiknya beli sendiri aja. Kalau nyablak bisa sama temen kamu pun jadi." Shofia mengetatkan pegangannya pada keranjang.

"Nyablak teriak nyablak!"

"Nyablak!" sahut Shofia terbawa suasana.

Para teman-temannya pun terkekeh pelan. "Dasar Shofia, untung Wakil Osis."

Jika dulunya sekolah ini hanya menampung siswa atau siswi beragama Islam, sekarang ketetapan itu dicabut seiring maraknya sekolah-sekolah SMA juga mengumumkan keumuman bangku sekolah. Tak lagi memandang dari mana saja siswa atau siswi itu, baik suku, ras, agama dan lainnya.

Shofia terus melangkah di koridor kelas IPA hingga netranya lagi-lagi menangkap sosok Syafi'i tengah duduk bermain HP di seberang sana. Ia menggeleng-geleng tak bisa membayangkan jika ia berteman dengan Syafi'i. Pasti dikacangin.

Seolah ada gaya tarik tersendiri, Shofia menepikan diri dekat tiang dan menatap lurus kepada Syafi'i, orang yang selalu menunduk dengan benda keramat pribadinya pastinya.

Sebelah kaki naik hingga menyentuh dada, sebelah lagi ia gunakan untuk berpijak. Dua jempol kiri dan kanan tangannya sibuk berdansa di atas gawai menyala. Hoddie putih yang sering ia kenakan kini menjadi hoddie biru dongker.

Tumben nggak pake jaket putih? batin Shofia. Dan kenapa hanya dia yang tak memakai jaket hitam bermotif air terjun seperti siswa yang lainnya? Hampir semua lelaki yang berlalu lalang memakai jaket yang sama.

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang