-Bab 30 MadSya-
"Inilah cinta: untuk terbang ke langit tersembunyi, untuk menjatuhkan ratusan penghalang di setiap momen. Pertama kita membiarkan hidup pergi. Dan kemudian, kita mengambil langkah tanpa kaki."
(Imam Jalaluddin Rumi)-Bab 30 MadSya-
"Suratnya bagus, saya suka."
Syafi'i membelalakkan mata lalu memutar badan ke belakang. "Kamu ...," ucap Syafi'i nyaris tak bersuara. Selebihnya ia meruntuki dirinya sendiri di dalam hati. Sudah diduga sebelum ini, batinnya. Ia merunduk dalam.
"Kenapa? Kaget ada yang tau, hm?" sinisnya lalu berjalan perlahan ke arah Syafi'i. "Oh, Syafi'i si budak HP ternyata yang bikin surat romantis itu? Cih, basi. Mau jadi bintang lagi di sekolahan? Atau mau supaya kasta kayak lo dan dia bersatu? Sama-sama miskin, sama-sama dari kasta rendah, sama-sama nggak tau perawatan. Cocok lah."
Jeda dua detik. Ia menarik kerah hoodie Syafi'i dan menyandarkan empunya di tiang. "Sampai gue denger lagi surat ke empat dari lo, lo bakal tau akibatnya. Jauhin dia. Lo nggak bisa jadi orang spesial bagi dia. Paham lo?!"
"Gue kira seorang budak HP kagak pernah bersosialisasi. Tapi ternyata gue salah. Orang yang gue lewatin dari penyidikan ternyata dalang dari semua surat yang gue terima. Lo main sama Filza, Syaf. Dan ingat, yang punya lo pasti ada di tangan gue."
"Lo tau, bokap lo yang selalu dinanti oleh keluarga lo, harta, jabatan, seluruhnya berpihak ke gue. Terus apalagi? Shofia? Jangan mimpi untuk dapetin dia. Karena ujungnya bakal ke gue juga. Bolehlah gue sombong sebentar."
"Wait ... ups! Maaf kalau gue pura-pura kagak tau kalau kita sodara tiri. Meski itu bokap lo, dia juga sayang sama gue. Kita dari benih yang sama men, mengalah ya untuk urusan Shofia."
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Gue nggak suka lo dapetin apa yang lo mau. Lo nggak berhak punya rasa untuk Shofianya-Filza, titik!"
Filza menatap nyalang dan menggerakkan lehernya ke kiri lalu ke kanan. Dan apa lo bilang? Lo pengagum rahasia? Nggak salah? Pengagum itu kagak berani ngirim surat. Gitu aja kagak becus jadi pengagum. Pensiun sana. Dasar."
Bugh!
"Ini untuk surat pertama di Ruang Osis."
Bugh!
"Ini untuk surat kedua di rumah sakit."
Bugh!
"Ini untuk surat ketiga di Ruang Osis."
Bugh!
"Ini untuk lo yang nyoba jadi saingan gua."
Bugh!
"Ini untuk orang yang ternyata kakak gue. Tapi sayang, gue nggak mau jadi adik lo!"
Beberapa pukulan tanpa perlawanan itu sukses membuat Syafi'i terduduk lunglai di lantai koridor Bahasa. Ia menunduk, menggigit bibir agar tak mengeluarkan desisan ataupun perkataan. Tangannya terkepal hingga urat-urat kecil tampak menggaris di pergelangan tangannya.
"Mana suara lo? Tulisan aja lancar jaya ngegombal. Dasar raja gombal."
Untungnya semua orang sibuk pada kegiatan masing-masing di lantai satu hingga tak melihat interaksi Ketua Osis yang di luar kebiasaan, memukul dan berkata banyak nan kasar.
"Jauhin kami dan jangan bikin gue makin ilfeel sama lo."
Filza berlalu angkuh. "Gue harap lo berbakti sama adik lo. Makasih udah bikin gue merasa dikhianati ayah gue——eh ayah kita. Hahah, ayah kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
MadSya [Selesai]
Teen Fiction●Bismillah, follow akun Author terlebih dahulu.● -MadSya- Yang diam bukan berarti tak bergerak. Bagaimana jika pengagum rahasiamu berkeliaran di sekitarmu? Si-kaya saja bisa memiliki kisah cinta. Maka si miskin pun juga memiliki hal yang sama. Muham...