-Bab 4 MadSya-Jangan begadang mulu. Begadang tak membuatmu memilikinya.
(Ahmad Syafiq)Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.
(Sayyidina Ali bin Abi Thalib)-Bab 4 MadSya-
Malam hari di rumah Syafi'i.
"Muka lo kusut banget!" cibir lelaki persis dengannya, bertubuh tinggi namun sedikit berisi dari Syafi'i. Ia membawa setumpuk buku.
Syafi'i yang enak berbaring di sofa hanya memberikan tatapan sinis andalannya. Matanya kembali pada HP yang miring, tiada hari tanpa bermain benda keramatnya itu.
"Ditanya malah nggak nyahut. Lo tuh ya sok jual mahal banget. Padahal gue aja yang sebagai kembaran lo asal ceplas-ceplos, biasa aja." Dia duduk di sofa single yang beberapa kali sudah ditambal dengan kain warna-warni.
Itu lo bam! Syafi'i menarik bibirnya sebelah lalu melanjutkan lagi permainan kesukaannya. Merasa tak ada gerak-gerik dari saudaranya, Syafi'i sedikit melirik kepada Syafiq.
"Ngapa lo lirik-lirik! Lagi nge-stalk orang nih." Syafiq memperlihatkan aplikasi Instagramnya yang terhubung dengan nama seorang perempuan.
Syafi'i melirik tak minat. Namun ketika merasa familiar dengan poto profil perempuan tersebut, Syafi'i malah merampas HP saudaranya dengan satu kali genggaman. Lantas ia melototkan mata. "Lo stalker dia?" Ia kemudian melempar sembarang ke hadapan Syafiq.
Hap!
Syafiq membawa HP pribadinya ke arah dada seolah tak mau kehilangannya lagi. "Untung nggak jatoh!" Syafiq menggerutu sembari membenarkan posisi HPnya, ia melihat-lihat isi profil perempuan itu seakan mencari-cari kenapa saudaranya itu dapat bicara? "Lo suka?" tanyanya. "Lo suka sama dia?" ulangnya.
Syafi'i menatap sinis tanpa mau membuka suara lagi. Ia bahkan membelakangi Syafiq, walaupun sebenarnya sofa itu tak muat lagi dengan posisinya sekarang. Ia tidak suka privasinya mulai dibongkar oleh saudaranya.
"Baru aja tadi bicara kayak manusia, kok sekarang bisu lagi! Sakit sekali epribadeh!" gerutu Syafiq. "Kayaknya orang ini tuh silatnya oke juga. Enaknya dipatahin bagian mananya ya? Tangan? Kaki? Atau lehernya aja sekalian." Syafiq menimbang-nimbang saat melihat poto Shofia yang setengah badan menampilkan sabuk hitamnya di ektrakurikuler silat yang ia geluti.
Syafi'i tetap bungkam dan beranjak keluar dari ruang tamu menuju pelataran rumah yang tidak memiliki bangku, hanya ada lantai kayu dingin termakan udara malam hari. Syafi'i memilih duduk bersandar di dinding.
"Yailah tu anak. Gue kira kepancing."
Rumah kecil dari kayu berisi beberapa ruangan ada dapur, sedikit ruang keluarga sekaligus ruang tamu dan dua kamar. Satu kamar untuk ibunya, satu kamar lagi untuk mereka berdua yang hanya berpisah kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
MadSya [Selesai]
Fiksi Remaja●Bismillah, follow akun Author terlebih dahulu.● -MadSya- Yang diam bukan berarti tak bergerak. Bagaimana jika pengagum rahasiamu berkeliaran di sekitarmu? Si-kaya saja bisa memiliki kisah cinta. Maka si miskin pun juga memiliki hal yang sama. Muham...