-Bab 1 MadSya-
Lakukan satu pekerjaan yang ringan dan mudah tapi ganjarannya sangat besar di sisi Allah. Seperti tidak menyakiti hati orang lain. Dengan itu Allah akan memberinya pahala, karena engkau telah memberi kebahagiaan kepada mereka.
(Al-Habib Ali Zaenal Abidin Al-Hamid)-Bab 1 MadSya-
Pukul 06 : 25
Shofia berdiri menghadap cermin, ia tersenyum kecil melihat pantulan wajahnya yang biasa saja, mempunyai hidung, mata, mulut seperti manusia pada umumnya. Ia meraih ciput lalu memasangnya untuk menghindari anak rambut keluar dari kerudungnya. Kemudian ia menarik kerudung sekolah yang berada di bahu dan meletakkan hati-hati di atas kepala, ia mengaitkan peniti di bawah dagu sebagai sesi akhir menutup auratnya. Selesai, ia sejenak tersenyum mengamati pantulan wajahnya.
Meraih bedak bayi biru kemudian menumpahkannya sedikit ke tangan kiri, menggerakkan tangan kanannya mengambil bedak sedikit demi sedikit sembari mengoleskan ke wajahnya. "Huh, masih bayi!" ucapnya. Tak ada riasan apapun lagi untuknya selain bedak seharga goceng itu.
Selesai memakai pakaian, ia menarik tas salempang dan melekatkan di bahu kanan. "Satu hari lagi ... bismillaaah!"
Shofia beranjak ke arah dapur untuk menemui ayahnya. "Ayah, Fia berangkat dulu." Ia menubruk lelaki paruh baya yang sedang memasak telur ceplok.
"Fiiiaaaa ... jangan sering ngagetin ih, nggak baik tau."
Shofia mengeratkan pelukan. Ia mencium bau badan ayahnya yang terbalut minyak wangi pasaran. "Shofia berangkat Yah, salim." Pakaian ayahnya pun masih mengenakan sarung, pasti baru selesai dari wiritan subuh beliau.
Malik mengurai pelukan anaknya dan berbalik menghadap anak perempuan yang segera dewasa. Shofia meraih tangan Malik kemudian mengecupnya singkat. "Yaudah, hati-hati. Kamu nggak makan?" tanya Malik.
"Puasa senin Yah."
Membelalakkan mata, Malik segera mematikan kompor yang masih dipakainya untuk menggoreng telur. "Kenapa nggak bangunin Ayah? Kan ... jadinya Ayah yang nggak puasa."
Cengiran tak berdosa ia berikan kepada sang ayah. "Ye Ayah mah sudah gede kali! Aku berangkat dulu yah." Shofia meraih keranjang sedang berisi nasi kuning bikinan ayahnya untuk dijual di kantin SMA Trisakti 1. "Ini 20 bungkus 'kan?"
"Ya seperti biasa." Malik mengambil wadah tertutup untuk menaruh dua telur yang ia goreng tadi. Puasa juga ah, batinnya berniat.
Karena pekerjaan yang sunat seperti puasa senin-kamis, boleh dilakukan (berniat) saat pagi sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu zuhur). Dengan syarat mulut tidak memakan-meminum apapun sebelumnya. Maka puasa sunatnya dinyatakan sah. Adapun untuk puasa wajib seperti ramadhan dan bernazar, maka niatnya wajib pada malam hari. Jika tidak berniat saat malam hari, maka puasanya dinyatakan tidak sah.
"Assalamu'alaikum," salam Shofia yang sudah berjalan ke arah luar.
"Wa'alaikumussalam." Malik menatap punggung kecil milik anaknya. "Anak yang tangguh," pujinya diiringi senyum kecil.
Mereka berdua hidup dari hasil warung nasi kuning khas Kalimantan Selatan, masakan tersebut diolah langsung oleh Malik. Hidupnya sederhana, berumah kayu dan serba terbatas. Tapi dengan keberadaan ayahnya sudah cukup bagi Shofia menikmati kerasnya dunia.
Ia ingin mengeluh tentang keterbatasannya dalam banyak hal, tapi ia iba saat melihat kegigihan ayahnya dalam memperhatikan dirinya dan keluarga kecilnya. Jika kehidupan Shofia saja terasa keras, bagaimana dengan kehidupan ayahnya. Pastinya banyak luka yang disembunyikan ayahnya dan Shofia tidak tau itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MadSya [Selesai]
Teen Fiction●Bismillah, follow akun Author terlebih dahulu.● -MadSya- Yang diam bukan berarti tak bergerak. Bagaimana jika pengagum rahasiamu berkeliaran di sekitarmu? Si-kaya saja bisa memiliki kisah cinta. Maka si miskin pun juga memiliki hal yang sama. Muham...