Bab 25

54 18 22
                                    

Beberapa perempuan  mulai memasuki aula yang sudah disulap menjadi rumah hantu. Pekikan tawa kuntilanak menggema kala mereka membuka pintu kayu bermotif tengkorak. Suara para kaum hawa mulai bersahut-sahutan karena histeris dengan sambutan mbak kunti itu.

Mereka memang bergantian masuk untuk menghindari acara mojok bersama, baik itu teman beda jenis ataupun pacar. Acara-acara di sekolah memang ajang yang ditunggu-tunggu untuk pasangan muda-mudi yang lagi mabuk asmara cinta. Namun panitia yang banyak jomblo melarang uwwu-uwwu di depan mereka semua. Suatu penghormatan untuk kaum jomblowan dan jomblowwati.

Mereka masuk dipenuhi sorak tawa karena ingin menakuti balik hantu yang akan mereka temui. Ciri-ciri peserta yang mau bikin hantunya kena mental, kayak di kampung author, mwehehe.

"Hiiiiihihihihi."

"Huwaaaaaaa!"

"Gua gibang lo!"

Ada yang berjalan sambil foto-foto, ada juga yang bikin vlog, makan, ngemil, minum dan aktivitas lainnya yang bisa dilakukan saat berjalan santai.

Satu persatu pintu kamar dilewati bertahap untuk memastikan tak ada gerombolan lebih dari empat. Soalnya kalau kebanyakan, hantunya yang bakal lari wkwk.

Bukannya takut, mereka malah membuka topeng-topeng yang sengaja dipakai oleh beberapa perwakilan panitia yang jadi hantu. Mereka juga mengajak bicara pada hantu-hantu abal-abalan itu. Memang solidaritas teman walau jadi hantu tetap saja bisa diajak bicara.

Mereka disunguhi jalan menanjak hingga menaiki anak tangga yang sudah dihuni oleh kain-kain terikat berlumur darah. Bau amis darah membuat aktivitas mereka berhenti sejenak.

"Eh, darah haid lu toh."

"Astaghfirullah! Bisa-bisanya makai darah haid? Emang siapa yang mau nampung darah haid?"

"Woy gua lagi makan, bisa diem kagak?"

"Darah dari rumah sakit kali?"

"Bisa jadi tuh."

"Hahahaha. Rumah hantu apaan kalau gini aja mah?"

Mereka berhenti di ujung pintu keluar dan menoleh pada kamar yang sedikit terbuka pintunya. "Tulisannya silahkan masuk."

"Mana hantunya yang maenstrim? Dari tadi kita ajak becanda mulu."

"Kitanya yang nggak penakut kayaknya."

Sambil bicara ringan, mereka memasuki pintu kamar yang ternyata mempunyai empat pintu lagi di dalamnya. "Daripada penasaran, mending kita masuk satu-satu, uji keberanian."

"Setuju!"

Setelah membuka empat pintu, satu persatu kamar itu punya empat pintu lagi. Mereka berpisah dan disinilah semuanya bermula. Setiap pintu mempunyai empat pintu di dalamnya, baik dari sisi kanan, maupun sisi kiri. Membuat konsentrasi mereka harus benar-benar sadar.

Kelompok yang tadinya ceria saat masuk itu berjalan dengan tatapan dingin menuju meja antrian yang diisi oleh Shofia, Vania dan Dirga. "Shofia ... hiks," lirih salah satu mereka.

Shofia berdiri dari duduknya, ia menghampiri anak kelasnya yang terisak pelan. "Loh kenapa pada nangis gini?"

"Gara-gara kamu Shof. Hampir kita nggak Bisa keluar," sinis salah satu lainnya dari mereka berempat.

"Kenapa harus genderuwo sih? Kan bisa kuntilanak atau pocong aja biar selamat pesertanya."

"Iya, mana ada butu ijo lagi. Jadi panitia suka nyosor!"

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang