Bab 29

36 14 3
                                    


-Bab 29 MadSya-

Cinta, kiranya Allah senantiasa memuliakannya, mulanya adalah canda, dan akhirnya adalah kesungguhan. Cinta memiliki makna yang dalam, indah dan agung. Tiada kata yang kuasa melukiskan keindahan dan keagungannya. Hakikatnya tidak dapat ditemukan kecuali dengan segenap kesungguhan penjiwaan. Cinta tidak dilarang atau dimusuhi oleh syariat karena hati manusia berada di tangan Allah yang Maha Agung.
(Ibnu Hazm el-Andalusy)

-Bab 29 MadSya-

Gema Hari Raya kembali digelar dengan mengadakan acara bazar buku dan bazar makanan yang diselenggarakan tepat di lapangan basket. Sisi lain lapangan digunakan untuk pensi musik. Panitia menyediakan beberapa kategori buku dengan tenda-tenda yang tersebar untuk mempermudah peserta memilih sesuai keinginannya. Dari buku bergenre religi, fantasi, komik, horor, sejarah dan sastra.

Adapun untuk stand makanan dan minuman tersebar di samping tenda buku dengan varian makanan dan minuman yang sama.

Semua panitia sibuk dengan tugas-tugasnya, begitupun dengan Shofia yang baru keluar tadi pagi dari rumah sakit. Meski sudah sehat sepenuhnya, ia masih tak diperbolehkan oleh Filza untuk hulu-hilir mengatur kelangsungan acara.

Shofia duduk dan berdiri saat ada pelanggan di stand miliknya. Stand Shofia dekat dengan tenda buku sastra dan kebanyakan orang yang mampir kepadanya dari tenda itu. Ia menjual minuman botol aneka rasa, makanan ringan, sekaligus nasi kuning miliknya———makanan ini menjadi pembeda antara stand-stand milik panitia lainnya. Shofia sengaja memboyong dagangan ayahnya agar beliau dapat beristirahat di rumah.

Shofia tak sendiri di stand ini. Itupun dari intruksi Filza yang tak ingin gadisnya kelelahan. Perhatian bilang bos!

Di mana ada Shofia, sekarang ada Vania. Akhir-akhir ini mereka sering bersama, sedangkan Maria hanya sesekali muncul di hadapan mereka. Maria tau sahabatnya itu sedang sibuk mengatur acara. Jadi ia tak akan mendekat dulu.

Seperti sekarang, Maria memandang dari tenda komik yang terletak berseberangan dengan tenda sastra dan stand Shofia. Ia duduk di bangku paling depan meski tersorot langsung oleh sinar matahari.

Maria mengamati gerak-gerik Shofia yang tampak sudah sehat dan ceria sedia kala. Ia mengukir senyum tipis. Aku akui, gadis berjilbab seperti kamu itu, menenangkan Shof, batin Maria.

Maria melepas topi dari kepala lalu menggerai rambutnya dengan melepas ikat rambut. Ia kemudian meletakkan topinya lagi ke atas kepala. Jika dilihat dari segi manapun, Maria terlihat manis saat menguraikan rambutnya, apalagi ditambah hiasan bandu atau topi. Wajahnya putih bersih, pipi chubby, rambut sebahu. Jika dipadukan dengan celana panjang dan hoodie, Maria akan terkesan tomboy nan elegan.

"Kalau mau ngobrol jangan dipendam." Maria menengadahkan kepala. Orang di depannya tersenyum saat Maria menatapnya jengah.

Payung besar menghalangi mereka berdua dari paparan sinar matahari. "Hish, darimana lo dapat payung? Nyuri? Minjam? Nyewa?" semprot Maria jutek.

Ridwan meletakkan payungnya di atas meja. "Gue bawa sendiri. Masa orang sugeh kayak gue minjem. Kagak modal!" Ia menjentikkan jari tengah dengan ibu jari di hadapan Maria. Kemudian ia mengambil asal kursi dari meja sebelah. "Pinjem," izinnya pada panitia yang sudah siap memarahi Ridwan. Untung anak kepala sekolah!

Ridwan duduk dengan satu kaki diangkat. Payung besar itu menghalangi pandangan Maria pada stand Shofia. "Terserah." Maria memutuskan untuk bangkit. "Gue mau nyari komik dulu."

MadSya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang