[ 5 ] • Rubik •

11 3 32
                                    

• Selamat Membaca<3

PART 5

“Lo itu rumit.”
- J

Gio dan Gladis berjalan beriringan, Gladis sudah keluar dari kelasnya dan sekarang mereka sedang menuju ke kantin untuk mengisi perut.

Di sela-sela mereka berjalan, Gio menoleh pada Gladis ia melihat raut wajah Gladis sudah lumayan tenang, tidak tegang seperti saat ia baru masuk pertama kali.

“Gimana, waktu lo di kelas?” Gio memberanikan diri bertanya hal itu.

Gladis bergumam, “Tidak terlalu buruk. Mereka semua baik sama gue,” jawab Gladis jujur.

Gio mengangguk, “Syukurlah kalau begitu. Jadi lo lebih merasa nyaman Sekolah disini,”

Gio bernafas lega, Gladis sepertinya sudah ingin memulai interaksinya dengan yang lain. Meski yang Gio tahu, anak-anak di kelas Gladis itu tidak seperti yang Gladis bicarakan, di depan saja baik.

Gladis pun bisa dibilang sebagai murid yang cukup pintar, hanya saja ia tak pernah mengikuti olimpiade apapun di Sekolahnya dulu karena hampir satu Sekolah mengetahui bahwa dia mempunyai penyakit mental.

Guru-guru hanya merasa khawatir jika saat Gladis sedang mengikuti lomba, tiba-tiba penyakit mentalnya kambuh dan bisa merusak acara bahkan membuat nama baik Sekolah menjadi hancur, guru-guru tak mau hal itu terjadi.

Tapi ketahuilah, Gladis cukup sering belajar dirumahnya. Tujuan dia hanya satu, agar Rubi tidak terus membujuknya untuk pergi ke Dokter Psikolog karena jika Gladis pintar maka ia tidak akan dianggap gila, itu pemikiran Gladis. Iya kan, mana ada orang gila yang pintar?

Itu juga mungkin yang menjadikan alasan Gladis tidak satu kelas dengan Gio. Karena jika sedang ada olimpiade, guru-guru sering menyeleksi para murid yang akan dikirim untuk lomba dari kelas 11 IPA 1 yang mana itu adalah kelas Gladis.

“Tapi sepertinya gue terlalu banyak bicara dengan orang baru,”

Gio menoleh, “Siapa bilang?”

Gladis mengedikkan bahunya, “Gue justru senang kalau lo bisa berbaur sama yang lain,” ucap Gio tidak setuju dengan ucapan Gladis barusan.

“Kalau gue lebih akrab sama orang baru dari pada lo, gimana?” Gladis menoleh pada Gio sambil menaikkan sebelah alisnya.

“Ya ... gapapa. Yang penting lo gak lupain gue,”

Gladis tersenyum lalu menarik rambut Gio hingga dia mengaduh, “Mana mungkin gue lupa sama lo. Gaada orang yang paling mengerti gue selain diri lo, Gio.” Gladis terkekeh.

Melihat Gladis mulai ceria, Gio pun ikut terkekeh.” Itu lo tau, jadi untuk apa gue khawatir kalau lo akrab sama orang lain?”

“Iya juga ya. Sepertinya gue salah memberi pertanyaan, hehe ....”

Tak sadar, mereka sudah sampai di kantin. Terlihat lumayan ramai orang yang sedang mengisi perut.

“Gio, ko rame banget si?” cicit Gladis memegangi tangan Gio.

Gio melirik ke arah Gladis yang raut wajahnya mulai terlihat tegang. Gladis juga mempunyai penyakit yang membuatnya merasakan kecemasan yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.

“Anggap aja mereka semua bukan orang,” ucap Gio pada Gladis.

Rupanya Gladis malah mencubit tangan Gio hingga dia meringis. “Shh! Sakit woy, kenapa lo jadi cubit gue?” Gio meringis.

TULUS : Dan Gadis KaktusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang