[ 15 ] • Kabar buruk •

7 3 24
                                    

• Selamat Membaca<3

PART 15

Wajah cantik itu masih belum membuka matanya, bibirnya yang pucat terlihat jelas di wajah Gladis yang manis.

Rubi sangat terkejut saat Gladis pulang dengan kondisi yang tak sadarkan diri. Perasaannya sangat mencemaskan kondisi putrinya saat ini, terlihat dari gerak-geriknya yang tak tenang.

“Gimana Dok kondisinya Gladis?”
Rubi bertanya setelah Dokter Rizal selesai memeriksa Gladis.

Saat melihat Gladis yang pingsan, Rubi langsung menghubungi Dokter Rizal untuk datang ke rumahnya dengan segera untuk mengecek kondisi Gladis secara intensif.

Dokter Rizal  menghela napas lalu menoleh pada Rubi. “Sebelumnya saya mau menanyakan. Apa yang terjadi sama Gladis sebelumnya?”

Lalu Rubi menoleh pada Gio. Karena yang dia tahu, Gladis pergi bersama Gio.

“Sorry Om sebelumnya, Gio gak bisa jaga Gladis. Waktu Gio balik nemuin Gladis, dia udah dalam keadaan ketakutan. Mungkin biar lebih jelasnya, J yang cerita.” Gio menoleh pada Tulus.

Tulus sedikit melangkah maju untuk menjelaskan semuanya. “Saya kurang tau kejadian awalnya. Tapi di situ saya melihat Gladis sedang bertengkar sama seorang laki-laki dewasa. Yang saya tau, laki-laki itu sampai ngebentak Gladis karena anaknya mau permen yang ada di tangan Gladis.”

Tulus menceritakan secara singkat, padat dan jelas. Hati Rubi langsung sakit mendengar apa yang Tulus ceritakan. Dia menatap Iba putrinya yang masih terbaring lalu mengelus kepalanya penuh sayang.

Setelah mendengar penuturan Tulus, Dokter Rizal pun berucap.

“Saya sudah menduga adanya kekerasan yang di alami Gladis untuk yang kedua kalinya setelah apa yang terjadi sama dia di masa lalunya. Kepribadian keduanya pun juga ikut merasakan tekanan batin dan syok yang berlebihan yang membuat tubuh Gladis akhirnya tak mampu untuk menahan.”

Ucapan Dokter Rizal membuat tubuh Gio lemas seketika, hari ini sudah banyak sekali kesalahan yang dia perbuat dan Gladis harus menjadi korbannya lagi.

“Kejadian ini bisa saja menimbulkan penyakit mental permanen pada Gladis dan bisa sulit untuk melakukan penyembuhan. Karena sekarang, bukan hanya mental dirinya yang asli yang terguncang, tapi juga mental kepribadian keduanya yang ikut merasakan akibatnya.”

“Terus apa yang harus saya lakukan supaya Gladis bisa sembuh Dok?” tanya Rubi.

“Gladis harus menjalani  terapi secara teratur agar rileks dan dia bisa melupakan apa yang terjadi pada dia, dan kejadian itu tidak terbenam di pikirannya. Cara yang lainnya Gladis harus melakukan hal yang dia sukai, atau mungkin mengobrol dengan orang yang bisa membuat Gladis lupa sama kejadian itu. Karena bagaimana pun ketika kita merasa nyaman dengan orang lain atau dengan apa yang kita lakukan, itu bisa membuat pikiran-pikiran buruk yang diingatnya perlahan memudar.” ucap Dokter Rizal menambahkan.

Rubi langsung berdiri, kali ini dia tidak terima jika putrinya mendapatkan perlakuan kasar dari orang lain. Terlebih lagi ini yang menyebabkan penyakit Gladis semakin memburuk.

“Ini udah keterlaluan, saya gak terima putri saya mendapat perlakuan kekerasan. Bagaimana pun saya harus melaporkan hal ini kepada polisi,” kata Rubi mulai kesal.

Rubi hendak pergi namun ucapan Tulus berhasil menghentikan langkahnya. “Menurut saya sebaiknya masalah tadi bisa di selesaikan setelah kondisi Gladis membaik. Lagi pula saya sudah memperingatkan laki-laki itu,”

“Benar Om yang di bilang sama J. Lebih baik Om tahan emosi dulu, mendingan Om jaga Gladis dulu sampai kondisinya membaik,” ucap Gio menimpali.

Rubi menghela napas kasar, ucapan mereka benar. Rubi tidak mau membuat kesalahan karena berfikir dalam keadaan emosi. Dia lalu mengangguk pelan dan kembali duduk di pinggir ranjang sambil terus mengusap lembut kepala Gladis.

TULUS : Dan Gadis KaktusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang