[ 24 ] • Amarah Xaviora •

11 3 26
                                    

• Selamat Membaca<3

PART 24

“LO KETERLALUAN LE! SIALAN!” marah Xavi pada Lele.

Dia dengan keras menampar Lele. Hari ini merupakan hari yang berat untuknya, wajahnya lebam karena banyak mendapat tamparan.

Sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah segar. Namun Lele menahan rasa perihnya, membiarkan Xaviora menghujamnya dengan emosi.

Tulus menarik tangan Xavi cukup keras agar dia menjauh. “XAVIORA, CUKUP!”
Xavi menoleh ke arah Tulus dengan mata yang berkaca-kaca.

“Lo tau kan J, barusan dia ngomong apa. Kenapa orang sialan ini harus bawa-bawa nama gue dalam masalah dia!” tunjuk Xavi pada Lele.

Saat ini dia terlihat sangat marah. Lele hanya menunduk, membiarkan Xavi memaki dirinya. dia sadar apa yang dia lakukan tadi adalah sebuah kesalahan.

Namun bagaimana lagi, ucapannya tadi adalah perkataan jujur dari dalam hatinya, yang selama ini dia pendam.

Satu sisi Lele lega telah berhasil membuat kalimat itu terlontar. Namun di satu sisi lagi, Lele takut jika Xavi malah akan menjauh darinya.

Tapi mau bagaimana pun, Lele akan menerima semua keputusannya.

“Cukup Xavi! Ini bukan waktu yang pas untuk lo marah-marah sama Lele. Dia lagi dalam masalah, pikirannya lagi kacau. Coba lo ngerti itu,” ucap Tulus memberi pengertian.

Xavi malah menatap Tulus tak menyangka. “Lo belain dia?” lirih Xavi menggeleng pelan.

Tulus menghela napas pelan, memegang kedua pundak Xavi dan menatapnya.

“Gue gak belain siapapun di sini. Tapi coba lo ngerti, masalah ini gak harus di selesain secara terang-terangan di depan umum kayak gini. Tolong jaga privasi orang lain, dan juga privasi lo.” ucap Tulus lembut.

Sebisa mungkin dia memberi pengertian pada Xavi. Tak bermaksud membela siapapun, karena kalau semuanya mengedepankan emosi, masalah ini akan tak berujung.

Setidaknya ada satu orang yang cukup dewasa menyikapi hal ini.

Teo terlihat bungkam. Dia pun bingung harus bagaimana, melihat Lele yang sekarang raut wajahnya tak lagi ceria membuatnya iba.

Teo menoleh ke belakang, ternyata ramai orang yang menyaksikan.

“Heh! Udah, bubar-bubar!” usir Teo pada mereka.

Seharusnya ini tak menjadi tontonan publik. Lele pasti sangat malu, apalagi di saksikan oleh teman-teman Sekolahnya.

Perlahan mereka semua mulai bubar. Kecuali Tulus dan yang lain.

“Persetan sama semua itu! Gue bener-bener marah sama dia!” sulut Xavi menatap Lele nyalang.

Lele masih menunduk, belum berani menatap Xavi dengan amarahnya saat ini.

Teo sedikit menggeser, dan merangkul pundak Lele agar laki-laki itu tak merasa sedih.

Siapa sangka, si penghibur sudah tak lagi ceria. Lelucon yang biasa di lontarkan, kini berubah menjadi sebuah kesedihan.

Dari Lele kita belajar, uang bukan segalanya. Segalanya memang bisa di beli dengan uang, tapi tidak dengan kebahagiaan dan kasih sayang keluarga.

Lele dulunya sangat membanggakan harta kedua orang tuanya. Tapi sekarang tidak, setelah dia tahu bagaimana cara kedua orang tuanya mendapatkan kekayaan itu sendiri.

Maka dari itu, banyak-banyak lah bersyukur. Sedikit banyak rezeki yang Tuhan beri, harus di syukuri.

Jangan sampai kita terlena dengan harta, karena kebahagiaan tidak akan bisa di bayar oleh uang, bahkan berlian yang paling mahal pun tak ada harganya jika di bandingkan dengan kasih sayang keluarga.

TULUS : Dan Gadis KaktusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang