Bantai Dan Cambuk!

553 34 19
                                    


"Kamu tau, apa keinginan terbesarku? aku ingin mereka bisa merasakan apa yang aku rasakan."

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

"Katanya aku gila karena tubuhku yang menjijikan dengan rambut gimbal sebahu, celana kumal, bau apak, meracau sepanjang jalan, dan tertawa-tawa sendirian. Padahal, menurut perasaanku, aku sama sekali tidak gila. Malah yang paling waras di antara para manusia yang mengaku normal."

Note: aku mengambil kata-kata diatas dari sebuah kutipan, cerpen dan tweet. Sebelumnya aku minta maaf:(

Sebuah pukulan keras menghantam kepala ku. Aku merasakan ketenangan, kesakitan semua itu bercampur menjadi kenangan indah. Aku dibawah melayang ke udara. Tubuhku terbang. Sangat bahagia. Aku kembali tertawa.

"Ini surat gugatan cerai, tolong ditanda tangani. Dan silahkan angkat kaki dari sini, tidak usah pikirkan kami lagi."

Mengapa kata-kata itu terus terdengar ditelinga ku. Setiap kali, kepala ku merasa sakit. Kata menyedihkan itu selalu muncul. Aku kalut, mereka siapa sebenarnya?

Aku membenci banyak hal yang mereka lakukan. Contoh seperti sekarang. Setelah hantaman keras datang. Sekarang apa? Kedua tangan dan kaki ku terikat. Mereka sebut, pembantaian ringan. Orang-orang gila seperti mereka, mengapa memiliki kosa kata yang sangat aneh.

Mereka menyebut ku, gila. Padahal jelas-jelas aku yang paling waras. Insting ku mengatakan, bahwa sebenarnya merekalah yang gila. Teman-teman, selalu berada disisi ku, menenangkan dan membuat aku, melayang-layang, sangat bahagia.

Tiba-tiba saja, air mata mengalir deras di kedua pipi. Aku, tak tahu mengapa suara itu datang lagi. Membuat air mata ini, kembali mengalir.

"Sabar nak, semua sudah kehendak yang kuasa. Ikhlaskan kepergian ibu kamu."

Hilang timbul. Silih berganti. Suara itu sangat dekat. Namun, sekarang suara itu menghilang. Berganti dengan suara lain.

"Anak kamu itu bisanya cuma menyusahkan saya. Kenapa kamu tidak mendidik dia dengan benar!!"

Lagi dan lagi hanya potongan suara yang datang dan pergi. Setelahnya, keramaian dan berbagi kebahagiaan datang. Tangisan ku terhenti. Aku, kembali tertawa.

"Apakah, depresinya sudah sangat tinggi, Dok?"

"Akan saya sembuhkan. Secepatnya, dia hanya kesepian. Terlalu banyak luka yang menancap tajam di hati dan pikirannya."

"Apakah dokter yakin?"

"Saya yakin. Saya permisi dulu."

Mereka mengatakannya lagi. Sudah berapa kali, aku mendengar kata depresi, yang sebenarnya aku sendiri tidak tahu apa artinya. Katanya aku gila, aku sudah muak mendengarnya.

"Arght... Kalian yang gila!!"

Tanpa sadar, mulutku berteriak. Mulai mengoceh tentang banyak hal. Aku mulai lupa, apa yang terjadi.

"PERGI!!"

Aku lupa dengan ucapan ku. Mereka bilang, aku berbicara sendirian. Itu yang menyebabkan ucapan tidak masuk akal mereka, yang mengatakan diriku gila. Padahal, jelas-jelas aku mengobrol dengan teman-teman ku.

"Dia mulai meracu."

"Teriakannya sangat nyaring."

"Benar. Lihat, talinya sudah mengendor. Tidak dipungkiri jika beberapa menit lagi, tali yang mengikatnya akan terlepas."

Aku marah. Hanya karena sebuah ucapan yang tidak masuk akal dari mereka. Aku berteriak, menendang, bahkan tanpa sadar meludahi salah satunya.

Lalu ketika aku kembali sadar. Sebuah pukulan keras datang. Tubuhku tercambuk. Lebam-lebam sangat terlihat, perut ku mulai berwarna merah muda.

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang