Aku tidak Gila!

317 28 1
                                    

Diam dan membisu. Gadis manis yang sedang duduk di bawah pohon terkejut, kala kedua siswa duduk disampingnya.

"Boleh saya duduk disini?"

"Boleh."

Orang gila mana yang menjawab pertanyaan dengan benar. Orang gila mana yang memperbolehkan dirinya di usik orang lain. Jenika yakin, seratus persen, wanita disampingnya tidak gila. Dia normal.

Mereka diam membisu, tidak ada percakapan antara ketiga manusia. Jenika yang mendadak lupa akan pertanyaan-pertanyaan yang sempat ia rangkai. Rafly yang masih melamun, memikirkan nasib teman-temannya di kost. Dan gadis yang entah memikirkan apa.

Tanpa aba-aba, gadis itu berdiri dari duduknya. Jenika memandang dengan tatapan yang mulai was-was. Jenika terus memandangi setiap gerakan kecil dari gadis. Dari gadis yang membersihkan pantatnya hingga melihat pakaian yang ia pakai.

"Mau kemana, ka?" tanya Jenika ragu-ragu. Yang rupanya gadis itu menjawab pertanyaan Jenika.

"Mau pulang ke rumah, di situ!" Ia menunjuk sebuah pondok kecil di lorong-lorong, sekitar seribu meter dari tempat kami. 

"Biar saya anter ka."

"Tidak usah," ia menolak tawaran Jenika.

"Kebetulan saya ada urusan juga ka, di dekat sana."

"Sudah Jenika, kita harus membelikan makanan. Kasian teman-teman sudah menunggu," ucap Rafly.

"Apaan sih. Orang aku ada urusan juga. Kalau mau beli makanan. Beli sendiri sana."

"Tidak apa-apa, saya sudah biasa jalan sendirian. Kamu beli makanan saja dulu dik."

"Boleh kita berkenalan ka. Siapa tahu saja, dikemudian hari kita bertemu lagi," sejujurnya Jenika takut pertanyaan ini menyinggung perasaan gadis itu. Nyatanya gadis itu sangat ramah, dia mengiyakan saja.

"Boleh. Nama saya Meilani Leimena, panggil saja Meilani," ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Namaku Jenika lovely, panggil saja Jenika. Kalau di sebelah aku itu namanya Rafly."

"Salam kenal Jenika, Rafly."

"Salam kenal juga ka. Kakak asli orang sini?"

"Bukan. Saya disini merantau."

Apa? Merantau. Lantas jika Meilani merantau, kenapa dituduh gila tidak pulang ke daerah asalnya. Masih banyak pernyataan-pernyataan yang ingin Jenika ucapkan. Ia, penasaran. Akan tetapi apa daya. Sahabatnya sudah memotong ucapan Jenika dan menarik tangannya lebih dahulu.

"Jenika ayo, sebentar lagi pergantian shift. Mereka belum makan!"

"Beli makanan dulu, lain kali kita bisa bertemu lagi," ucapnya sambil berlalu pergi.

Kepergian Meilani, memberikan rasa penasaran yang lebih di hati Jenika. Ingin sekali Jenika mengejarnya, namun tangannya sudah ditarik paksa oleh Rafly.

Sepanjang perjalanan, Jenika hanya murung. Kaki gadis itu menendang batu krikil yang tidak berdosa. Bibirnya cemberut, wajahnya lusuh.

"Harusnya gue yang marah, Jen. Lu lama, kasian Zia."

"Zia... Zia dan Zia. Gue dari tadi sudah bilang. Kalau mau beli makanan, beli sendiri. Gue ada urusan, lu ga denger dari tadi gue ngomong itu. Lagian kalau cinta itu bilang!!"

Setelah mengatakan itu, Jenika berlari menuju tempat kost. Entahlah, Jenika hari ini benar-benar merasa kesal. Rafly mengejarnya, hingga di depan kamar kost. Terdengar pintu tertutup.

"Makanannya mana anying. Kita berdua kelaparan," ucap  Daniel, yang diangguki oleh Zia.

"Jenika juga kenapa? Kalian berantem?" tanya Zia.

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang