Ketakutan (Zia)

20 1 0
                                    

Aku melihat sekeliling, ruang rawat jalan atau tempat konsultasi pada pukul 20.00 masih terlihat ramai. Suara pengunjung, isak tangis masih terdengar. Anak kecil berlarian kesana-kemari. Helaan napas panjang telah dihembuskan oleh seorang perawat di sebelah ku. Dengan badan yang tak bersemangat aku melanjutkan aktivitas, hingga terdengar suara seorang perawat yang menyuruh ku pulang.

"Zia, ini sudah larut malam pulanglah," ucap perawat sambil tersenyum kepadaku.

Aku anggukan kepala sambil bergegas membereskan barang-barang. "Terima kasih bu, Zia pamit pulang duluan ya."

"Hati-hati pulangnya Zia," bibir ku tersenyum untuk membalas ucapan perawat di sebelah.

Kaki ini berjalan melewati beberapa orang yang masih mengantri untuk berkonsultasi. lorong yang sepi juga sudah ada di depan mata, lampu yang remang-remang, sunyi, dan hawa dingin terasa di kulit, aku segera mempercepat jalan ku sambil bersenandung kecil untuk melawan rasa takut. Hingga tak terasa diri ini sudah berada di halaman depan rumah sakit. Mataku melihat satpam yang tersenyum ramah.

"Neng Zia, mau bapak anter pulangnya? Kebetulan mau membelikan pesanan perawat."

"Terima kasih pak, Zia takut ngrepotin. Mau pulang sendiri aja, nah kebetulan ada angkot pak. Zia duluan pak."

"Hati-hati neng, pulangnya."

"Iya pak," aku tersenyum sambil memasuki angkot yang sepi.

Perjalanan yang terasa begitu lama, jalan yang belum pernah ku lewati sebelumnya. Tiba-tiba saja angkot berhenti di tengah jalan yang sepi, jauh dari pemukiman warga, hati ini sangat geisah, pikiran ku berkelana, "aku takut." Keringat dingin bercucuran pada dahi, aku eratkan pelukan pada tas ku. Mulutku mulai berbicara, saat supir keluar dari angkotnya.

"Bapak, angkotnya kenapa?"

"Waduh sepertinya angkotnya mogok neng. Biar saya periksa dulu."

Hening...

Aku mulai terisak...!

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Dering ponsel yang kembali terdengar, namun dihiraukan oleh Keisya. Gadis itu sedang asik tertidur, karena lelah seharian menghadapi beberapa pasien kejiwaan.

Lagi... Ponsel kembali berdering, namun terabaikan oleh Rafli, pria itu sibuk mengurus pasien kejiawaan yang mengamuk bersama beberapa perawat.

Dering ponsel yang kembali terabaikan, kali ini Jenika sibuk memberikan obat bersama seorang mahasiswa keperawatan, di beberapa tempat tidur pasien rehabilitasi.

Kali ini dering ponsel berhasil, suara serak yang beberapa minggu ini tak pernah ia dengar. "Kamu dimana, coba share lokasi kamu. Aku, kesana tapi maaf agak sedikit lama."

Satu jam berlalu, ponsel yang ia genggam kembali berbunyi karena sebuah notifikasi masuk, terlihat beberapa temannya menanyakan keberadaan Zia. Suara kendaraan dan kelakson terdengar dari ponselnya. ia terisak dengan keadaan yang kacau, pikiran berkecamuk, tubuh gemetar.

Seorang pria berjongkok di hadapan nya. "Hai cantik, kita bertemu lagi," sapaan yang begitu lembut.

Kepala mendongak, dengan mulut yang gemetar "K-kamu pas..pasti capek yaaa. M-maa..maaf kamu sampai da..tang dari rumah kesini"

"Hust, nggak apa-apa cantik. Kenapa nangis, hm?"

Air mata kembali mengalir, dan aku tak tau bagaimana caranya untuk menghentikan tangisan ini. Semuanya terasa begitu tak adil, bagaikan mimpi buruk dalam hidup ku.

"Aku mau pulang Rey. Aku takut"

Reyhan memeluk ku dengan sangat erat, ia membawa ku untuk menaiki motor nya. Angin yang sepoi-sepoi ini terasa menyedihkan bagi diri ini, malam yang harusnya penuh bahagia karena berdua dengan seorang pria di atas motor terasa begitu menyakitkan.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Halo temen-temen, maaf ya up nya lama dan part nya sedikit banget.

Maaf juga kalau ceritanya jadi kacau begini hehehe

Secepatnya akan aku up kelanjutan ceritanya



ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang