RS. Umum Anyelir

573 67 7
                                    

Suasana malam hari di kota Magelang memang sangat sejuk, indah dan menakjubkan. Sayangnya malam ini Jenika ditugaskan untuk menjaga pasien bersama mahasiswa yang sedang menjalani praktek di Anyelir. Untuk seorang siswa smk kesehatan, Jenika harus siap menjaga pasien gangguan jiwa pada malam hari.

Jenika melihat seorang perempuan cantik memakai baju putih, sedang berdiri di sebuah lorong rumah sakit. Bukan takut lagi, Jenika jelas sudah berkeringat dingin. Jenika pikir Caca juga akan takut, seperti dirinya. Namun mahasiswa yang satu ini sangat berani, ia bahkan mendekati perempuan itu.

"Permisi Bu, kenapa malam-malam seperti ini, ibu keluar dari ruangan?"

Jenika kaget saat melihat perempuan yang memakai baju pasien. Selang infus pada tangan, balutan di kepala dan beberapa luka kecil di tangannya. Jadi perempuan yang ia kira hantu adalah pasien.

"Ibu tunggu disini dulu, saya akan segera kembali," ucap Caca yang kemudian berlalu pergi.

Jenika dibuat takjub malam ini, dari beberapa minggu lalu Jenika baru ingat jika Anyelir bukan cuma rumah sakit jiwa tetapi juga menyediakan non jiwa alias rumah sakit umum. Anyelir juga memberikan pelayanan pendidikan baik bagi dokter, perawat, dan calon tenaga kesehatan lain.

"Perkenalkan Bu, nama saya Jenika. Saya asisten keperawatan yang bertugas pada malam hari ini. Jika ibu menginginkan sesuatu, ibu bisa memanggil saya atau perawat lainnya. Jadi ibu tidak usah berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain seperti ini," jelas Jenika.

Perempuan itu hanya diam. Pandangannya kosong, wajah yang terlihat pucat, dan luka yang masih baru. Jenika merinding saat malam semakin sunyi.

Hampir saja Jenika lari, jika Caca tidak segera datang. Caca datang membawa kursi roda. Senyuman Caca tidak pernah luntur, pantas saja jika para pria jatuh hati pada pesona Caca.

"Maaf jika ibu sudah menunggu lama. Silahkan ibu duduk di kursi roda," ucap Caca dengan nada selembut mungkin.

"Mari saya bantu bu," kata Jenika.

Dingin, itu yang pertama kali Jenika rasakan. Tangan yang baru saja ia sentuh benar-benar dingin seperti es. Wajah Jenika seketika menegang, bukan hanya Jenika, Caca juga merasakan hal yang sama. Bahkan, denyut nadinya saja tidak ada. Wajah Jenika dan Caca saling berhadapan, panik, takut, dan gemetar, mereka berdua merasakannya saat ini.

Mulut Jenika sudah siap berteriak. Namun Caca melarangnya dengan gelengan kepala. Mereka berdua membantu perempuan itu duduk di kursi roda, dengan perasaan campur aduk.

Setelah membantu perempuan itu duduk. Jenika segera mendekatkan diri pada Caca.
"Kak, ibu ini beneran manusia kan?" tanya Jenika sepelan mungkin.

"Ngawur kamu. Jika bukan manusia lalu apa. Hantu?" ucapa Caca berusaha meyakinkan Jenika. Padahal didalam hatinya sudah mengucapkan doa-doa sejak tadi.

Jenika dengan wajah polosnya percaya dengan semua perkataan Caca. Aslinya, mereka berdua sedang dalam ketakutan, namun Jenika masih mencoba percaya dengan ucapan mahasiswa disampingnya.

Caca tidak tahan lagi. Rasa takutnya sudah diujung tanduk, harusnya dia tidak boleh ketakutan, akan tetapi malam ini Anyelir terasa sepi. Biasanya setiap malam anyelir tidak pernah sunyi. Selalu ramai, entah pasien yang menjerit atau perawat yang selalu berkeliling setiap jam untuk mengecek kondisi pasien. Malam ini satu perawat pun tidak ada, bahkan pasien yang biasanya memberontak kini diam dan tertidur lelap.

"Jen, anterin saya ke toilet yuk," ajak Caca.

"Kenapa kakak nggak berangkat ke toilet sendiri. Kalau kita berdua pergi ke toilet, siapa yang jagain ibunya, kak?"

" Sudah tinggal saja dulu, lagian ibunya juga sendirian tadi," kata Caca berusaha membujuk Jenika.

Caca sudah panik baru kali ini dirinya melihat hantu Anyelir. Sebelum-sebelumnya malam hari pun terlihat sama saja. Caca terus membujuk Jenika agar mau menemaninya ke toilet. Akhirnya Caca bernapas lega setelah melihat Jenika menganggukkan kepala.

Caca berusaha untuk menahan ketakutan dalam dirinya. Ia tersenyum sambil berhadapan dengan ibu yang sedang duduk di kursi roda.

"Permisi ibu, kami berdua mau pamit sebentar. Ibu bisa tunggu disini, kami akan segera kembali," kata Caca.

Tidak ada jawaban dari perempuan itu. Caca segera menarik tangan Jenika, pergi menjauh dari hadapan perempuan yang mereka temui.

Mereka berdua saling bergandengan tangan. Kembali melewati lorong yang sunyi. "Kak sebenarnya ibu yang tadi, hantu kan?" tanya Jenika.

"Sudahlah Jen, jangan membuat saya takut."

"Kita sama-sama liat kebelakang aja, biar kak Caca percaya kalau ibu yang kita temui itu, hantu."

Mereka berdua membalikkan badannya. Benar, perempuan yang tadi duduk di kursi roda menghilang. Hanya saja kursi roda yang Caca bawah bergerak sendiri menuju area rehabilitasi. Bulu kuduk mereka berdiri. Ketakutan semakin menguasai Jenika.

Mereka berdua kembali mendengar suara. Suara tertawa, benda terjatuh, pukulan, dan tangisan. Caca tersentak kala mendengar suara pasien tertawa, tadi sekitar dua jam yang lalu anyelir masih terlihat sepi, tidak ada suara sedikitpun. Sekarang suara pasien terdengar jelas, Caca takut, tapi ia bisa menghadapinya.

Kini Jenika sudah menangis saat mendengar suara tawa. Ketakutan pada dirinya tidak bisa ia sembunyikan lagi. Kaki Jenika tak sanggup untuk berjalan, bahkan rasanya ia ingin pingsan sekarang.

"Hiks, tuh kan bener ada hantu di Anyelir," rengek Jenika.

"Astaghfirullah Jenika, kenapa kamu sampai menangis begini. Suara itu berasal dari ruangan mawar, kamu tidak dengar ada bunyi pukulan dari salah satu perawat."

"Kenapa perawat memukuli pasien?" tanya Jenika disela isakan nya.

Jenika melihat Caca menggelengkan kepala sambil tertawa tanpa suara. "Saya nggak habis pikir, kenapa guru pembimbing kamu. Memilih perempuan yang cengeng untuk menjadi ketua tim PKL," ejek Caca.

"Ihh, ka Caca bukannya malah jawab pertanyaan aku, malah mengejek."

"Daripada kamu bertanya sama seorang mahasiswa, kenapa tidak bertanya langsung pada perawatnya."

"Huh, bilang aja kalau ka Caca nggak tau."

"Terserah kamu saja Jenika," ucap Caca sambil pergi meninggalkan Jenika.

"Loh, ka Caca tungguin," Jenika mengejar Caca yang sudah pergi duluan meninggalkan dirinya.

Malam ini, Anyelir sangat heboh, indah dan menakutkan. Jenika dan Caca menghabiskan malamnya disebuah rumah sakit umum yang terletak didepan Anyelir.

Memasang infus, memberikan obat pada infus, mengecek kondisi pasien, dan mengecek tekanan darah. Semua itu mereka lakukan bersama-sama. Hingga gelapnya malam tergantikan oleh fajar yang terang benderang.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Spoiler

"Lo, gila. Tertawa sendirian, mau menjadi calon pasien baru. Kalau gak kuat mental, tak usah sok-sokan minta PKL disini."

Zia berusaha sabar. Mengelus dada berulang kali. "Al suka sama Zia, ya?"

"Najis."

"Tak usah marah seperti itu. Nanti jika Al jadi pasien baru gimana? Kan Zia yang repot."

"Jadi sekarang, lo do'ain gue gila?" tanya Al, dengan wajah marah.

Zia tersenyum. 'Salah lagi, salah lagi. Kapan sih aku bener dimata kamu Al. Kayaknya ucapan dan tindakan aku selalu salah. Apa aku sebodoh dan tak seberguna itu.'

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang