Tahanan

139 11 0
                                    

Berpura-pura itu menyakitkan, seperti luka yang ditekan untuk tidak terlihat oleh mata. Maka dari itu, Anggara tidak ingin mereka merasakannya.

🥀🥀🥀🥀🥀

Siang hari yang begitu cerah. Mentari yang tak menampakkan dirinya dan angin kencang yang terasa menyejukkan. Membuat pekerjaan kedua tahanan baru, terasa lebih ringan. Sejenak Anggara terdiam, terpaku menatap wajah salah seorang polisi. Seorang polisi yang memanggil nama Alfarizi, mengeluarkannya dari sel, lalu mengucapkan bahwa Alfarizi bukan lagi seorang tahanan. Seakan tak ada jeda bagi Anggara untuk menghirup udara segar.

"Nyokap gue udah datang. Gue duluan, selamat menikmati hidup, di dalam neraka sialan ini lebih lama, Anggara." Alfarizi berjalan keluar setelah mengatakan salam perpisahan kepada Anggara.

Ternyata bener apa yang Anggara dengar cerita dari mulut ke mulut. Para polisi akan membebaskan orang yang paling bersalah sekalipun, dan semua itu diukur dari seberapa banyak nominal yang diberikan keluarga pihak tersangka. Sekarang ia melihatnya sendiri. Alfarizi dibebaskan hanya karena uang bukan dengan keadilan. Menjadi tahanan satu hari, tak akan pernah membuat jera seorang penjahat.

"Ucapan lu, bener Niel. Daniel Alfarizi adalah pria tampan yang beruntung. Gue harap dengan kebebasan dan keuangan yang lu punya. Tidak akan pernah melecehkan seseorang lagi entah dengan alasan cinta atau kenikmatan semata," Anggara hanya mampu bermonolog sendirian di bawah langit yang cerah.

Anggara kembali melanjutkan pekerjaannya. Di sebuah tambang batu bara, semua tahanan menjadi pekerja paksa. Anggara jelas melihatnya. Salah seorang pria, dicambuk oleh polisi. Harus seperti inikah?

Dunia memang kejam dan waktu terlalu cepat berputar pada porosnya. Beberapa bulan yang lalu seorang wanita dengan depresi yang dideritanya terpaksa terkena cambuk dan bantai oleh seorang perawat. Lalu sekarang, pria tahanan yang diklaim sebagai perampok itu dicambuk polisi dengan posisi kaki yang telah dirantai.

Miris! Manusia makan-makanan dengan hasil menyiksa orang lain. Setelah menyiksa, mereka pergi tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun. Apakah ini yang disebut keadilan?

Pekerjaan dan lamunan Anggara terpaksa dihentikan, dengan kehadiran polisi wanita yang memanggilnya. Ia, sudah membayangkan keadilan yang memihak kepadanya. Dibebaskan karena keadilan, itu sangat menyenangkan bukan? Sekarang Anggara juga merasa beruntung, lebih dari Alfarizi.

Kenyataannya, itu semua adalah ekspresi belaka.

Anggara ditampar kenyataan, hanya dari ucapan lembut seseorang wanita. "Saudara Anggara, Ada yang ingin menemui Anda."

Berjalan lalu melihat seorang wanita cantik yang sedang menunggunya.

"Bagaimana kabarmu hari ini, kak?"

"Baik," jawab Anggara seadanya.

Tidak! Anggara sama sekali tidak berniat untuk berbohong, tetapi ia takut kebahagiaan gadis cantik ini akan hilang karena cerita-cerita menyedihkan darinya.

"Maafin, Zia." Gadis itu mulai menangis dengan kata maaf yang ia ucapkan di sela isakan nya.

Berpura-pura itu menyakitkan, seperti luka yang ditekan untuk tidak terlihat oleh mata. Maka dari itu, Anggara tidak ingin mereka merasakannya.

"Kehadiran ku, telah merubah kehidupan mu, kak. Cita-cita dan harapan seorang ibu dihancurkan oleh diriku."

Cukup Anggara saja yang mendekam di dalam penjara, jangan orang-orang disekitarnya juga. Ia, memang tak menyalahkan siapapun. Taruhan itu ada karena dirinya sendiri. Dan keputusan menjadi seorang psikopat juga ia ambil tanpa keraguan. Lantas, untuk kesuksesan yang hancur itu, Anggara sendiri yang menyebabkannya.

"Zia memang tidak tau tentang taruhan dan perasaan ka Anggara. Tapi sungguh, Zia benar-benar menyesal telah hadir di hidup ka Anggara."

"Aku yang telah memutuskan untuk menjadi psikopat dan melukai Niren. Meski itu atas dasar cinta, akan tetapi semua itu dilakukan oleh diriku. Kamu tidak bersalah, Zia."

"Zia rasa, Ka Anggara yang zia kenal telah kembali. Pria baik yang menolong Zia dari amukan orang gila. Ka Anggara tidak usah khawatir, Zia janji akan bekerja agar bisa membebaskan kakak dari sini," ucap Zia tulus.

Anggara tersenyum sambil menggenggam tangan mungil Zia. "Tidak usah, nanti Zia kecapean. Belajar saja yang rajin agar bisa masuk universitas yang kamu impikan, cantikku."

Seketika air mata Zia berhenti mengalir. "Nah itu. Aku mau kita sama-sama belajar dan berjuang agar masuk universitas yang sama, kak." Gadis itu nampaknya berpikir sejenak, tanpa aba-aba Zia mengecup singkat tangan kotor milik Anggara. "Aku tetap akan berusaha untuk membebaskan kamu, kak."

"Cantiku dengerin kata-kata ka Anggara mu ini. Aku akan baik-baik saja disini. Lagi pula ini adalah balasan dari luka yang diterima teman mu itu. Keadilan telah berpihak padanya."

Zia menggelengkan kepalanya. "Lantas, keadilan itu yang bagaimana?"

Anggara terdiam. Ia, tak mampu menjawab pertanyaan yang ia sendiri tidak tau jawabnya.

"Mengapa, Alfarizi dibebaskan hanya karena uang. Bukankah, Niren bunuh diri karena pelecehan itu."

Lagi, Anggara tak tau harus menanggapi ucapan Zia dengan kalimat seperti apa.

"Bahkan seorang koruptor saja dibebaskan dalam satu malam. Apakah dunia ini hanya berpihak kepada orang yang mempunyai kedudukan tinggi dan uang yang berlimpah?"

Anggara tersenyum meski otaknya tak menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang zia ucapkan.

"Kamu tidak usah memikirkan keadilan untuk ku. Zia cantik, meski seorang pria yang kamu cintai telah mendapat kebebasan. Aku harap, kamu ingat dengan kejadian yang menimpa temanmu, lupakan cinta mu itu dan belajarlah untuk menerima takdir yang Allah tentukan."

"Saudara Anggara, waktu kunjungan anda telah habis," ucap salah seorang polisi wanita.

"Pulanglah. Aku akan baik-baik saja disini. Jaga dirimu baik-baik cantikku."

"Jika keadaan mu sedang tidak baik-baik saja, maka katakan lah tidak baik. Jangan berbohong kepada ku, kak. Zia pamit..."

Anggara pergi dibawa seorang polisi, kembali memasuki jeruji besi. Melanjutkan pekerjaan paksa nya dan mulai menggambar pagar-pagar sebagai penanda waktu. Setiap empat batang pagar yang berdiri ia ikat dengan pagar melintang. Gambar pagar itu adalah sebagai penanda waktu tahanan Anggara.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Hai aku update cerita lagi.

Aku nggak berekspresi lebih dengan cerita-cerita ku. Aku seneng kalian mau baca cerita ku ini. Terimakasih ya.

See you next part....

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang