Separah Apa Luka Mu Hati?

45 1 0
                                    

Gemuruh petir saling bersahutan, awan hitam sudah bersiap mengeluarkan tetesan air hujan, daun-daun berterbangan tertiup angin. Zia dengan mata sembab, baju lusuh, rambut yang sedikit berantakan, berjalan menuju rumah sakit jiwa.

Anyelir adalah tempatnya mengabdi selama kurang lebih tiga bulan ini. Terhitung sejak hari kegagalannya, semangat Zia seolah hilang bersama dengan tetesan air mata yang selalu luruh dari pelupuk mata.

Selama sepuluh menit perjalanan, akhirnya ia sampai di tempat tujuan. Rawat jalan anyelir, atau bisa kalian sebut psikiater. Tempat di mana orang-orang datang untuk berkeluh kesah, bernegosiasi dan mencurahkan isi hati. Perasaan yang sama dirasakan oleh Zia. Rasa cemas, takut, kecewa, sedih, marah, semua bercampur menjadi satu dalam waktu yang bersamaan.

Cahaya dalam lensa kini menangkap gambar yang sangat jernih, gambar dua orang remaja, dan satu laki-laki memakai jas almamater universitas. Mata Zia, tak salah melihat, seseorang yang hebat sedang duduk menunggu nomor antrian, menunggu namanya di panggil.

Kaki Zia kini melangkah menuju sebuah toilet umum, hanya sekedar membersihkan kotoran di celana putih nya, atau merapikan rambut yang berantakan. Namun, siapa sangka salah seorang remaja yang baru saja ia lihat kini sedang menangis tersedu di dalam kamar mandi. Suara itu terdengar jelas di telinga, wajah yang terpantul cermin, terpancar keputus asaan, goresan luka di tangan kembali gadis itu lakukan.

"Stop, mengapa kamu melukai dirimu sendiri?"

Tangis itu seketika berhenti, gerakan tangan juga terhenti, gadis itu seolah terhipnotis dengan kata-kata lembut Zia. Pisau lipat kembali di masukan ke dalam tasnya. Tangan bergerak menghapus bekas air mata. Tubuh berbalik menghadap Zia, bola mata saling bertemu, wajah bertatapan, mereka sama-sama memiliki mata yang sembab dengan cerita yang berbeda.

"Aku, reflek mba. Mungkin pikiran ku sedang ada di dapur sehingga bawaannya ingin memotong sayuran," elaknya, tentu dia berbohong, dengan suara yang gagap dan tak masuk akal saja sudah membuktikan bahwa dia berbohong.

"Jangan melakukan itu lagi mba. Jangan melakukan dirimu sendiri."

"Iya mba."

"Mba sedang mengantri ya, baru ke sini? Soalnya saya baru pertama kali liat."

"Ngga mba, saya sedang menemani teman saya."

"Semangat ya mba," ucap Zia sambil menepuk pundak sang gadis.

"Mba juga semangat. Saya permisi mba."

Gadis itu pergi meninggalkan Zia sedirian di dalam kamar mandi. Zia kembali termenung dengan senyuman yang ia paksa untuk mengembang. Wajahnya terlihat sangat kacau dengan rambut yang berantakan. Tetesan air mata luruh tanpa di minta. Buru-buru Zia segera menghapusnya.

"Separah apa luka mu hati, hingga membuat aku seperti ini."





🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀




Di sebuah kamar kost yang kecil, aku membaca sebuah buku berjudul 'jika kita tak pernah baik-baik saja' karya ka Alvi. Sebuah lembaran kertas yang berisi.

Sepasang kekasih duduk di sebuah perahu layar yang bernama kehidupan, mendayu-dayu dengan angin dan suasana laut yang tenang, indah, sangat menyenangkan. Di bawah langit senja, ombak yang tenang, mereka sama-sama menjalin kasih.

Namun, pada malam-malam tertentu, ombak semakin meninggi, petir saling bersahutan. Dia, kekasihmu mengatakan "kita udahan aja ya," suara di sebrang sana sangat tenang tanpa sesak dan sesal dalam dirinya.

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang