Broken Home Tidak Semuanya Berasal Dari Perceraian!

131 14 1
                                    

Aku menyebut namanya
Hanya untuk membiarkan dia pergi
Bukan untuk bersama
Dalem waktu yang lama

~Jenika lovely~

•°•°•°•°•°•°•


Orang bilang persahabatan antara perempuan dan laki-laki, sangat mustahil jika tidak melibatkan perasaan. Sepertinya itu benar. Jenika mengalaminya, jika dulu ia rela melihat laki-laki yang dicintai bergandengan tangan dengan perempuan lain. Siap menahan rasa sakit hati, ketika bercerita perihal perempuan. Namun, untuk saat ini, tidak. Jenika benar-benar masakan nyeri di dadanya ketika sahabat sekaligus orang yang ia cintai lebih memilih pasien depresi, dibandingkan dirinya.

Malam ini bintang gemerlapan cerah di langit, seolah menyuruh makhluk bumi untuk tersenyum bahagia melihatnya. Jenika duduk termenung ditemani Zia yang fokus dengan proposal milik Anggara.

Sebuah suara mengagetkan kedua perempuan itu. Suara berat yang khas, sudah mereka kenali.

"Jenika," ucap Rafly yang direspon dengan senyuman oleh sang gadis. Sementara Zia lebih memilih kembali fokus pada kegiatannya.

"Kamu, sudah menyelesaikan pembuatan proposal kamu?"

"Belum sepenuhnya, besok tinggal observasi ke pasien nya langsung dan buat proposal nya. Kenapa, mau nemenin aku buat ketemu pasien itu?" tanya Jenika dengan semangat, wajahnya di penuhi rasa bahagia.

"Nggak Jen. Aku, mau minta tolong sama kamu...."

"Minta tolong apa?"

"Bantuin aku cari tau tentang data, status dan ruangan Yuna Azahra, ya?" pinta Rafly dengan senyuman manis di bibir.

Hati Jenika kembali berbunga-bunga. Senyuman gadis itu semakin mengembang. Tanpa keraguan sedikitpun, Jenika mengangguk mengiyakan.

"Sama kamu, kan nyari nya?"

"Kalau aku menyerahkan seratus persen ke kamu. Nggak apa-apa kan," ucap Rafly dengan entang nya.

Suasana hati yang awalnya bahagia kini kembali dirobohkan. Zia yang mendengarnya, ikut merasa kesel dengan Rafly.

"Oh, jadi lo mau manfaatin gue!! Emangnya mau kemana?"

"Mau izin pulang tiga hari, untuk melihat kondisi Anara. Bibi, bilang dia sudah dua hari mengeluh sakit perut, aku takut terjadi sesuatu sama dia," jelas Rafly dengan tak berdosa nya.

"What!" ucap Zia yang kini menatap wajah Rafly.

"Kalau untuk itu, gue nggak bisa bantu, buat cari data pasien lo itu. Gue mau ke kamar dulu!" Jenika dengan air mata yang siap menetes segera pergi dari hadapan sahabatnya.

Rafly yang mendengar penolakan dari Jenika hanya bisa menghela nafas berat. Ia tak tau harus meminta bantuan kepada siapa lagi, selain sahabat perempuannya.

"Zia, saranin. Rafly selesaikan PKL dulu, lagian Anara udah sembuh jadi bisa pergi ke dokter sendiri ditemani bibi. Walaupun dia butuh Rafly, kami disini akan kewalahan nantinya."

Setelah mengatakan itu, Zia beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu memasuki kamar, dan melihat perempuan kuat kini meneteskan air mata. Zia sendiri kurang tau, apa yang terjadi dengan ketua tim PKL nya ini.

Sementara Rafly yang lusuh hendak melangkah keluar kost. Namun, suara seseorang menahannya.

"Rafly! Sebelum terlambat, aku minta. Kamu Carikan kosan untuk Anara. Kemungkinan besar sekarang dia positif. Buang ego dan rasa kasian mu. Aku tau, kata Jenika kamu cinta sama Anara. Tapi seenggaknya jangan mengorbankan mental seseorang untuk tindakan gegabah kamu. KAMU YANG LEBIH TAU JENIKA DAN ANARA, SEKARANG! Pikiran baik-baik!!"

Nyatanya, ucapan ketiga perempuan itu hanya masuk ke telinga kanan keluar telinga kiri. Rafly tetap pada pilihan pertama, untuk pulang bertemu dengan gadisnya.

Kepergian Rafly, membawa beban berat pada ketiga temannya yang masih berjuang di kabupaten Magelang.



🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Suasana kosan pagi ini terlihat sangat sepi. Kedua gadis cantik sudah tempur dengan pasien-pasien Anyelir. Menyisakan Jenika dengan mata sembabnya di dalam kamar.
Kantung mata gadis itu membengkak akibat air mata yang terus menerus menetes tadi malam.

Pukul 08.38 Jenika kembali menekuk lutut, membenamkan wajah dan mulai menangis. Tangisan Jenika semakin keras, akibat dering telepon yang berulang kali berbunyi. Dengan gemetar, ia mengambil ponselnya. Emosi kian meledek saat mendengar suara seseorang ibu.

"Halo! Jenika, mama mau minta tolong. Bujuk papah kamu agar mau bercerai dengan mama!" ucap seorang wanita paruh baya di seberang.

"M-maa...," suara Jenika melemah, air mata kian deras mengalir.

"Iya. Kenapa sayang. Mau minta uang, mau berapa?"

"B-bukan uang, ma. Jenika mau mama berubah. Ayo kita sama-sama seperti dulu. Udahan ya ma, selingkuhnya. Aku yakin, papah akan berubah, papah nggak akan sakiti mama lagi."

"Jenika! Mama ngga pernah ngajarin kamu untuk menjadi anak yang melawan orang tua, seperti ini!"

"Kalau bukan Jenika, siapa lagi yang mau ngingetin mama."

"Kamu, ngga sayang sama mama. Papah kamu ngga bisa menghasilkan uang yang cukup buat kebutuhan kita, Jen. Dia selalu nyakitin mama!!"

Jenika menutup telfonan secara sepihak. Ia mulai menangis kembali. Dadanya terasa sangat sesak, kepala nya berdenyut pusing. Hingga Jenika tak mampu menahan beban yang sedang ia hadapi . Semakin lama keluarga nya semakin hancur. Fungsi Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat berbagi kasih sayang, saling melindungi tetapi itu sudah tidak lagi berfungsi dalam keluarga.

Jenika ingin sekali menyerah, berteriak, bercerita, dan pergi menjauh. Sejauh apapun gadis ini pergi, nyatanya Masalah itu akan mengikutinya. Di rumah Jenika memang tidak pernah mendapat kekerasan fisik, tapi perasaannya sering terluka.

Lalu dalam diam, otaknya terus memutar pertanyaan yang tak tau jawabannya.

"Mengapa aku harus dilahirkan?
Dunia kenapa tidak pernah berpihak padaku?
Untuk apa Allah menyatukan kedua orang tuaku kalau pada akhirnya akan menimbulkan luka pada anak-anaknya?
Tidak pantaskah aku mendapatkan kasih sayang orang tua?"

Keluarga Jenika sedang berantakan. Jenika mulai benci semuanya. Mengapa kedua orang tuanya tak mencoba memperbaiki keluarga. Apakah mereka tidak melihat anak mereka yang malang, mungkin Jenika bisa menerima dan memahami pertengkaran kedua orang tuanya, tapi adik kecilnya tidak.

Gadis itu selalu tersenyum menutup luka di hatinya. Ceria di sekolah, tertawa bersama sahabat laki-lakinya. Bercerita kepada orang tua sahabat nya. Lalu, sekarang. Dia harus berdiri sendiri, menguatkan hati agar bisa melewati masalah dengan baik. Meski Jenika berharap Rafly kembali bersamanya. Dan keluarga bisa seperti dulu, saling menyayangi tanpa menyakiti.

Ternyata ini lebih menyakitkan dari pertengkaran dengan seorang kekasih. Di putusin seorang laki-laki. Bahkan strict parents dan anak broken home saja masih bisa merasakan kasih sayang orang tua, meski dari salah satunya.

Broken home tidak semuanya berasal dari perceraian kedua orang tua. Jenika sendiri korban nya.





🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀



Menurut kalian part kali ini gimana?

Aku sama sekali tidak bermaksud menyinggung anak broken home, strict parents atau remaja yang sedang patah hati. Buat kalian yang merasa tersinggung di part ini, aku minta maaf yang sebesar besarnya.

Buat yang mau mampir dan follow ke Ig ku, boleh banget @desinta_mutady

Semangat juga para pejuang snbp/snbt, SMA/SMK favorit

See you next part.

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang