Lara || • 05

592 88 7
                                    

"Jangan terus sakitin Lara, jangan buat Alvaro dan bang Zayn membenci kalian" ujar Alvaro dan segera naik keatas kamarnya.

Zayn menatap keduanya penuh amarah, dan segera masuk kedalam kamarnya.

"Dasar anak sial!" teriak Davit.

Lara sedang terisak dikamarnya, mendengar dengan jelas pertengkaran keluarganya hanya karena dia.

Jika saja Lara, tidak mengatakan semuanya. Mungkin mereka tidak akan, bertengkar seperti sekarang.

Ada seseorang yang membuka pintu kamar Lara, membuat Lara sedikit terlonjak.

"Abang..."

Alvaro tersenyum, dan segera mendekap tubuh Lara. Tangisannya, pecah didalam dekapan kakaknya.

Alvaro mengelus rambut Lara, dan mencium pucuk kepala Lara dengan lembut.

"Udah,"

"Kalo, aja Lara gak bilang. Kalian gak mungkin berantem kayak tadi" Isak Lara, membuat Alvaro kembali mendekap Lara dnegan erat.

"Lara, liat Abang liat Abang" perintah Alvaro, melepaskan dekapannya.

Alvaro memegang pipi adiknya itu, menatap mata basah itu.

"Abang Al, sama Abang Zayn akan lakukan apapun demi kebahagiaan Lara" ujar Alvaro lembut.

"Kita bakal jaga Lara, gak bakal biarin Lara terluka" lanjut Alvaro.

Lara kembali mendekap Alvaro dengan erat, tangisannya kembali pecah.

Lara sangat bersyukur memiliki keduanya, Lara tidak pernah merasa sendiri lagi.

¥¥¥

Lara sedang duduk dibalkon kamarnya sendiri, karena kedua kakaknya sedang ada urusan penting.

Lara menghabiskan malam ini dengan sendiri, setelah merasa bosan menatap langit malam. Lara memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya.

Saat Lara berjalan, tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarnya.

Dia adalah Davit, membawa sebuah cambukan dengan senyum miringnya.

Tubuh Lara ketakutan, keringat dingin bercucuran. Lara mundur karena takut.

"Sekarang tidak ada yang bisa membantumu anak bodoh," ujar Davit dengan senyum smirknya.

"Jan-gan ayah,"

"Dengan mengadu kepada kedua kakakmu, membuat kami kasian?"

"Hah! Jawab! Sudah berani mengadu rupanya,"

Davit segera menarik tubuh Lara hingga membuat, tersungkur kebawah lantai.

Dengan cepat Davit mencambuk tubuh putrinya, membuat Lara menjerit sakit.

"Ah! Ayah!"

"INI HUKUMAN BUAT KAMU YANG SUDAH BERANI MENGADU!"

Cetar....Cetar

"Ah, ayah sakit" Isak Lara.

"DASAR ANAK BODOH! KAU BUKAN ANAKKU!"

Cetar.. certar...

"Bang Zayn!"

"Tidak ada yang mau, membantumu anak bodoh!"

"PEMBAWA SIAL! KAU TAK SEHARUSNYA ADA!"

cetar.. cetar..

"PEMBAWA MUSIBAH! KAU HAMPIR MEMBUAT ISTRIKU MATI!"

"KAU BUKAN ANAKKU! KAU MUSIBAH! SIAL! BODOH!"

"bang Al," panggil Lara dengan pelan.

Plak!

Davit terus saja, mencambuk dan menatar Lara. Membuatnya menjerit sakit. Hidungnya sudah mengeluarkan darah, tubuhnya sudah lemas.

Setelah melihat Lara sudah tidak sadarkan diri, Davit segera menyelesaikan perbuatannya. Dan segera meninggalkan tubuh lemah itu.

Tiga puluh menit berlalu, Lara sudah sadar dari pingsannya. Lara terisak, tubuhnya mati rasa dibuat ayahnya.

Ini memang bukan yang pertama, tapi sakitnya sangat membekas. Dengan sekuat tenaga Lara membawa tubuhnya keatas ranjang.

Luka didaerah perut, dan kakinya. Tangan yang masih membengkak membuatnya semakin sakit.

TBC
.
.
.
.

Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Luka_10

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang