Lara || •17

395 63 5
                                    

Lara dan Azka sedang dalam perjalanan menuju rumah, sebenarnya Azka sedikit bigung kemana orang tua Lara?

Sibu? Berada diluar kota? Dan kenapa Lara menangis tadi siang. Banyak sekali pertanyaan dalam otak Azka, namun ia berusaha untuk biasa saja.

Karena itu adalah privasi seseorang, dia tidak mau ikut campur.

Saat sudah berada didepan rumah, Lara segera turun dari motornya. Azka membantu membukakan helm yang dipakai Lara.

"Terimakasih," ucap Lara dengan senyum manisnya.

"Sampai bertemu besok." ucap Azka, mengacak poni Lara.

"Ih! Azka jadi berantakan" kesal Lara, dengan bibir yang ditekuk kesal.

"Udah sana masuk" perintah Azka.

"Yaudah, Azka hati-hati ya" ucap Lara yang diangguki oleh Azka.

Azka segera menjalankan motornya, dan Lara segera masuk kedalam rumahnya.

"Eh udah pulang?" tanya Zayn, saat melihat kedatangan Lara.

"Udah. Abang lagi bikin apa?" tanya Lara, saat melihat Alvaro dan Zayn seperti fokus pada kertas-kertas disekeliling mereka.

"Besokkan kita kembali terjun, ke anak-anak yang membutuhkan kemarin. Ini laporannya," jelas Alvaro. Yang diangguki oleh Lara.

"Hari Selasa, Abang udah lepas jabatan jadi ketua osis. Kamu dan bang Al, nyalonin ya?" tanya Zayn, membuat Lara mendongkakan kepalanya.

"Eng-"

"Jangan coba nolak." ujar Zayn dingin.

Jika sudah seperti ini Lara mau tidak mau harus mengiyakan tawaran Zayn, ini bukan seperti tawaran tapi keputusan sepihak.

Lara mengganggukan kepalanya walaupun sedikit kaku, setelah melihat anggukan dari Lara. Zayn mengacak rambut Lara dengan gemas.

"Mandi sana, bau" ledek Alvaro, membuat Lara membulatkan matanya.

"Enak aja! Bang Al tuh, yang bau" ujar Lara dengan bibir yang ditekuk bete.

"Kamu!"

"Ih! Bang Zayn," adu Lara.

"Tukang ngadu!" ledek Alvaro, dengan tertawa.

"Mandi Ra," perintah Zayn.

Lara menganggukan kepalanya, dan segera beranjak dari duduknya. Saat berjalan Lara membalikan tubuhnya, dan mengeluarkan lidahnya meledek Alvaro.

"Awas aja kamu Ra,"

"Nyenye" ujar Lara menye-menye, dan segera berlari keatas kamarnya.

Zayn hanya bisa geleng-geleng dengan kelakuan, kedua adiknya itu.

¥¥¥

Saat sudah makan malam, Zayn, Alvaro dan Lara. Memutuskan untuk bersantai didepan rumah.

Seperti biasa menatap, langit malam hari ini yang begitu indah dihiasi bintang dan bulan malam.

"Bang"

Zayn dan Alvaro segera menatap Lara, yang memanggil mereka.

"Abang gak Deket sama siapa-siapa?" tanya Lara.

Keduanya menggeleng, dengan senyuman tipis. Dan kembali menatap langit malam.

"Lara gak usah dijaga terus, Lara udah besar" ujar Lara.

"Mau sedewasa dan sebesar apapun kamu, tetap dimata kita. Kamu hanya gadis kecil," ucap Zayn dan mengacak rambut Lara.

"Tapi memang iya, kamu harus mandiri. Akan ada saat dimana, bang Zayn dan bang Al pergi" lanjut Zayn, membuat Lara dan Alvaro menatapnya.

"Ke-mana?" tanya Lara sedih.

"Mungkin maut memisahkan" ucap Alvaro membuka suaranya.

"Lara gak bakal izinin kalian pergi! Lara gak mau jauh dari kalian!" tegas Lara, dengan air mata yang sudah turun.

Alvaro segera mendekap tubuh Lara, saat dia menangis selalu ada Alvaro yang mendekapnya. Selalu ada bahu kuat.

Saat Lara disakiti sekalipun selalu ada Kedua kakak laki-lakinya, tidak terbayang jika keduanya pergi hidup Lara akan bagaimana.

Mungkin akan semakin gelap saja, jika mereka pergi. Alvaro dan Zayn adalah kehidupan bagi Lara.

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Spam komen yu! Biar aku tambah semangat up nya!

Luka_10

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang