Zayn sedang sibuk didapur, Alvaro dan Lara sedang membeli beberapa bumbu dapur yang sudah habis.
Saat Zayn sedang sibuk dengan masakannya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Membuatnya harus berhenti.
Saat Zayn membukakan pintunya, betapa kagetnya dia dengan seseorang yang datang.
Zayn dan laki-laki paruh baya itu sedang berada didalam, rumah.
"Apa ayah gila?!" tanya Zayn yang tidak, meyangka dengan ucapan ayahnya barusan.
"Kamu hanya punya waktu sampai sore nanti, pulang atau kamu akan tau resikonya" ucap Davit dan segera berjalan keluar.
Rahang Zayn terlihat mengeras sekarang, wajahnya memerah menahan amarah. Mengapa ayahnya itu sangat licik!
"Licik!"
"Anjing!" umpat Zayn.
Zayn menendang meja begitu keras, amarahnya sudah berada diujung tanduk.
¥¥¥
Alvaro, Zayn dan Lara sudah selesai makan siang. Namun sekarang Zyan terlihat sangat berbeda, banyak diam. Seperti sangat banyak beban dipundaknya.
"Siap-siap kita pulang kerumah," ujar Zayn dan segera berlalu.
"Pulang, kerumah?" beo Alvaro.
"Cepat, Jangan buang-buang waktu." perintah Zayn dingin.
"Tapi kenapa bang? Bukannya kita udah sepakat untuk, tinggal disini?" tanya Alvaro, yang tidak menyangka dengan perintah abangnya itu.
"Cepat! Jangan banyak bertanya!" bentak Zayn.
Lara terlonjak, dan memejamkan matanya. Ada apa dengan Zayn? Saat tadi Lara dan Alvaro keluar, Zayn masih baik-baik saja.
Alvaro menatap Lara, masih dengan wajah kagetnya dan nafas yang memburu.
"Jangan sedih, ayo pulang. Bukannya ini yang Lara mau?" tanya Alvaro, dan mengelus bahu Lara.
"Ayo. Kamu butuh sesuatu, dan kesulitan. Kamu bisa panggil Abang" ujar Alvaro.
"Makasih Abang"
Alvaro tersenyum, dan segera berlalu menuju kamarnya. Bersiap-siap untuk pulang kenerakanya.
Zayn sedang berada dikamarnya, pikirannya kalut. Dia merasa bersalah telah membentak adiknya.
"Maafin Abang, Abang terpaksa. Ini demi kalian" gumam Zayn.
Zayn mengacak rambutnya prustasi, dia sangat takut dengan penderitaan kembali kepada adiknya itu.
"Ah! Anjing licik!" umpat Zayn.
¥¥¥
Zayn, Alvaro dan Lara sedang berada didepan rumah besar keluarga Hensen. Neraka bagi ketiganya.
Vania dan David sudah menyambut keduanya, Vania tersenyum menatap kedua putranya.
"Anak bungsu mamah," ujar Vania mendekat kearah Alvaro.
Alvaro menatap Lara, Lara hanya tersenyum tipis. Dia bukan anaknya.
"Aku anak kedua bunda" ucap Alvaro dingin, dan menepis tangan Vania yang memegang kedua pipinya.
"Lara anak bungsu bunda, Alvaro anak kedua keluarga Hensen" sindir Zayn.
Zayn segera berlalu menuju kamarnya, namun tertahan dengan ucapan ayahnya.
"Pilihan yang bagus" ujar David dengan senyum miringnya.
"Ingat janji ayah" ucap Zayn, dan segera melanjutkan jalannya.
"Hey! Anak bodoh! Cepat masuk kekamarmu. Saya muak melihat wajahmu" perintah Vania.
Lara tersenyum dan menundukkan kepalanya, dan segera berjalan menuju kamarnya. Dengan sekuat tenaga ia tahan air matanya yang sebentar lagi menetes.
"Bunda!" bentak Alvaro.
"Sudah pandai membentak rupanya? Demi membela anak pembawa sial itu?!" bentak Vania.
Alvaro membuang wajahnya dan segera naik, untuk segera masuk kedalam kamarnya.
Apa yang lakukan Zayn, menambah luka adiknya?
Perlu diingatkan lagi, Lara bukanlah anak keluarga Hensen. Dia hanyalah benda mati, yang dipaksa hidup oleh mereka.
"Sakit..." Isak Lara.
"Lara emang bukan anak ayah dan bunda, Lara hanya pembantu" ujarnya terisak.
Zayn yang sengaja, menguping dibalik kamar Lara. Karena dia sudah tau, Lara akan menangis. Lagi-lagi rasa bersalahnya, berada dipuncaknya.
"Maafin Abang Ra, Abang terpaksa" gumam Zayn dan segera masuk kedalam kamarnya.
Lara memeluk lututnya, dan terus menangis. Dia memang anak bodoh, tidak pernah diakui oleh siapapun.
Dia hanya seorang beban, dan sebuah musibah, ucap kedua orang tuanya.
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI Terlalu banyak luka lara dalam hidupku, terlalu banyak serpihan luka yang aku rasakan. aku menutupinya dengan berbagai cara, tapi hatiku semakin sakit. saat aku berpura-pura bai...