"sakit Ka.."
"Bukan aku yang nyuri, aku dijebak.."
Itulah kata yang terus Lara katakan, didalam pelukan Azka. Azka semakin mengeratkan pelukannya, dia juga percaya bukan Lara yang melakukannya.
"Iya, udah. Kamu kuat, aku percaya sama kamu." ucap Azka lembut.
"Lara!"
Tiba-tiba ada yang memanggil nama Lara, membuat Lara melepaskan dekapannya.
"Rora.."
Aurora segera mendekat dan memeluk tubuh Lara, mengapa tubuh kuat ini berubah menjadi tubuh serapuh ini?
"Bukan aku Rora, bukan aku" isak Lara.
"Iya, gue percaya sama lo. Bukan lo,"
Azka menundukkan kepalanya, hatinya sakit melihat Lara sehancur ini. Asep memegang pundak Azka, membuatnya mendongkakan kepalanya.
"Bukan Lara," bisik Asep.
Azka menganggukan kepalanya, dan tersenyum tipis. Dia juga percaya bukan Lara.
"Udah Ra, jangan nangis terus." ujar Raga.
"Iya, kemana Lara yang ceria?" tanya Asep.
Seketika Lara menghentikan isakannya, dan melepaskan pelukan Aurora. Lara menghapus jejak air mata dipipinya.
Dan menelan semua sesak didadanya, menatap teman-temannya. Dan tersenyum tipis.
"Ada banyak cara manusia untuk menjatuhkan, seseorang." ujar Azka, dan menggenggam tangan Lara.
"Tapi Tuhan punya juga punya cara, untuk menaikkan derajat seseorang" ucap Azka.
Lara tersenyum dengan ucapan Azka dan Asep, hatinya sedikit lega. Karena dia tidak benar-benar sendirian, masih ada mereka yang peduli dan percaya.
"Jangan merasa sendirian, ada kita yang akan selalu ada" ucap Asep.
"Jangan terus paksa diri kamu buat kuat Ra, kamu juga manusia wajar ngerasa sedih" ujar Raga.
"Tapi kamu udah bertahan sampe titik ini, berarti kamu kuat" ucap Aurora.
Lara tersenyum semakin lebar, "makasih. Kalian yang hanya seorang sahabat, percaya sepenuhnya ke Lara. Tapi Abang Lara sendiri, gak percaya sama Lara" ucap Lara.
Aurora, Raga, Asep dan Azka saling memandang satu sama lain. Alvaro tidak percaya?
"Eh, ke kelas yu" ajak Lara.
¥¥¥
Lara sedang berada di mobil taksi, menuju rumahnya. Lara masih memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong, hidupnya seperti kehilangan arah sekarang.
Tiba-tiba mobil taksi berhenti disebuah rumah, Lara pikir dia sudah sampai. Dan segera keluar dari mobil, betapa terkejutnya dia ini bukan rumahnya.
"Pak, ini bukan rumah saya" ucap Lara.
Tiba-tiba ada yang menutup mulutnya, menggunakan tangannya. Dan membawa Lara menuju rumah itu.
Lara terus memberontak, dan berteriak sebisanya. Tapi sulit, mulutnya ditutup.
Tiba-tiba supir itu membanting tubuh Lara ke kasur, dan membuka maskernya. Lara terkejut, dan laki-laki itu hanya tersenyum devil.
"Kak Nat-han?"
"Kenapa hm?" tanya Nathan, dan membelai wajah Lara.
"Di-em kak,"
Nathan membuka kancing seragam Lara satu persatu "jangan kak! Atau aku teriak!" bentak Lara, dan memengang bajunya.
"Teriak saja, tidak ada orang disini sayang"
"Tolong! Tolong!" teriak Lara.
Lara sudah terisak, apa yang akan terjadi pada titik akhir hidupnya?
Nathan memegang kedua tangan Lara yang terus memberontak itu, dan berhasil membuka seragam Lara. Terlihat kulit putihnya.
Nathan segera mencumbu leher mulus Lara, Lara terus saja berteriak dan meminta tolong.
"Jan-ngan kak, jangan." ampun Lara.
Nathan menetap kedepan, dan melihat seorang gadis yang memegang handphone itu.
Gadis itu mengganggukan kepalanya dengan senyumannya, Nathan ikut mengganggukan kepalanya dan tersenyum miring.
Nathan segera beranjak dari kasurnya," cepat pergi! Sebelum saya berubah pikiran, dan segera menikam kamu anak bodoh!" ucap Nathan.
Lara segera berlari dan mengancingkan seragamnya, Lada terus saja berlari dengan isakannya.
Hatinya sakit, kenapa semesta terlalu menyakitkan untuknya.
"TUHAN! LARA LELAH!"
TBC
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI Terlalu banyak luka lara dalam hidupku, terlalu banyak serpihan luka yang aku rasakan. aku menutupinya dengan berbagai cara, tapi hatiku semakin sakit. saat aku berpura-pura bai...