"Udah bang, jangan nyalahin diri sendiri"
Tiba-tiba dokter keluar dari ruangan, Zayn dan Alvaro segera mendekat untuk mengetahui keadaan Lara.
"Bagaimana dok keadaan adik saya?" tanya Zayn.
"Adik anda memiliki luka yang cukup serius dibagian perut dan kakinya, akan membuatnya sedikit kesulitan untuk berjalan" jelas Dokter.
"Pasien harus dirawat untuk beberapa hari, hingga lukanya membaik" lanjutnya.
"Untung saja, kalian membawa pasien tepat waktu. Karena pasien, cukup kehilangan oksigen sangat banyak. Jika telat saja, kalian akan kehilangan pasien"
Bagai diserah beribu petir, Zayn dan Alvaro tiba-tiba melemas dengan ucapan dokter.
Seribu panjat mereka ucapkan kepada Tuhan, mereka masih diberi kepercayaan untuk lebih menjaga Lara.
"Terimakasih dok,"
Dokter itu mengganggukan kepalanya, dan segera berlalu.
Zayn dan Alvaro segera masuk kedalam ruangan, melihat tubuh lemas Lara yang berbaring.
Kakinya yang terbalut perban, pipinya yang terlihat memerah. Karena tamparan dari Davit.
"Ra,"
Lara membuka matanya, dan melihat kedua kakak laki-lakinya. Lara tersenyum tipis, membuat keduanya ikut tersenyum.
"Masih sakit?" tanya Alvaro lembut, dengan membelai rambut Lara.
Lara menggelengkan kepalanya, kejadian semalam memang bukanlah kejadian yang pertama yang Lara alami.
Kematian, sudah ingin menghampirinya bukan sekali dua kali karena siksaan ayahnya.
Lara sempat koma, karena siksaan dan cambukan ayahnya.
"Tidur," perintah Zayn dengan lembut.
"Abang sama bang Al, bakal jaga Lara"
Lara tersenyum dan menutup kedua matanya.
Zayn dan Alvaro segera duduk dikursi ruangan.
"Kamu tidur aja Al, Abang disini" ujar Zayn, menunjuk kursi didepan Lara.
Alvaro menggangguk dan segera merebahkan tubuhnya yang lemas.
"Kita harus segera sadarkan ayah sama bunda bang" ujar Alvaro membuat Zayn menoleh.
"Kalo terus terusan gini, kita bakal kehilangan Lara" lanjut Alvaro, dan memejamkan matanya.
Zayn menatap Alvaro dan juga Lara dengan bergantian, dia merasa tidak becus menjadi seorang kakak.
Karena dia yang terus subuh dengan urusannya, membuat Lara hampir saja mati.
"Abang sayang sama kalian berdua,"
"Jangan tinggalin abang"
Didalam sikap Zayn yang dingin dan kejam, hatinya sangat lembut dan penyayang.
Zayn bisa memberikan hidupnya, untuk kedua adiknya. Dia lebih baik mati, dari pada kehilangan keduanya.
Ingin rasanya Zayn membawa Lara dan Alvaro jauh dari rumah neraka itu, tapi dia masih sekolah.
Zayn sedikit terisak pelan, dan memeluk tangan Lara.
Rasa takut kehilangan tiba-tiba datang dalam hatinya. Ada apa ini?
¥¥¥
Hari sudah pagi, Zayn dan Alvaro memutuskan untuk izin dari sekolah. Karena menjaga Lara dirumah sakit.
"Abang gak sekolah?" tanya Lara.
"Kita bakal jaga Lara" ujar Alvaro lembut.
"Lara bisa sendiri bang,"
"Gak boleh sendiri sekarang" ujar Zayn.
Membuat Lara membuang nafasnya pelan, sikap posesif mereka kembali melekat dalam jiwa masing-masing.
Jika sudah Zayn yang berkata tidak ada yang bisa membantah. Karena sudah mutlak.
"Makan dulu,"
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI Terlalu banyak luka lara dalam hidupku, terlalu banyak serpihan luka yang aku rasakan. aku menutupinya dengan berbagai cara, tapi hatiku semakin sakit. saat aku berpura-pura bai...