"gue kangen Lara," ujar Aurora, membuka Raga dkk. Menatapnya.
"Aku juga sama yang, jangan sedih. Lara gak suka liat kamu sedih" ucap Raga, mengelus pundak Aurora.
"Gimana kalo pulang sekolah, kita kerumah Lara. Jenguk dia, siapa tau dia bakal kayak biasa lagi. Gimana?" tanya Asep.
"Gue setuju" ucap Azka, yang diangguki antusias oleh Aurora dan Raga.
¥¥¥
"Nah ini, kelas 11 IPA 2" tunjuk Zayn.
Zayn dan Vanya sedang berjalan-jalan mengelilingi sekolah, karena guru-guru menunjuk Zayn sebagai ketua osis. Untuk mengajak Vanya memperkenalkan sekolah.
"Ini lapangan basket," ucap Zayn, Vanya hayang menganggukkan kepalanya.
"Kamu ketua basket?" tanya Vanya.
"Tau dari mana?" tanya Zayn.
Vanya menunjukkan sebuah papan Tetang anggota dan ketua basket, Zayn hanya mengganggukan kepalanya dengan sedikit gugup.
"Ada ruang seni musik?" tanya Vanya.
"Ada,"
"Dimana?" tanya Vanya.
"Ikut."
Zayn segera berjalan mendahului Vanya, Vanya hanya mengekor Zayn dibelakangnya.
Dengan sesekali Vanya melirik kekanan dan kekiri.
"Ini" ucap Zayn.
Vanya mengganggukan kepalanya seraya tersenyum, Zayn menatap Vanya. Mengapa senyum gadis itu menular?
¥¥¥
Lara sedang duduk ditaman belakang rumahnya, dengan Alvaro yang menemaninya.
"Abang sedih liat Lara, kayak gini" ucap Alvaro, membuat Lara menatapnya.
"Lara gapapa bang," ujar Lara dengan senyum tipisnya.
"Bang, jangan tinggalin Lara ya. Terus percaya sama Lara, cuma bang Al dan Bang Zayn yang Lara punya" ucap Lara, entah mengapa dia sangat ingin mengatakan hal ini.
Alvaro mengelus kepala adiknya dengan lembut "walaupun seluruh dunia bilanb kamu salah, Abang sama bang Zayn bakal terus percaya sama kamu." ujar Alvaro dengan senyumannya.
Lara tersenyum dan segera memeluk kakak laki-lakinya itu, hati Lara menghangat mendengar ucapan kakaknya itu.
"Lara sayang Abang,"
"Abang juga Ra"
¥¥¥
Zayn, Asep, Aurora dan Raga sekarang sedang berada dirumah Lara. Walaupun sikap Lara tidak seperti biasanya, namun sesekali dia tersenyum.
"Hey gue ada pertanyaan" ucap Asep, membuat teman-temannya menoleh.
"Apa?" tanya Aurora.
"Kalo burung hantu udah mati, namanya apa?" tanya Asep.
"Burung setan! Nanti dia gentayangan dirumah lo, minta otak lo yang tolol itu" ucap Raga, mengapa pertanyaan Asep begitu menyebalkan.
Semua tertawa, terkecuali Asep yang hanya manggut-manggut memang bodoh sejak dini:)
"Laut mati, yang bunuh siapa?" tanya Asep lagi.
Raga menampar pipinya sendiri, dengan ekspresi menangis. Mimpi apa dia kemaren, hingga bisa bersahabat dengan Asep.
"Bapak gue yang bunuh, puas lo?" tanya Azka.
"Ada darahnya engga?" tanya Asep.
"Emang udah begitu, dari sononya Asep Sunandar. Udah begitu dari sononya begenoh!" ucap Raga, mengacak rambutnya prustasi.
"Eh, sebenernya air itu ngantukan lo" ucap Asep.
"Hah?! Kok bisa?" tanya Lara.
"Buktinya kalo dipanasin dia nguap" ujar Asep, dengan memandang teman-temannya bergantian.
"Tuhan itu adil, tapi kenapa kegoblokan satu kabupaten lo ambil sendiri Asep" ucap Aurora, yang sudah kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Gue copain kemaren, ternyata bener Rora" ujar Asep, yang mencoba menyakinkan sahabatnya itu.
Azka menempelkan tangannya didahi Asep "ketololan lo, udah melampaui batas Sep" ucap Azka, dengan ekspresi yang dibuat-buat.
"Alhamdulillah, selamat ya Sep" ujar Raga mengulurkan tangannya.
"Oh, makasih-makasih" ucap Asep, dan membalas uluran tangan Raga.
"Kegoblokan apalagi ini Tuhan" ujar Azka.
Lara dan Aurora hanya bisa tertawa dengan kelakuan, sahabat-sahabatnya itu dengan kegoblokannya masing-masing.
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI Terlalu banyak luka lara dalam hidupku, terlalu banyak serpihan luka yang aku rasakan. aku menutupinya dengan berbagai cara, tapi hatiku semakin sakit. saat aku berpura-pura bai...