"besok malam pesta kan?" tanya Aurora, yang diangguki oleh Lara.
"Kak Zayn pulang?" tanya Azka.
"Pulang"
Azka hayang mengganggukan kepalanya, tidak ada yang mau bertanya dan tersenyum ramah lagi kepada Lara.
Semua sudah mengetahuinya ternyata, jika Azka, Aurora, Asep dan Raga pergi juga. Sudah pasti Lara tidak punya harapan untuk bertahan hidup.
"Jangan mikirin yang aneh-aneh" ucap Azka, membuat Lara menatapnya.
"Ada aku disini."
"Eumm.. mau beli baju pesta gak?" tanya Raga.
"Boleh tuh, gimana Ra?" tanya Aurora.
"Aku izin dulu, kalo boleh aku bilang ke kalian" ucap Lara.
¥¥¥
Lara sedang berada duduk ditaman belakang rumahnya, sebenarnya dia menunggu kedatangan Zayn.
Walaupun dia tau, pasti Zayn akan terlebih dahulu memarahinya soal uang kantin yang ada di tasnya.
Tapi tidak apa-apa asalkan Zayn datang, dan pulang. Itu sudah membuat Lara senang.
"Yaampun, anak bunda" teriak Vania.
Membuat Lara segera berlari dan melihat dibelakang pintu, Zayn sudah datang sekarang.
"Akhirnya kedua anak ayah, berkumpul"
Dua anak? Apakah Lara masih tidak pernah dianggap, oleh orang tuanya?
"Iya ayah, akhirnya" ucap Alvaro.
"Bang Al gak anggap Lara juga?" lirih Lara.
Lara hanya bisa tersenyum kecut, dan kembali ketaman belakang rumahnya. Keharmonisan keluarganya, membuat luka baru dihatinya.
Lara menatap lurus kedepan, ingin rasanya dia menghilang untuk sementara saja. Rasanya membuatnya mati perlahan.
"Hey pencuri" ucap seseorang, membuat Lara menoleh.
Apakah tidak ada panggilan yang lebih sopan, dari pencuri untuk Lara?
"Kau butuh uang?" tanya Zayn.
Lara menggelengkan kepalanya, "bukan aku yang mencuri" ucap Lara, dengan pelan.
"Memang benar kata ayah dan bunda, kamu bodoh"
Satu tetes air mata keluar dari pelupuk mata indahnya, dia kira Zayn dan Alvaro adalah penyembuh luka yang kedua orang tuanya goreskan.
Ternyata salah, ini malah lebih sakit dari apa yang dia bayangkan. Kedua sayap indah Lara, telah merusak dirinya.
"Kalau bukan kamu yang mencuri terus siapa?" tanya Zayn.
Lara tidak menjawab ucapan Zayn, hatinya semakin sakit. Kenapa yang dia anggap penyembuh, ternyata peluka yang lebih parah.
"Tidak usah terus membela diri Lara"
"Kalo bukan aku yang membela diriku, siapa lagi?" tanya Lara bergetar.
"Bukankah sekarang aku memang benar-benar sendiri? Siapa yang akan menolongku, kalau bukan diriku sendiri yang bangkit." ujar Lara lagi.
Zayn terdiam ditempatnya, Lara masih sibuk menatap kolam didepan sana. Walaupun hatinya terus digoreskan luka, oleh perkataan Zayn.
"Aku kira bang Zayn dan bang Al, adalah penyembuh luka dari bunda dan ayah"
"Ternyata aku salah,"
Lara segera beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju kamarnya, dengan berlari kecil.
Hatinya sakit, goresan luka kembali menyerangnya.
Lara memegang tambang, gunting dan pisau yang diberikan Cassandra beberapa hari yang lalu.
Apakah ini akhrinya? Apakah ini titik akhir dari hidupnya?
Berikan aku jawaban, berikan aku alasan mengapa aku harus masih bertahan dititik ini.
"AHH! TUHAN!" teriak Lara.
"Aku ingin pulang.. bawa aku pulang Tuhan!"
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI Terlalu banyak luka lara dalam hidupku, terlalu banyak serpihan luka yang aku rasakan. aku menutupinya dengan berbagai cara, tapi hatiku semakin sakit. saat aku berpura-pura bai...