10 | Tanggung Jawab

588 37 2
                                    

pagi ini Awan sudah berdiri di depan kelas Zervan, rencananya ia akan meminta pertanggung jawaban laki-laki itu. kemarin tidak sempat karena rapat dan juga ia yang masih kaget.

Orang yang berlalu lalang masuk kedalam kelas melirik Awan bingung, pasalnya anak ips pagi pagi ningkring didepan kelas ipa.

Namun sepertinya Awan sedang sial, bel masuk akan berdering dalam tiga menit dan Zervan belum juga menampakan batang hidungnya.

Awan terlalu malas untuk membuka handphone, ia emang satu grup tapi tidak tau juga nomer Zervan yang mana.

" Si Zervan kemana sih? Liat ga? " Tanya Awan pada laki-laki yang akan masuk kedalam ruang kelas.

" Lah, katanya ijin telat masuk sekolah"

Awan membuka lebar matanya" Serius? " jadi percuma aja ia berdiri seperti orang ilang di depan kelas ini , orang yang dicari tidak ada.

" Bocahnya sendiri yang bilang di grup, urusan keluarga katanya. Omong-omong ini Awan ya? "

Awan mengangguk sebagai jawaban " Oh iya gua Awan. thanks ya " lalu meleos pergi ke kelasnya. Awas saja kalo sudah bertemu ia ingin sekali menjambak rambut Zervan keras-keras.

Sampai di kelas Awan langsung duduk di kursinya yang berada di paling tengah. Esya yang sedang makan bubur ayam sadar akan kehadirannya.

" Dari mana su? "

" Nungguin si Zervan. Eh bocahnya malah ijin telat masuk " Jelas Awan lalu menghembuskan nafas prustasi.

" Zervan anak ipa satu? " Sambung Satya yang kebetulan menguping pembicaraan antara Awan dan Esya.

Awan menoleh kebelakang, tepatnya pada Satya yang mrnyambung obrolannya " Iya yang itu "

" Bapak tirinya meninggal, rumah dia sebelahan sama gua "

Perhatian anak kelas sebelah ips satu langsung mengarah pada Satya begitu juga Awan dan Esya, mereka berdua saling melempar tatapan tidak percaya.

" Serius lu Sat? " Tanya Esya yang mendapat anggukan serius dari empunya.

Seisi kelas lalu membicarakan tentang zervan dan ayah tirinya yang baru meninggal. Awan jadi bingung, bagaimana ia bisa meminta pertanggung jawaban kalau Zervan sendiri sedang berduka. Terlalu jahat tidak sih, disaat seperti ini Awan menambah beban. Tapi, ini ulah zervan juga





" Wa, bantuin gua bawa ini dong " Kata Arkan sambil menunjuk dua tumpukan buku yang ada dihadapannya.

Mau tidak mau Awan mengangguk menyetujui , kasihan arkan yang selalu dijadikan tumbal kelas, padahal ketuanya.

" Lu duluan aja, gua mau jajan dulu hehe "

" Meja bu Sri kan? " Awan memastikan.

" Iya itu. Kalo mau dibawa semua juga gapapa "

Awan memukul tangan Arkan lumayan kencang " Bangsul, ga kuat " lalu mengangkat satu tumpukan buku dengan sampul coklat itu dan segera bergegas ke pergi ke ruang guru.

Esya sudah pergi duluan ke kantin, bukan duluan sih, Awan yang minta beliin makanan lebih tepatnya. Dia lagi males ke kantin, pasti sesek.

" Misi pak " Sapa Awan setelah mengetuk pintu ruang guru dan membukanya. Dia sudah sering ke tempat ini, tapi tetep aja takut kalo sendiri. Auranya beda.

The Missing Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang