29 | Si Berandalan

293 29 0
                                    

“ Luka lu udah sembuh? ”

“ Luka? ” Awan mengangkat tangan kanannya mengelus telapak tangan itu.

Lelaki yang ditemuinya dikoridor saat istirahat pertama tadi bertanya tentang luka. Awan tidak pernah merasa memiliki luka atau melakukan sesuatu hingga membuatnya cidera.

Sekarang sedang free class Awan memutuskan pergi ke perpus dengan Esya. Tempat yang cukup hening untuk berfikir.

“ Woy! Mikirin apa sih? ” Seru Esya sambil menepuk sebelah pundak milik Awan.

“ Banyak yang gua fikir ” Balas Awan lelu membenarkan posisi duduknya “ Eh Sya gua mau tanya. Apa gua pernah punya luka? ” lanjut Awan.

Eaya yang sedang membuka-buka buku sejarah menoleh, dan berusaha mengingat apakah Awan pernah punya luka. Mengingat ia dan temannya itu selalu nempel.

“ Disini ” Awan menunjuk telapak tangan kanannya.

Beberapa detik Esya diam dan menutup mulutnya tidak lupa mata yang terbelalak kaget “ Iya anjir! Lu pernah punya luka disitu! ”

Awan mengerutkan halisnya “ Serius? Kapan? ”

“ beberapa bulan lalu ” Esya tidak mengingat pasti. Namun ia yakin Awan pernah memiliki luka.

“ jangan-jangan ”

“ Night party Evander! ” Ucap Awan dan Esya bersamaan. Awan tidak mengingat apapun tentang luka, sedangkan ingatannya hilang hanya pada saat itu.

“ Syuttt! 一 Hey hey! Kalau mau berisik mending diluar ” Ucap Kak Melly, pengawas perpus.

“ Maaf ka, ga sengaja ” Awan sedikit menunduk dan pergi menarik tangan Esya keluar dari dalam ruangan.

“ Bukunya rapihkan dulu, hey! ”

Awan dan Esya berlari menjauh dari perpustakaan dan mereka berhenti tepat di lapangan utama sekolah.

Mata Awan terfokus pada beberapa orang yang sedang olahraga di lapangan, hingga ia menemukan objek yang sedang ada difikirannya. Laki-laki yang memberi coklat dan menanyakan tentang luka.

“ Cowo itu siapa namanya? ” tangan Awan menunjuk lelaki yang sedang bersiap untuk melakukan servis atas bola voly.

“ Yang mana? ”

“ Itu, yang ganteng ” lanjut Awan lagi.

Esya menyipitkan matanya “ Yang dibelakang? ”

“ Iya ”

Esya mengangguk “ Itu si Bisma, kan? Eh iyakan? Iya kayanya deh ” Esya tidak salah. Laki-laki itu bernama Bisma.

“ Lu kenal? ”

Esya melipat tangannya di dada “ Gak kenal, cuma tau. Lu tau kan SMA kita pernah kena masalah soal balapan dan tauran. Bisma ketuanya, berandalan sekolah. Kenapa tiba-tiba tanya? ”

“ Atau jangan-jangan dia pelakunya? ”

Awan menggeleng “ Gak tau. Tapi dia yang kasih gua coklat, terus tanya tentang luka ”

“ kalau dia tau tentang luka gua berarti dia ada waktu gua terluka atau kita pernah ketemu sebelumnya ”

Esya membuka sedikit mulutnya lalu memfokuskan pandangan pada Bisma yang sedang berlari mengejar bola voly.

Pulang sekolah sekarang Awan menunggu Raindra di pos satpam depan sekolah. Esya sudah pulang duluan, katanya ada acara keluarga.

Raindra yang menghentikan laju motornya dihadapan Awan membuka kaca helmnya “ Wawan, lu naek angkot aja ya ” katanya.

Awan melotot tidak terima “ Ga, ga. Tadi lu udah janji mau anterin gua pulang ”

“ Gua ada urusan penting, emergensi! ” Kata Raindra lagi.

“ Emanganya ada apa? ”

“ Kepo lu. Naek angkot aja ya. Gua duluan ” Lanjut Raindra lalu menutup kaca helmnya dan menggas motor gedenya meninggalkan sekolah.

Rasanya Awan ingin menjewer kuping Raindra sampai puas “ Awas aja ya lo Hujan! ”

Tin, tin!

Awan yang sedang kalut dengan emosi menoleh karena suara kelakson yang didengarnya. Ia lalu mengerutkan dahinya.

“ Bareng gak? ”

Bisma, si berandalan sekolah itu menawarkan tumpangan. Awan mau tapi ia takut kalau Bisma akan berbuat jahat padanya.

“ Gua ga jahat kok, keliatan dan gosipnya aja gua berandalan ” Ucapnya lalu tersenyum. Dan Awan akui senyum Bisma sangat manis.

“ Gausah, makasih ”

Awan terkejut ketika suara gemuruh tiba-tiba terdengar. Awan hitam sudah mulai mendominasi langit, Awan berdecak.

“ Ini sebagai jaminan ” Bisma menaruh kartu tanda penduduk ditelapak tangan Awan.

Awan menggaruk kepalanya “ Y-yaudah ” ia lalu naik keatas motor besar milik Bisma.

“ Lu gapake helm gapapa kan? Gua cuma bawa satu ”

“ Gapapa ”

Bisma mengangguk “ Rumah lu lewat jalan mana ”

Awan menunjuk dan menjelaskan jalan arah kerumah nya. Dengan Bisma yang sesekali tersenyum karena mendengar suara Awan.

“ Bisma stop! ” Teriak Awan membuat Bisma menghentikan laju motornya.

“ Ada apa? ”

Bukannya menjawab, Awan turun dari atas motor dan berlari kebelakang. Bisma mengikuti, hingga saat berada dibelakang Awan yang tengah berjongkok.

“ Bisma tolongin dia ” Awan menoleh, airmatanya sudah turun membasahi pipi.

Tidak sengaja Awan melihat anak kucing yang ditabrak pengendara sepeda motor motor, sekarang enatah awan yang memang cengeng atau hormonnya yang tidak stabil. Air mata tiba-tiba saja keluar, ia kasihan melihat anak kucing yang berlumuran darah seperti sedang kesakitan.

Bisma melepaskan jaketnya lalu awan menaruh diatas jaket jeans itu. Awan menggendong anak kucing dan Bisma mengendarai motor menuju dokter hewan terdekat untuk mengobati kucing malang itu.

Sesampainya pada bagunan tempat dokter hewan, Awan dan Bisma menyerahkan kucing malang itu ada dokter, dan membiarkan dokter hewan mengobati cidera pada kucing itu.

Awan membasuh tangannya dari noda darah lalu kembali duduk dikursi panjang sebelah Bisma. Airmatanya sudah berhenti mengalir namun bekas hidung tersumbatnya masih ada.

Karena menangis, membuat wajah Awan sedikit merah namun tidak mengurangi kecantikannya.

“ Lo cantik ” Celetuk Bisma,

“ Apalagi waktu tidur ”

T B C

The Missing Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang