36 | Malapetaka, atau?

432 34 0
                                    

Malam ini turun hujan cukup deras, Awan sedang berada di teras rumah mmemperhatikan air hujan yang menetes mengenai pohon-pohon dihalaman rumah.

Cuaca yang dingin bertambah dingin dengan situasi sekarang.

“ jangan diluar nanti masuk angin. Inget sekarang ada baby yang harus kamu jaga ” Ucap Bunda pada anak perempuannya.

Awan mengangguk lalu berjalan masuk kedalam rumah “ Aah一 ” ringisnya. Tiba-tiba saja perutnya terasa sakit.

Bunda membantu Awan berjalan masuk kedalam rumah “ Yah, telfon dokter. Awan kesakitan ” titah Bunda pada suaminya yang masih mengobrol dengan Raindra.

“ Kenapa? Wa? ” Raindra ikut membantu bunda membawa Awan masuk kedalam kamar tamu yang berada didekat tangga.

“ Tiduran dulu, bunda mau telfon dokter ”

Awan mengangguk setelah merebahkan tubuhnya diatas kasur, tangannya dipakai mengelus perutnya yang sakit.

“ Tenang Wa, ada gua disini ” Raindra yang sebelumnya ikut panik semakin panik ketika Awan mengeluarkan keringat dingin didahi.

Sebelah tangan Raindra menyeka keringat Awan sebelahnya menjadi tempat cakaran Awan yang melampiaskan rasa sakit.

Dokter kandungan yang sebelumnya ditelfon oleh Ayah sudah datang dan langsung melakukan tindakan.

Raindra harap-harap cemas, berdoa semoga Awan dan anaknya tetap baik-baik saja.

“ Tidak apa-apa hanya keram. Awan jangan stress ya, jangan melakukan aktivitas yang berat dulu ”

Bunda membuang nafas lega begitu juga Raindra, dokter memberi vitamin sekalian Awan berkonsultasi dengan apa yang ia rasakan pada dokter.

Setelah selesai dokter keluar dari kamar dengan bunda, Raindra mendekat lagi pada Awan - mengelus punggung tangan perempuan itu.

Ayah berdehem “ Raindra, tolong Jaga Awan” ucapnya lalu keluar dari ruang kamar.

Tersisa Awan dan Raindra diruang kamar ini. Awan diam dengan Raindra yang ikut diam masing-masing sibuk dengan fikirannya.

Beberapa saat kemudian Awan merubah posisi menjadi duduk, Raindra ikut membantu awan “ Tiduran aja Wa, kata dokter jangan banyak gerak sebelum keramnya hilang ”

Awan menggeleng, ia beralih menjadi duduk ditepian kasur, tangannya menepuk pinggiran kasur sampingnya mengisyaratkan agar Raindra duduk disitu.

Raindra duduk disebelah Awan canggung, sedangkan Awan mencoba menanyakan pertanyaan yang sejak tadi ada difikirannya.

“ Apa bener lu pelakunya? ” tanya Awan memastikan lagi.

Raindra menoleh pada Awan yang memfokuskan pangan kearah depan “ Iya ” Raindra lalu beralih berlutut dihadapan Awan membuat perempuan itu sedikit terkejut “ gua bodoh sampai bisa ngelakuin hal itu, gapapa lu ga maafin gua, gua gapantes dapet maaf dari lu Wa ”

Awan menarik tangan Raindra untuk kembali duduk disampingnya, melihat Raindra diposisi tadi malah membuatnya sedih “ Gua maafin Rai ”

Raindra menyeka airmatanya dengan tangan, ia sudah benar benar berada diposisi sulit.

“ Gapapa, setidaknya gua lumayan tenang kalau pelakunya itu lo, bukan orang jahat bukan orang lain ”

Tangan Awan teralih untuk mengelap air mata yang berada dipipi Raindra, Awan meringis melihat luka dan lebam yang ada diwajah ini “ Maaf ya Rai, karena gua lu jadi luka kaya gini ”

Dengan cepat Raindra menggeleng, menjauhkan tangan Awan dari wajahnya “ Gua malah pengen dipukul yang keras buat balasan atas apa yang udah gua lakuin ”

Awan menggeleng, ia lalu mendekatkan tubuhnya pada Raindra dan pada detik kemudian Awan memeluk tubuh Raindra yang langsung dibalas oleh empunya. 

“ Auwh! ” anak berusia tujuh tahun itu meringis memegangi lututnya yang luka karena terjatuh mengenai aspal.

“ Awan! Awan kenapa? ” tanya anak laki-laki yang baru saja berada didekat Awan. Wajahnya berubah menjadi panik ketika Awan seperti akan menangis.

“ Awan jangan nangis nanti digigit bagong ”

“ Sakit Rai! Hiks

Raindra berubah posisinya menjadi berjongkok membelakangi Awan ia menepuk punggungnya dengan tangan “ Sini naik, kita pulang ”

Dengan langkah yang tertatih Awan memeluk leher Raindra dari belakang. Dan anak laki-laki itu mengangkat tubuhnya beserta tubuh Awan berjalan pulang menuju rumah yang tidak jauh dari taman tempatnya sekarang berada.

“ Awan jangan nangis lagi ya ” Ucap Raindra yang sebenarnya menahan rasa berat dari gendongannya.

Heem

“ Pokonya Rai bakal jagain Awan sampai kapanpun. Kalo Awan sakit bilang ke Raindra, oke? ”

Lagi lagi anak yang dugendong berdehem. Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan rumah Awan.

Raindra membawa masuk awan kedalam rumah, memberi tau bunda dan membantu mengobati lecet di lutut Awan.

“ Awan bilang makasih sama Raindra ” Titah bunda.

“ Makasih Raindra ”

Raindra mengangguk smbol tsrsenyum lebar memamerkan gigi ompongnya.

Dan sekarang Raindra beringkar janji, ia membuat awan menangis bahkan membuatnya terluka. Raindra lagi-lagi meneteskan airmatanya, mengeratkan pelukannya pada tubuh Awan


T B C

The Missing Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang