37 | Wajah penuh luka

394 35 0
                                    

Setelah berduskusi cukup lama ayah dan bunda memutuskan untuk Awan mengundurkan diri dari sekolah.

Mereka takut kalau Awan mendapat banyak hujatan dan cemoohan yang hanya akan membuatnya terluka, mereka memutuskan agar Awan melakukan home schooling saja.

Mau tidak mau Awan juga mengikuti kemauan orangtua-nya. Ia juga tidak mau masuk sekolah lagi, semalam ia mendapatkan beberapa pesan menanyakan tentang berita kehamilannya yang sepertinya sudah mulai tercium.

Pagi ini Raindra masuk sekolah, wajah lebam dengan beberapa plaster yang membalut luka mampu menarik perhatian siswa.

“ Itu orangnya, pelaku dari kehamilan awan ”

“ Serius? Bukannya mereka temenan ya? ”

“ Kenapa sekolah ga sekalian D.O dia aja sih, bikin malu sekolah”

Bisikan demi bisikan Raindra dengar hingga langkah kaki lelaki itu terhenti dihadapan perempuan dengan rambut keriting dan raut wajah marah.

Plak.

“ Berengsek! ” Pekik Esya setelahnya.

Raindra meringis, wajahnya yang masih nyeri karena kemarin menjadi bertambah nyeri lagi karena tamparan Esya.

Raindra bisa tau Esya sedang dikuasai dengan amarahnya, dan itu memang pantas ia dapatkan.

“ Gua bener-bener ga nyangka ” Lanjut Esya dengan amarah yang tertahan

“ Orang yang selama ini Awan cari, orang yang setiap hari selalu Awan harapkan untuk dimintai tanggung jawab ternyata lo Rai, orang yang bahkan ada dideketnya setiap hari ”

“ lo tau ga sih stressnya Awan buat cari ayah dari bayinya, buat nyembunyiin ini semua dari semua orang termasuk keluarganya sendiri ”

“ Bagus lo mau tanggung jawab. Tapi jangan berfikir Awan bener-bener maafin lo ”

Ucap Esya lalu membalikan badannya berjalan menjauh dari Raindra yang hanya bisa menunduk, sudut matanya melihat orang-orang yang berkumpul disekitar memperhatikannya bahkan berbisik dengan teman disebelahnya.

Raindra memang pantas,

Bel pergantian pelajaran berdering guru mengucapkan salam lalu meninggalkan kelas, beberapa orang menoleh pada kursi Raindra yang berada di tengah kelas lalu membalikan badan lagi.

Sejak bell masuk hingga sekarang tidak ada satupun orang yang mengajak bicara Raindra, teman satu mejanyapun memilih pindah tempat, semua orang seperti mencemoohnya dan mengucilkannya.

Raindra menutup buku tulisnya lalu keluar dari dalam kelas walaupun bingung harus pergi kemana akhirnya langkah kakinya terhenti di depan kantin sekolah.

Kebetulan tempat ini sedang sepi, setidaknya ia tidak melihat siswa dengan tatapan intimidasi untuk sementara waktu.

“ Bu ini satu ” Raindra mengacungkan botol air mineralnya lalu lalu memberukan uang selembaran pada ibu kantin.

“ Mukamu kenapa toh? Habis dipukuli atau berantem?! ”

Raindra tersenyum hambar “ Bukan apa-apa. Lagipula saya pantes dipukulin ” setelahnya membalikan badan.

Tadinya Raindra ingin duduk di kursi kantin namun ada seseorang yang menarik kerah bajunya cukup kencang

“ Tolol! ” Raegan, si ketua OSIS SMA Suli memekik tepat dihadapan wajah Raindra. Tangannya mengepal dan bersiap memukul wajah penuh lebam itu.

“ Tunggu apa lagi? Pukul gue ” Raindra menitah. Raegan mengencangkan cengkraman tangannya.

“ Pukul gue! ”

Bugh!

“ Jadi selama ini lo yang bikin Awan menderita, gaada otak ” Pekik Raegan lagi

Bugh!

Bugh!

Bugh!

“ Stop, ini ada apa - Raegan kendalikan diri kamu ”

Lagi lagi wajah Raindra berdarah, lekaki itu mengambil tas juga buku Awan yang masih tertinggal disekolah, ia melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolah.

Raindra turun dari motor ojek yang dipesannya, lalu masuk kedalam rumah Awan, dilihatnya orangtua sedang berdiskusi dengan Awan yang ikut bergabung.

Raindra duduk disebelah orangtuanya, menaruh totebag berisi buku-buku Awan yang ia bawa dari sekolah.

“ Kami sudah memutuskan kalau kamu dan Awan menikah besok ” Ucap papa Raindra membuat anaknya sedikit terkejut.

“ Secepat itu? ” Tanyanya.

“ Semakin cepat semakin baik, kamu harus segera bertanggung hawab ” balas Bunda lalu mengelus punggung tangan Awan.

“ wajah lu, dipukulin lagi? ” Tanya Awan pada Raindra.

Raindra menggeleng sambil tersenyum “ Ngga ” ia terpaksa harus berbohong, kemarin dokter memberitau agar Awan jangan stress dulu.

“ Wa, Rai, makan dulu yu. Kalian belum makan kan? ”

Baik Awan maupun Raindra mengangguk. Bunda tersenyum mengelus pucuk kepala putrinya sayang.

“ Ayo, bunda dah bikin makanan kesukaan kalian ”

Awan Raindra juga orangtua Raindra mengikuti bunda dan ayah yang pergi kemeja makan.

“ Sekarang kita memperbaiki silaturahmi yang sempet renggang, apalagi sebentar lagi kita akan menjadi satu keluarga ” Kata Ayah.

“ Gatau gimana caranya ngebales semua kebaikan kalian. Terimakasih , maaf ” mata mama Raindra sudah berkaca-kaca terharu.

“ Ga kerasa anak kita sudah besar sekarang, malah besok akan menikah, cepet banget ”

Semua orang yang berada di ruang makan tersenyum begitu juga Raindra dan Awan.

Tangan Raindra terulur,  menggenggam tangan Awan yang berada disisinya, tatapan Raindra seperti berbicara kalau semua akan baik-baik saja.

T B C

The Missing Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang