Dua hari sudah berlalu, Awan sudah merasa lebih sehat. Ia memutuskan untuk masuk sekolah. Ia juga harus latihan basket mengingat pertandingan hanya tersisa beberapa minggu.
Awan menumpukan kepalanya diatas meja, niatnya ingin memejamkan mata sebentar sebelum bell masuk berdering namun teman kelasannya rusuh dan satu persatu meninggalkan ruang kelas.
" Wa ayo " Ajak Hanin, teman sekelas Awan.
" Kemana deh? "
" Awann! " Teriak Esya, Awan menoleh ada perempuan yang berteriak itu.
" Gua duluan " Ucap Hanin lalu pergi meninggalkan Awan yang sepertinya sudah ada teman untuk bersama.
" Mau ngapain sih? Kok pada keluar? "
Setelah sampai di depan tempat duduk Awan Esya menarik tangan perempuan itu.
" Mau kemana Esya? "
" Disuruh kumpul di lapangan, mau minum obat penambah darah bareng. Gatau lu ya? "
Awan menggeleng, memang ia tidak tau kalau minum obat penambah darah itu hari ini. Tapi, apa ia boleh minum sembarang obat. Mengingat ia beda dengan siswa lainnya, beda karena sedang berbadan dua maksudnya.
" Sya, emang gua boleh minum obat itu? " Awan berbisik ketika sudah sampai di lapangan.
Eaya menoleh wajahnya seperti menunjukan kalau baru ingat kalau temannya itu sedang hamil.
" Coba lu cari google "
Awan merogoh saku rok nya " hp nya udah dikumpul kali " Memang, handphonenya sudah dikumpul menjadi satu dan Arkan sudah menaruhnya ke perpus.
" Dimohon segera duduk di kursi yang tersedi ya. Sebentar lagi acara dimulai "
Awan mendesah pasrah lalu ikut duduk di salah satu kursi dengan Esya disebelahnya. Ia tidak tenang, takutnya terjadi apa-apa.
" Nanti bilang aja lu sakit lagi minum obat lain, kalo diminum sekarang takutnya kenapa-napa " Bisik Esya setelah Raegan si ketua OSIS menjelaskan tentang meminum obat penambah darah ini.
Awan menerima air mineral gelas dan satu pelastik kecil obat berwarna merah dari perempuan yang memakai almamater OSIS.
" Diminum ya kak "
Awan membuka plastik kecil berisikan satu kapsul obat penambah darah " Aku minumnya nanti aja ya? Soalnya lagi masa pemulihan sakit, kalo diminum sekarang takut kenpa-napa "
" Oh, iya kak boleh. Semoga cepet pulih ya "
Awan membuang nafas lega. Untungnya, ia sudah berfikiran yang tidak-tidak saja.
Setelah selesai acara minum obat penambah darah tiga angkatan, Awan dan Esya ingin langsung kembali ke kelas.
" Eh Wa " Esya menyenggol tangan Awan.
" Itu Evan kan? " Tanyanya.
Lantas Awan menatap kearah yang sama dengan Esya. Dilihatnya Evander yang sedang mengobrol dengan antek-anteknya di koridor kelas sepuluh.
" Kalo belum siap sekarang nanyanya nanti aja " Maksudnya bertanya tentang ada kejadian apa pada malam night party.
" Sekarang aja sya. Lu duluan aja ke kelasnya " Awan lalu melangkahkan kakinya, berjalan cepat agar cepat sampai pada orang yang dituju.
" Evan! "
Lelaki yang dipanggil menoleh " Eh, ada apa Wa? " Tanyanya lalu mendekat pada Awan, tidk lupa senyuman andalan Evan yang bisa membuat banyak anak gadis ambyar.
" Gua mau ngomong. Cuma berua " Lanjut Awan, teman-teman Evan lalu pergi setelah diberi kode oleh Evan.
" Gua mau nanya soal ㅡ"
Evan malah mengelus pucuk kepala Awan lalu tersenyum, senyum memuakan yang dulu sempat dijadikan candu.
" Ngobrolnya di kedai depan aja yu. Kalau disini gaenak, banyak yang denger " Lanjut Evander.
Awan menjauhkan tangan lelaki itu dari kepalanya " Sekarang ajㅡ"
" Ayo " Evan memotong ucapan Awan yang belum sepenuhnya terucap. Lalu menarik tangan mantannya itu untuk keluar dari lingkungan sekolah.
Mereka keluar sekolah atas ijin pak satpam, bukan karena koneksi Evan dengan kepala sekolah karena itu tidak berlaku di sma Suli. Evan memberi alasan kalau ia diperintah guru membeli alat tulis di toko ATK sebrang sekolah.
Awan melepaskan genggaman tangan Evan di tangannya saat mereka sudah berhenti melangkah dan sampai kedalam kedai, kedai yang sama saat bertemu dengan Zervandio.
" Mau bilang apa? " Tanya Evan setelah menarik kursi dan duduk diatasnya.
Awan yang masih berdiri membuang nafas kasar, sebenarnya ia tidak mau lama-lama berada di dekat mantannya ini.
" Gua mau langsung aja " Awan sudah menyiapkan pertanyaan yang akan diajukan pada Evander sejak tadi malam.
Tapi saat ini perasaan Awan jadi campur aduk, rasanya memori tentang kejadian lusa teringat kembali begitu juga saat dirinya disiksa oleh pacar Raegan dan Evan malah bersama perempuan lain, Awan benci, rasanya ingin pergi jauh agar tidak bertemu. Namun kadang Awan merasa rindu, Evan memperlakukannya dengan baik, layaknya seorang kekasih.
" Gua gatau harus bilang apa " Awan menelan air liurnya, lalu menunduk.
Evander yang tadi duduk santai sontak beriri dan memegang sebelah pundak Awan sebelahnya lagi menganggkat dagu Awan agar tidak menunduk lagi.
Sontak Awan menepis semua tangan Evan. Saat itu juga air mata turun dari pelupuk matanya.
" Jangan nangis. Gua selalu ada buat lo "
" Ada buat gua? Lu gapernah ada buat gua Van " Ucap Awan sedikit bergetar.
" Disaat gua butuh lu pun, lu gaada. Lu malah asik sama cewe lain "
Evan hanya membuka mulutnya, bingung harus menjawab apa sebab semuanya memnag benar, ia juga mengakuinya.
" Bahkan lu ga kejar gua waktu gua pergi "
Tepatnya pada hari dimana mereka berpisah. Setelah Awan mengatakan kata pisah Evan hanya mengangguk, dari raut wajahnya saja terlihat kalau tidak ada penyesalan atau kesedihan. Bahkan disaat Awan pergipun Evan tidak mengejarnya, benar-benar berakhir begitu saja.
Dan sekarang Evan berlaku seperti peduli lagi, setelah apa yang dilakukan beberapa waktu lalu.
T B C
谷
KAMU SEDANG MEMBACA
The Missing Puzzle Piece ✔
Fiksi Remaja[ Cerita 4 ] Awan terkejut bukan main setelah melihat alat tes kehamilan yang digunakannya menunjukan dua garis merah, yang itu artinya ia sedang mengandung. Namun potongan ingatan dua bulan lalu seakan menghilang, Awan tidak tau siapa dan seperti...